Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Kentut, Merasa Menjadi Manusia Paling Benar

19 September 2022   13:56 Diperbarui: 19 September 2022   14:07 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

"Rausah nggagas cocotane tonggo" artinya tidak usah mempedulikan omongannya tetangga. Setidaknya itulah kutipan rohani yang biasa terdengar ketika hidup bermukim di sebuah desa. 

Miskin dihina, kaya dikucilkan. Tidak ada pujian, selain hanya sifat iri, dengki, dan tebar gosip antar tetangga. Punya mobil, alamat menjadi objek topik rasan-rasan khas pedesaan. Tuduhan korupsi, pesugihan, hasil curian, dan perilaku kriminal lainnya.

Apalagi bagi orang yang menggantungkan ekonomi dari dunia digital seperti freelance kontes logo, penulis di media, atau bloger dan YouTuber. Logika dasar masyarakat desa itu kerja dibayar. 

Punya banyak uang tapi cuma nongkrong di depan laptop harus siap digunjing seumur hidup. Setidaknya ini menjadi pengantar untuk jangan bercita-cita punya rumah di desa. Imajinasi kesederhanaan dan kebahagiaan hidup di desa hanya ada di FTV dan Sinetron.

Dari narasi di atas, ada hal menarik mengenai konsep iri dan hobi menyalahkan orang lain. Tidak boleh ada yang lebih baik dan sempurna dari dirinya. 

Sehingga gosip dan fitnah disebarluaskan dengan tujuan menjatuhkan orang lain yang dianggap mengancam eksistensinya. Jangan heran kalau sekarang banyak yang suka menyalahkan ajaran atau keyakinan orang lain. Lhawong sejak dari desa, pelajaran menyalahkan orang lain sudah dipupuk dan dikembangbiakan.

Makanya tips sederhana tinggal di desa ya jangan kaya-kaya amat. Secukupnya saja. Biar bisa srawung dan diajak kerja bakti dan kumpulan RT. Misal kelebihan duit, mending diinvestasikan atau disumbangkan ke yayasan yatim piatu. 

Percuma punya niat pamer kekayaan di desa, selain dapat pujian palsu dan hinaan tiada usai ketika ibu-ibu mulai kumpul arisan atau rewangan resepsi. 

Jika idealis tinggal di desa dengan gaya hidup yang glamor, maka cukup tutup kuping dan teriakan dalam hati, "Urip sepisan, rausah nggagas omongane tonggo". Jika sudah tidak kuat, lebih baik pindah tempat tinggal yang relevan dengan gaya hidup yang diimpikan. Bisa beli rumah di Pondok Indah atau apartemen di Pantai Indah Kapuk.

Filosofi Kentut

Buang angin alias kentut adalah proses pelepasan gas dari sistem pencernaan yang terbentuk sebagai hasil dari pencernaan makanan akibat udara yang tertelan. Ada berbagai jenis suara kentut yang biasanya mudah dideteksi dari ukuran tubuh seseorang. 

Semakin besar ukuran volume tubuh seseorang, semakin nyaring suara kentut yang dikeluarkan. Namun ada fakta unik bahwasanya nyaringnya kentut tidak berkorelasi dengan sengatan bau kentut. Malah kadang yang mematikan suara kentut yang tertahan (terjepit di sela pantat).

Apa pun itu, kentut tetap dianggap sebagai aktivitas yang tabu (hina). Ekspresi spontan menutup hidung meskipun baunya belum tercium menandakan bahwa kentut harus punya etika di depan umum. 

Bagi orang pendiam dan pemalu, keluarnya kentut secara tiba-tiba akan menciptakan suasana yang canggung. Bahkan ada yang rela tidak mengaku daripada mendapat perundungan.

Dalam beberapa tongkrongan malah ada yang suka iseng memberikan ancaman sumpah jika tidak ada yang mengaku. Pasti ada dong yang kentut jika dalam sebuah ruangan ada bau kentut. 

Tapi kok masih ada yang tidak mengaku? Apakah mengaku kentut lebih menakutkan daripada ancaman sumpah atas nama Tuhan? Selain sumpah keagamaan, juga ada sumpah penyakit seperti silit dobolen (pantat dobolen).

Fenomena kentut ini menjadi pelajaran berharga bahwa orang lebih suka membongkar aib orang lain - meskipun kentut juga bukan indikator aib - daripada mencari membongkar diri sendiri. 

Kalau aib sendiri sebisa mungkin disembunyikan meski dengan risiko silit dobolen. Sementara aib orang lain wajib dbongkar untuk setidaknya mengalahkan salah satu pesaing hidup di dunia.

Menariknya ketika sedang sendiri, kentut bisa dikeluarkan bebas dan loss. Suara fals dan bau menyengat dianggap biasa. Sementara kentut orang lain diekspresikan lebay seolah kumpulan bau-bau dunia dikombinasikan menjadi satu. 

Budaya menuduh kentut orang lain - padahal dirinya sendiri - sering diaplikasikan dalam berbagai momen kehidupan, termasuk para politikus terhormat yang duduk di tahta Kerajaan Konoha.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun