Subsidi BBM : KISS, Keep It Simple and Stupid
Sekali lagi, antrian di SPBU terlihat lagi. Pemandangan seperti ini akan terus dan terus terjadi.
Mari kita urai masalah subsidi ini, tetapi dengan cara orang bodoh saja, karena saya orang bodoh
Kesalahan awalnya adalah dalam penggunaan istilah : Subsidi BBM. Bila istilah ini di ganti dengan Subsidi Transportasi... mungkin masalahnya akan mudah dipecahkan.
Difinisi ( ala Ki Jokosiyo ) : Subsidi Transportasi adalah subsidi yang diberikan negara kepada rakyatnya untuk melakukan transportasi (perpindahan) baik manusia ataupun barang.
dari difinisi diatas, harusnya subsidi diberikan langsung kepada alat transportasinya, sepeda motor, mobil, bus dan truk serta kapal.
Berapa besarannya yang layak ditanggung oleh negara???
Untuk ilustrasi: misal, sepeda motor 20 liter/bulan, dianggap sepeda motor 100 CC. moda transportasi lain tinggal mengkonversi berapa liter/bulannya berdasarkan besaran CC moda tersebut atau dengan rumusan lain.
Cara KISS.
Pemerintah harus menaikan harga BBM kepada harga sesungguhnya misal bensin Rp. 10.000,-/liter
Subsidi yang berlaku sekarang adalah Rp.10.000,- - Rp. 6.500,- = Rp. 3.500,- / liter. sehingga untuk alat transportasi sepeda motor 100 CC negara harus memberikan subsidi langsung kepada pemiliknya sebesar Rp. 3.500,- X 20 liter = Rp. 70.000,- /per bulan. untuk moda lain tinggal mengkonversi berdasar besaran CC ( atau rumusan lain ).
Bagaimana mekanismenya ???
Subsidi ini dapat diambil langsung tunai istilah kerennya Bantuan Langsung Transportasi dengan menunjukan STNK, bisa dibayar dimuka atau bisa juga dibayar dibelakang.
Apakah 20 liter itu cukup ???
Kalo ternyata seseorang ( sepeda motor ) membutuhkan lebih dari 20 liter perbulan maka kelebihannya otomatis harus membayar harga penuh Rp. 10,000,-/liter, karena dana BLT sudah dihabiskan untuk membeli 20 liter.
Apakah keuntungan cara KISS ini ???
- Konsumsi BBM akan menurun dengan sendirinya sehingga Subsidi BBM akan semakin kecil
- Alokasi anggaran Subsidi transportasi tidak akan meleset dari hitungan APBN, sebab jumlah moda transportasinya jelas.
- Meniadakan dikotomi Warga Negara : Miskin - Kaya
- Menghilangkan penyelewengan BBM bersubsidi oleh siapapun baik untuk dijual pada industri maupun diselundupkan keluar negeri.
- Mafia BBM akan mati dengan sendirinya.
- Pengembangan Bahan Bakar Nabati akan lebih cepat, karena harganya bisa bersaing dengan bahan bakar fosil.
- dll.
itulah cara BODOH, Keep It Simple and Stupid
Pak Jokowi tidak perlu merengek-rengek minta SBY menaikan harga BBM. Setalah dilantik nanti bisa menerapkan cara ini.
Salam Indonesia Sejahtera
baca juga kebodohan saya:
http://politik.kompasiana.com/2014/08/18/nkri-versi-uud-1945-asli-669079.html
http://politik.kompasiana.com/2013/11/24/uji-nyali-capres-2014-2019-612580.html
;
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H