Agama harus bisa dipahami secara logis ketika ilmu pengetahuan tersebar di internet. Ketidakcakapan belajar agama tanpa dilandasi pikiran yang logis berimplikasi pada rendahnya kualitas keyakinan seseorang. Agama dianggap sebagai objek suci yang dilarang untuk dipertanyakan dan dikritisi. Perdebatan seputar dalil atau tafsir agama tidak akan pernah menemukan jalan keluar selain kepatuhan pada logika berpikir.
Sayangnya, kajian filsafat masih dianggap tabu bagi kalangan muslim. Bahwa belajar filsafat rentan pada pembentukan keyakinan atau idelogi liberalisme. Ketika menjelaskan masalah agama dengan dasar filsafat akan mudah dicap liberal, sementara pikiran konservatif akan dicap radikal. Demikian yang menjadi bahasan rutin dalam beragama di media sosial.
Padahal akar tumbuhnya paham radikalisme dan sifat kebencian dimulai dari kemalasan masyarakat -termasuk kita sendiri- untuk berpikir. Sementara landasan berpikir adalah filsafat. Sebuah hadis dari kitab al-Awsath, bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Ciptaan Allah pertama adalah akal. Lalu, Allah memerintah kepada akal, 'Menghadaplah', akal itu pun menghadap. Lalu Allah memerintahkan, 'Renungkanlah', maka akal itu pun merenung,"***