22 Januari 2015: Plt. Sekjend PDIP Hasto Kristianto "menyerang" Abraham Samad.
23 Januari 2015: hari ultah Megawati sekaligus gong dimulainya Cicak vs. Banteng yang ditandai dengan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Pada hari yang sama Jokowi menolak melakukan intervensi.
24 Januari 2015: Jokowi mengundang Wakapolri dan Menkopolhukam untuk menghadap di Istana Negara tanpa kehadiran KPK. Selesai pertemuan, Menkopolhukam menyebut para pendukung KPK sebagai "rakyat tidak jelas" tanpa menyebut rakyat pendukung kepolisian. Jokowi secara resmi meminta agar LSM, NGO dan masyarakat tidak ikut campur dalam kisruh KPK-Polri.
http://www.tempo.co/read/news/2015/01/23/063636999/Bambang-Widjojanto-Ditangkap-karena-Jokowi
Kebetulankah kemajuan perkara Obor Rakyat berjalan bersamaan dengan aksi penghancuran KPK oleh Bareskrim yang dikuasai oleh Irjen Polisi Budi Waseso yang sangat dekat dengan Budi Gunawan? Dalam dunia politik tidak ada kebetulan dan kita hanya perlu mencari benang merah dari kedua kejadian tersebut. Analisa awal saya adalah Presiden Joko Widodo telah membuat sebuah kesepakatan dengan klik Komjen Polisi Budi Gunawan yang berbunyi bahwa sebagai presiden dia akan mendukung atau menciptakan kesempatan kepada klik Budi Gunawan menghancurkan KPK apabila klik Budi Gunawan membantu Jokowi menghancurkan orang-orang di balik penerbitan Obor Rakyat. Ini adalah penjelasan yang menurut saya paling masuk akal.
Saya sudah mencoba memikirkan berbagai alternatif lain termasuk mempertimbangkan berbagai skenario yang ditawarkan oleh netizen untuk menjelaskan alasan Jokowi membantu menghancurkan KPK; seperti bahwa dia mengadu domba Megawati-PDIP dengan rakyat sehingga mudah mengambil alih PDIP; atau ketika adalah sekedar boneka penurut yang menjalankan perintah dari PDIP dan Megawati dan teori-teori lain yang menurut saya tidak menjelaskan alasan Kabareskrim baru segera melimpahkan perkara Obor Rakyat ke Kejaksaan Agung setelah lama mengendap di dalam laci. Apabila ada penjelasan lain maka saya siap mendengar dan mempertimbangkan ulang analisa ini.
Sebagai bonus, saya menduga bahwa perkataan "Rakyat Tidak Jelas" yang diucapkan oleh Menkopolhukam Tedjo yang membuat pendukung KPK marah besar itu berasal dari ucapan Jokowi ketika rapat pada hari Sabtu, 24 Januari 2015 tersebut sebab frasa "tidak jelas" untuk mendiskriditkan secara halus pihak yang tidak disukai adalah kebiasaan Jokowi; seperti ketika dia menyebut Obor Rakyat sebagai "media tidak jelas" yang bisa dibaca dari percakapan berikut ini:
Pada Saat itu wartawa n mengajukan pertanyaan “mengapa Ia jarang terlihat bersama ayahnya”.
“Saya kan kerja. Kalau saya pengangguran, ya saya ikut bapak saya,” ujar Gibran.