Pada saat ini dunia tengah berada di era revolusi industri Ke-4 (Industry 4.0) yang diwarnai implementasi kecerdasan buatan (artificial intelligence), super komputer, bigdata, cloud computation, dan inovasi digital yang terjadi dalam kecepatan eksponensial luar biasa yang akan berdampak secara langsung terhadap ekonomi, industri, pemerintahan, dan bahkan politik global.
Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan proses industrialisasi yang cerdas (smart industry) mengacu pada peningkatan otomatisasi, machine-to-machine dan komunikasi human-to-machine, artificial intelligence (AI), serta pengembangan teknologi digital berkelanjutan.
Revolusi Industri 4.0 juga dimaknai sebagai upaya transformasi menuju perbaikan proses dengan mengintegrasikan lini produksi (production line) dengan dunia siber, dimana semua proses produksi berjalan secara online melalui koneksi internet sebagai penopang utama.
Road Map Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Di Indonesia penerapan industri 4.0 diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi, mengurangi biaya operasional, serta efisiensi yang berujung pada meningkatkan ekspor produk dalam negeri. Dalam rangka percepatan implementasi Industri 4.0, Indonesia telah menyusun peta jalan (road-map) industri 4.0 dengan menetapkan lima sektor manufaktur yang akan menjadi prioritas utama dalam pengembangannya, antara lain industri makanan dan minuman, otomotif, elektronika, tekstil, dan kimia.
Kelima sektor industri tersebut diunggulkan mengingat selama ini telah menunjukkan kontribusinya yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sekadar contoh, industri makanan dan minuman, khususnya industri kelapa sawit, memiliki pangsa pasar dengan pertumbuhan mencapai 9,23% pada tahun 2017. Selain itu, industri tersebut juga menjadi penyumbang devisa terbesar dari sektor non-migas yang mencapai hingga 34,33% di tahun 2017.
Besarnya kontribusi sektor industri makanan dan minuman juga dapat dilihat dari nilai ekspor yang mencapai 31,7 miliar dollar AS pada tahun 2017, bahkan mengalami surplus neraca perdagangan bila dibandingkan dengan nilai impornya yang hanya sebesar 9,6 miliar dollar AS. Angka ini sekaligus menempatkan industri minyak sawit sebagai penyumbang devisa terbesar bagi negara.
Guna meningkatan produktivitas dan efisiensi secara optimal maka teknologi pendukung revolusi industri 4.0 mutlak segera diimplementasikan, antara lain penerapan Internet of Things (IoT), Advance Robotic (AR), Artificial Intelligence (AI) dan Digitalized Infrastructure (DI).
Transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri juga telah meningkatkan pendapatan per kapita dan mengantarkan masyarakat Indonesia dari agraris menuju ekonomi yang mengandalkan proses peningkatan nilai tambah berbasis industri yang diakselerasi oleh perkembangan teknologi digital.
Dalam konteks menghadapi revolusi industri 4.0 inilah sektor industri Kelapa Sawit perlu segera berbenah terutama dalam aspek teknologi digital. Hal ini mengingat penguasaan teknologi digital akan menjadi kunci utama yang menentukan daya saing Indonesia.
Sebab jika tidak, maka industri kelapa sawit Indonesia akan semakin tertinggal dari negara-negara lainya. Jika tidak melakukan peningkatan kemampuan dan daya saing di sektor (industri) prioritas, kita bukan saja tidak akan mampu mencapai target, namun justru akan digilas oleh negara-negara lain yang lebih siap di pasar global maupun domestik.
Digitalisasi Industri Kelapa Sawit
Sebagai pemain utama dalam industri kelapa sawit global, Indonesia perlu secepatnya berbenah. Efisiensi proses dan operasional mutlak segera dilakukan khususnya menyangkut kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak tenaga kerja seperti misalnya pekerjaan lapangan (infield activity) antara lain perawatan tanaman, perawatan lahan, kegiatan pemupukan, penyiangan, pemanenan dan pengangkutan buah hingga penimbangan dan sortasi. Hal ini mengingat di sektor ini ditengarai kerapkali terjadi inefisiensi waktu dan biaya.
Teknologi digital telah memudahkan banyak pekerjaan di industri sawit. Kini tak perlu lagi membuat data statistik yang dikumpulkan dari sejumlah kebun sawit secara manual. Kemudahan dan keunggulan lain dari teknologi digital adalah dapat mengcapture gambar atau foto dari tandan buah segar, selain juga lokasi kebunnya secara presisi dengan menggunakan tablet yang dapat mengakses GPS.
Dengan begitu, para manager lapangan tak hanya dapat dengan mudah melacak dan memantau aktivitas di kebun secara real-time, tapi mereka juga dapat melihat sendiri kualitas buah sawit dan mengetahui dengan tepat area mana saja yang mengalami masalah. Dan hebatnya, semua itu tak perlu kehadiran mereka di lapangan.
Selain kemudahan dalam mentransfer data dari lapangan ke lembar Excel di komputer dan juga membuat laporan mengenai kualitas buah sawit, digitalisasi juga memudahkan dalam mendata kehadiran karyawan dan pekerja lapangan untuk kemudian mengolah data tersebut untuk keperluan pengupahan dan insentif.
Pada prinsipnya penggunaan teknologi digital adalah mengganti proses manual dengan teknologi digital, sehingga dapat menekan biaya operasional, mempercepat pengiriman data dan informasi, menciptakan transparansi, dan menghindari manipulasi laporan. Sistem digital dapat menekan kecurangan karena terdapat kegiatan kontrol secara digital, sehingga akan tercipta efisiensi biaya dan membantu peningkatan produktivitas industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Catatan:
Karena terkendala masalah privasi, maka artikel ini telah mengalami beberapa perubahan (revisi). Informasi yang terkandung dalam artikel ini semata-mata ditujukan untuk memberikan edukasi kepada industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia agar segera berbenah dalam menghadapi era revolusi industri 4.0.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H