Mohon tunggu...
Joko Supeno
Joko Supeno Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Salah Kaprah Pengusutan BLBI

22 November 2017   15:14 Diperbarui: 22 November 2017   15:19 2238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Usut Kasus BLBI. Sumber gambar: cnnindonesia.com

Nah loh!, berarti sebenarnya sudah ada ketegasan BDNI sudah memenuhi kewajibannya.

Apalagi pada tanggal 30 November 2006, ketika BPK mengeluarkan audit No 34 G/XII/11/2006 dalam rangka penutupan BPPN yang diserahkan kepada DPR, juga memutuskan bahwa hasil pemeriksaan MSAA BDNI. BPK waktu itu berpendapat bahwa SKL layak diberikan karena pemegang saham BDNI telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA dan perubahan-perubahannya sesuai INPRES No 8/2002.

Lagipula, penyelesaian hal keperdataan BDNI pascabubarnya BPPN, sesuai perintah KKSK, ketika BPPN dibubarkan, piutang Dipasena sebesar Rp 4,8 trilyun, oleh BPPN diberikan kepada Divisi PPA Kementerian Keuangan. Untuk diketahui bersama, jumlah hutang petambak Dipasena sebelum krisis bernilai Rp1,3 triliun. Kemudian membengkak karena dinilai dolar yang naik menjadi Rp4,8 triliun.

Lupa BLBI
Lupa BLBI
Mungkin media, dan aparat kini lupa, bahwa di tahun 2004, atas Keputusan KKSK No.KEP.02/K.KKSK/02/2004 butir 3 (a) menegaskan bahwa hutang petambak direstrukturisasi setinggi-tingginya menjadi Rp100 juta per petambak, atau secara total Rp 1,1 triliun, dan sisanya senilai Rp3,7 triliun telah dihapuskan oleh KKSK. Keputusan merestrukturisasi hutang petambak itu sepenuhnya keputusan pemerintah, sesuai Tap MPR dan Inpres.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan para obligor yang belum memenuhi kewajibannya, seperti Atang Latief, Bank Indonesia Raya, James Januardy dan Adissaputra Januardy, Bank Namura Internusa, Ulung Bursa, Bank Lautan Berlian, Lidia Mochtar dan Omar Putirai, Bank Tamara, Marimutu Sinivasan, Bank Putera Multikarsa, Kaharudin Ongko, Bank Umum Nasional, serta Samadikun Hartono, Bank Modern.

Nama-nama inilah yang sesungguhnya yang lari dari tanggung jawabnya.

Pada zaman Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di tahun 2006 tiga dari para pengemplang BLBI itu, yakni James Januardy, Ulung Bursa, dan Omar Putirai sempat sowan ke Istana Negara. Kedatangan mereka ke Istana adalah tanda pemerintah meminta mereka secara baik-baik bayar kewajiban. Hasilnya apa? Nihil. Makanya, apabila dengan langkah persuasif tak mempan, maka langkah terbaik adalah dengan penindakan hukum.

Apalagi dalam pelbagai pemberitaan di bulan April 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyatakan kalau pemerintah masih memiliki data piutang negara dari obligor BLBI. Jadi, ia berjanji akan mengejar para obligor yang belum menunaikan kewajiban utangnya kepada pemerintah.

Ironisnya, niat itu baru sebatas niat. Para penegak hukum pun nyaris tak pernah menyinggung nama-nama itu. Jadi di saat nama-nama itu masih menghirup udara bebas, kenapa justru berkutat pada pengungkitan SKL BDNI?  Apa memang sengaja dijadikan pihak yang apes menerima semua kesalahan dalam BLBI? Wallahualam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun