Kata ‘tidak’ atau ‘jangan’ seringkali diucapkan oleh orangtua karena mereka tidak menginginkan sang buah hati melakukan sesuatu yang dapat membahayakan diri mereka. Sayangnya tanpa sadari, penggunaan kata tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak.
Anak balita memiliki rasa penasaran dan keinginan untuk bereksplorasi yang tinggi, karenanya pada rentang usia tersebut, balita seringkali bertanya tentang banyak hal dan senang melakukan kegiatan baru. Untuk menyikapinya, Anda sebagai orang tua diharapkan dapat mendukung proses tersebut dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami saat berkomunikasi dan menghindari kata yang bermakna negatif.
Misalnya, daripada mengatakan “Jangan lakukan itu!” atau “Tidak boleh main di sana!”, ada baiknya Anda mengucapkan kalimat yang bernada positif tanpa mengurangi maksud ujaran, contohnya “Hati-hati, nanti bisa kesetrum loh kalau main di sana”. Apa bedanya?
Bedanya, ketika Anda mengatakan kata ‘jangan’ atau ‘tidak’, anak akan merasa bahwa pilihannya dibatasi tanpa diberikan penjelasan yang cukup. Ingat, balita belum bisa menangkap pesan dari 2 kata tadi. Hasilnya, bukannya menuruti perkataan Anda, si kecil malah akan rewel dan memberontak.
Lain halnya dengan penggunaan kalimat positif seperti “Hati-hati ya, karena…”. Anak akan mengerti alasan di balik larangan orang tua. Informasi sebab-akibat inilah yang kemudian disimpan si kecil di bagian kognitif otaknya. Selain itu, dengan menggunakan kalimat tadi, alur kreativitas anak tidak akan terhenti. Sebaliknya, ia akan mencari cara lain yang tidak akan membahayakan dirinya sendiri.
Adakah cara lain yang dapat dilakukan orang tua untuk menghentikan kegiatan berbahaya anak? Menurut Leigh Thompson dari Northwestern University’s Kellogg School of Management, Anda dapat memasukkan unsur simpati pada penjelasan yang diberikan. Contoh, daripada mengatakan “Jangan memukul meja!”, lebih baik berkata “Kalau mejanya dipukul, nanti mejanya sedih”. Dengan cara ini, anak akan belajar untuk merasakan simpati pada kejadian atau hal yang ada di sekitarnya.
Cara lain adalah dengan memberikan pilihan. Misalnya, ketika buah hati bermain bola di dalam rumah, Anda dapat memberikan pilihan seperti, “Kalau di dalam rumah, bolanya digelindingkan. Tapi, kalau mainnya di luar, bolanya boleh dilempar. Pilih yang mana?” Dengan cara tadi, anak akan merasa bahwa ia punya pilihan untuk melakukan kegiatan yang disukai. Hal ini sangat penting untuk ditanamkan sedini mungkin, karena berdampak pada kemandirian dan kecakapan anak dalam membuat pilihan.
Terakhir, jadilah panutan yang baik bagi anak dengan memberikan contoh langsung. Kenapa harus demikian? Proses pembentukan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh proses, imitasi dan identifikasi. Anak akan meniru dan menerapkan perilaku serta nilai-nilai yang dianut orang tua dengan melihat dan menelaah kejadian disekitarnya secara langsung. Jadi, daripada melarang anak melakukan sesuatu, lebih baik berikan contoh secara langsung agar nilai tersebut ditiru dan dianut oleh buah hati.
Mendidik si kecil memang bukan hal yang mudah. Karenanya, kesabaran dan ketelatenan Anda sebagai orang tua diperlukan. Ayo, semangat menjadi orang tua yang lebih baik!
Ingin baca tulisan saya lainnya? Yuk, kunjungi www,go-dok.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H