Menurut JW Santrock (2000), stres diartikan sebagai respon individu terhadap situasi dan peristiwa yang dianggap mengancam. Ada beragam tindakan yang manusia lakukan sebagai sebuah bentuk respon terhadap permasalahan yang memberikan rasa stres. Respons otak terhadap tekanan atau ancaman dibagi menjadi tiga bentuk yakni membeku (freeze), menghindar (flight), dan melawan (fight). Â Prinsip freeze, flight, dan fight telah terintegrasi dalam sistem syaraf dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup manusia sebagai spesies.
Freeze (membeku) merupakan tahap pertama dalam sistem pertahanan otak limbik, digunakan saat menghadapi pemangsa (bagi hewan) atau bahaya lainnya akibat suatu bentuk respon verbal atau sebuah gerakan yang dapat menimbulkan perhatian. Sedangkan Flight (menghindar) adalah respom menjauh dari deteksi pemangsa di situasi yang berbahaya. Bentuk ini untuk memberi kesempatan bagi subjek yang terancam untuk menganalisis situasi dan menentukan aksi yang harus dilakukan. Terakhir Fight (melawan) adalah taktik terakhir otak limbik untuk bertahan hidup dengan cara menyerang.
Manusia selalu bergelut dengan problematika kehidupan mulai dari urusan perbedaan persepsi antar individu maupun masalah mengenai orientasi tujuan hidup. Semakin bertambah usia kedewasaan seseorang, runtutan permasalahan akan terasa semakin berat hingga berdampak pada psikologi individu: stres.
Berbagai cara dilakukan manusia untuk mengatasi stres dan permasalahan hidup mulai dari konsultasi psikologi, pengobatan medis, hingga liburan. Namun, agama punya metode sendiri melihat beban hidup (stress) melalui kajian psikologi Islam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa cognitive reappraisal adalah salah satu strategi regulasi emosi yang paling efektif diibandingkan strategi expressive suppression. Cognitive reappraisal lebih efektif mengubah pengalaman-pengalaman emosional, dengan relatif lebih sedikit risikonya baik secara fisiologi maupun kognitif.
Islam mempunyai cara mengelola stres seperti dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 155 yang artinya "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." Ada beberapa macam cara untuk mengatur emosi (regulasi emosi) dalam Islam, seperti acceptance, cognitive reappraisal, dan suppressive (penekanan). Acceptance adalah penerimaan, dalam islam memahami dan menerima takdir-takdir Allah yang telah ditentukan.
Bahkan dalam surat Al-Insyirah ayat 5 dan 6, Allah menegaskan dalam susunan redaksi ayat yang sama, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Sehingga muslim memandang setiap permasalahan hidup akan diberikan jalan keluar dengan sikap sabar. Kualitas keimanan seseorang dapat dilihat dari caranya bersikap ketika stres.
Bucker (1991) dan Wallace (2007) menyatakan bahwa ada beberapa macam jenis stressor (penyebab stres) yang dialami manusia seperti kematian, perceraian, kesulitan ekonomi, frustasi, konflik, dan tekanan. Stres yang terjadi akan menimbulkan berbagai komplikasi gangguan secara fisik, sosial, maupun psikologis. Stres tidak mungkin dihindari, karena ujian dan cobaan dari Allah tidak dapat diatur oleh manusia. Langkah terbaik menghadapi sikap dan perilaku mengelola emosi agar mampu menangkal akibat stres.
Dalam Alquran, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan seorang muslim untuk mengatasi stres akibat permasalahan hidup. (1) Niat ikhlas dalam surat At Taubah ayat 91, (2) Sabar dan salat dalam surat Al Baqarah ayat 153, (3) Bersyukur dan berserah diri dalam surat Al Baqarah ayat 156, (4) Doa dan zikir dalam surat Ar Ra'd ayat 28.
Cara berpikir negatif yang menekankan persepsi stres sebagai sesuatu yang mengancam dan merugikan, perlu diubah menjadi berpikir positif yang menekankan kepada pengartian stres sebagai sesuatu yang tidak perlu dicemaskan. Bahkan individu perlu melihat adanya peluanguntuk mengatasi stres dan harapan-harapan positif lainnya. Saat musibah atau masalah datang, biasanya seseorang akan mudah timbul rasa kehilangan sesuatu dari dalam dirinya.
Hal ini membutuhkan rasa percaya (keimanan) bahwa kita (mausia) bukan siapa-siapa, diri ini adalah milik Allah. Apa punyang ada pada sekeliling kita adalah milik Allah SWT. Mensyukuri nikmat yang sudah diberikan dan selalu berserah diri untuk menghindarkan dari perasaan serakah dan beban pikiran lainnya.