[caption caption="net "][/caption]
Anak Kampung Batak Komplain Tulisan Agus Pambagio di detik.comÂ
Mencermati catatan anda disini yang berjumlah sekitar 925 kata, saya menemukan beberapa hal yang perlu segera anda klarifikasi dengan data dan fakta dan selanjutnya dipublis di media publik.
Pada paragraf terakhir tulisan itu anda menyimpulkan, "Saran saya program pertama Kementrian Pariwisata dan BODT adalah merubah mindset warga sekitar kawasan wisata supaya pola pikir melayani secara jangka panjang diutamakan, bukan mengambil manfaat sesaat melalui berbagai penipuan dan pemerasan demi kocek sesaat"...Â
Secara singkat, ijinkan saya tulis ulang pemaknaan paragraf itu menjadi begini: "Warga sekitar kawasan wisata Danau Toba mengambil manfaat sesaat melalui berbagai penipuan dan pemerasan"...
Pertanyaan saya, Apakah anda pernah mengalami PENIPUAN dan/atau PEMERASAN di kawasan Danau Toba? kapan dan oleh Siapa? serta Dimana letak lokasi kejadiannya? Dan jika anda secara pribadi pernah mengalami perlakuan kriminil seperti itu, mengapa anda tidak melaporkan kepada yang berwajib? Apakah maksud anda sehingga berani menyimpulkan bahwa pelaku ekonomi yang tinggal di kawasan Danau Toba sebagai penipu dan pemeras demi koccek sesaat? Â
Sebaiknya anda memberikan data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan atas tulisan di atas. Saya ingin tahu, apakah anda melakukan penelitian dalam kunjungan anda itu? Jika iya, mohon disampaikan sampel, statistik, populasi, atau metode ilmiah yang anda gunakan sehingga anda bisa sampai kepada kesimpulan sesuai dengan yang anda jabarkan dalam tulisan itu.Â
WEbportal http://detik.com adalah media ruang publik yang bisa dibaca orang dari seluruh dunia. Menurut saya, anda secara umum telah melakukan generalisasi buruk dan memberi citra negatif terhadap wisata khususnya atas masyarakat ekonomi yang tinggal di kawasan danau toba yang mayoritas terdiri dari etnis Batak. Jika orang mengunjungi Danau Toba, secara umum orang berwisata ke Tanah Batak. Jadi, secara tidak langsung, masyarakat ekonomi yang anda sebut sebagai Penipu, Pemeras, dan Tidak Melayani, dan Arogan itu adalah orang Batak.
Jikalau para wisatawan tidak puas dengan kualitas layanan wisata dan pelaku wisata yang ada di sekitar Danau Toba, bukan berarti mereka PENIPU atau PEMERAS atau AROGAN. Mereka hanya pelaku ekonomi yang konvensional dan tradisional, jauh dari informasi, tidak pernah mendapat pendidikan kepariwisataaan yang mumpuni terkait pelayanan, penetapan harga, dan lainnya yang berkaitan dengan dunia wisata. Kemudian, Anda bandingkan pula dengan pariwisata Bali yang sudah kelas dunia internasional yang pada awal pembangunannya dulu pemerintah juga menggelontorkan dana yang fantastis serta perhatian yang full sehingga Bali bisa seperti itu. Perbandingan anda terlalu jauh dan terkesan dipaksakan. Untuk anda ketahui, salah satu kabupaten yang bersentuhan langsung dengan Danau Toba yaitu Samosir, tahukah anda tahun berapa masyarakatnya bisa menikmati listrik dan pdam? Selokan saja sejak Indonesia merdeka, masih banyak yang belum layak hingga detik ini. Â
Tahukah anda, di kampung saya ada Mesjid dan Gereja berdiri sebelahan, setiap pagi terdengar alunan adzan subuh dan bunyi lonceng gereja mengalun di atas permukaan Danau Toba dengan indah dan harmonis, tak pernah ada masalah. Menurut anda, apakah ini pertanda arogansi masyarakat lokal yang mayoritas kristiani? Selain itu, di kampung saya bahkan orang asing bisa memiliki aset tanah dan berbisnis hotel dan restauran, kurang toleran apa warga sekitar yang anda tuduh penipu dan pemeras itu?Â
Saya mohon, anda mempertanggungjawabkan stetmen/opini anda yang bernada sumbang "Warga sekitar kawasan wisata danau toba adalah penipu dan pemeras". Secara tidak langsung anda sudah menakut-nakuti calon wisatawan yang ingin berlibur dan berkunjung ke sekitar Danau Toba, baik wisatawan yang sudah pernah datang maupun yang sama sekali belum pernah berkunjung. Kami harap anda memberikan data dan fakta yang bisa diterima akal sehat.Â