Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bancaan Pemilihan Kepala Desa

17 Maret 2023   15:48 Diperbarui: 17 Maret 2023   15:53 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lurah Klaten | pixabay.com/sik-life

Warga akan lebih memilih dari besaran amplop yang diberikan calon kades sebelum pemilihan. Misal tidak memilih calon pendonasi, warga bakal dihantui perasaan ewuh-pekwuh atau tidak enak hati. Itulah kenapa disebut pesta demokrasi, karena pada hari itu, warga tinggal duduk di rumah dan diberikan beberapa amplop yang besarannya beda-beda. Warga bahagia, meski pembanguan desa ke depannya biasa-biasa aja.

Dari realita pilkades di desa saya bisa menjadi gambaran pemilu yang lebih besar seperti pilgub, pileg, hingga pilpres. Pelajarannya, warga lebih suka mengutamakan kerukunan daripada saling caci maki di media sosial hanya karena beda pilihan politik. Sementara bagi calon pemimpin, percuma pandai hingga kuliah di luar negeri kalau tidak punya modal untuk kampanye dan membeli suara.

Entah sampai kapan, budaya jual-beli suara di negara penganut asas demokrasi akan tetap dibudayakan untuk berkuasa. Nyatanya warga masih suka menerima uang kes 100 ribu (bahagia sementara) dibandingkan kemajuan desa yang lebih abadi. Demikian yang menjadikan Indonesia masih biasa-biasa aja, karena warganya juga tidak bisa diajak berpikir maju.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun