Mohon tunggu...
Joko Supeno
Joko Supeno Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Salah Kaprah Pengusutan BLBI

22 November 2017   15:14 Diperbarui: 22 November 2017   15:19 2238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duuh apes. Sumber foto: pinterest.com/gosiahill

Penerbitan SKL itu dilakukan sebelum masa tugas Badan ini berakhir pada 30 April 2004, serta dikuatkan lewat Keppres Nomor 15/2004 yang diteken Presiden Megawati Soekarnoputri.

Yang perlu diperhatikan lagi, semua kebijakan dan skema di atas didasarkan bahkan pada UU No 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional, dan petunjuk teknis dalam Inpres No 8/2002, serta payung politik dua Tap MPR; Ketetapan MPR Nomor VI/MPR tahun 2002 dan TAP MPR Nomor X/MPR tahun 2001 untuk penyelesaian di luar pengadilan.

Harus dicatat dan disadari, semua dasar hukum dan payung politik yang disebutkan ini tidak ada yang dibatalkan, atau dicabut, atau diamendemen. Juga, ditegaskan pada UU No 25/2000 ditegaskan kalau debitur yang telah menandatangani dan memenuhi MSAA perlu diberikan jaminan kepastian hukum. Waktu itu Inpres No 2 Tahun 2002 juga menyatakan, debitur yang kooperatif dalam melaksanakan perjanjian perlu diberikan kepastian hukum.

Berdasar Inpres itulahS, KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) yang diketuai oleh Menteri Kordinator Perekonomian, Darajatun Kuntjoro-Jakti, memandatkan apabila semua ketentuan sudah dipenuhi, maka BPPN harus menyampaikan surat bukti penyelesaian itu kepada Pemegang Saham dan instansi penegak hukum terkait untuk dapat segera ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Rekomendasi KKSK ini kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Saat itu, Laksamana Sukardi memerintahkan kepada BPPN untuk melaksanakan perintah KKSK. Sehingga BPPN mengeluarkan SKL kepada para debitur yang sudah menyelesaikan kewajibannya kepada pemerintah, termasuk BDNI ini.

Duuh apes. Sumber foto: pinterest.com/gosiahill
Duuh apes. Sumber foto: pinterest.com/gosiahill
Apes

Bila jejak kejadiannya seperti ini, setuju atau tidak, tentu muncul pertanyaan besar, kenapa hanya SKL BDNI yang kembali dipermasalahkan. Bukankah asetnya sudah semua dikuasi negara dan dikelola oleh Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang dimiliki pemerintah?

Kenapa pemilik BDNI Sjamsul Nursalim yang sakit dan kini bermukim di luar negeri adalah pihak yang sangat pas untuk jadi 'sasaran tembak'? Apa karena pengusaha ini tak pernah muncul di media sehingga sah-sah saja jadi bulan-bulanan? Mungkin ada juga pemikiran, toh dia gak akan melawan, bukan?

Kasus BLBI BDNI ini menarik, karena diposisikan menjadi salah satu kasus besar tak rampung-rampung. Atau sengaja dijadikan tumbal? Atau hanya apes. Siapa yang tahu.

Tanpa bermaksud memihak, pengungkitan SKL BDNI ini terlihat makin aneh kalau mengacu pada keputusan yang dikeluarkan pemerintahan terdahulu, dalam akta Letter of Statement pada 25 Mei 1999 di hadapan Notaris Merryana Suryana di Jakarta.

Isinya dijelaskan kalau pemerintah membebaskan dan melepaskan Sjamsul Nursalim, sebagai pemilik BDNI, dari kewajiban lebih lanjut atas BLBI dan berjanji tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun atau menjalankan hak hukum apapun, yang dimiliki, bilamana ada, terhadap Sjamsul Nursalim atas segala hal berkaitan dengan BLBI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun