Industri digital menjadi tawaran menarik secara ekonomi. Jutaan orang berlomba membuat konten untuk meraih popularitas (viral) dan keuntungan. Banyak selebritas dadakan keluar dari pekerjaan konvensional dan memilih menekuni dunia digital. Memanfaatkan paltform digital seperti YouTube, TikTok, Instagram, hingga Facebook.
Beberapa di antaranya rela melakukan aktivitas ekstrem seperti menyiksa orang tua (mandi tengah malam), membuat konten pornografi, hingga aksi Ria Ricis mengajak anaknya (balita) bermain jetski.Â
Dalam program pendidikan parenting, kegiatan Ria Ricis jelas tidak layak dicontoh sebab berpotensi pada risiko kecelakakan pada anak. Namun kurangnya sikap kritis masyarakat, malah banyak yang mendukung aksi YouTuber tersebut.
Banyak lagi perilaku selebritas yang dijadikan konten tidak berorientasi pada pendidikan selain sikap kebodohan yang bakal ditiru banyak masyarakat, khususnya fansnya. Meski ketenaran kadang tidak diperoleh dengan niat dan usaha, menjadi selebritas harus siap risiko pada tanggung jawab moral. Maju dan hancurnya generasi mendatang bergantung pada sajian tontonan dari selebritas.
Bukannya menyesal, banyak selebritas yang semakin ngawur membuat konten dengan dalih kebebasan berekspresi. Prihatinnya, banyak generasi milenial yang malah antusias menyaksikan tontonan yang jauh dari moralitas bangsa.Â
Semakin banyak kemunculan platform digital yang menjamin popularitas dan pendapatan, semakin bodoh dan berani masyarakat membuat konten agar viral.
Selebritas harus menyadari posisinya sebagai tokoh yang punya banyak pengaruh. Ketika menuntut diperlakukan sama dengan masyarakat lainnya, mereka harus bersedia meninggalkan gemerlap dunia digital.Â
Selebritas harus menyadari dirinya sebagai produsen konten, bukan konsumen. Produsen berarti harus punya standar produk yang layak untuk dikonsumsi masyarakat.
Selebritas punya kebebasan menjual kesedihan, kekayaan, keteraniayaan, dan kebodohan di internet. Tidak semua orang punya kapabilitas menyaring informasi dan kritis terhadap konten digital. Penggunaan media sosial oleh kaum muda telah menjadi cara hidup dan aktivitas pribadi yang dibuat untuk publik (Edge, 2017).
Media sosial menambah volume dan frekuensi konten pada ranah yang jauh lebih personal. Kesadaran media sosial merupakan praktik perusakan diri didorong oleh perasaan ingin mencari sensasi atau perhatian dari publik. Setelah mencapai kepopuleran, mereka melakukan segala konsekuensi yang membahayakan diri dan orang lain (penonton konten).