Mohon tunggu...
joko santoso hp
joko santoso hp Mohon Tunggu... Konsultan -

Pemerhati humaniora / Pernah di industri Advertising 18 tahun / Pernah "kesasar" di Senayan 5 tahun / Penggemar Sop Kaki Kambing

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Strategi Pamit si Kutu Loncat

2 Oktober 2015   14:49 Diperbarui: 2 Oktober 2015   16:05 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya, nama Anda akan tersemat anggun jika Anda melepas nama besar—justru—ketika nama itu tengah Anda sandang. (Namun, rasanya jarang yang mau melakukannya, ya...)

Selain bijak, juga sunnatullah bahwa generasi yang lebih senior harus memberi kesempatan kepada generasi yunior. Daun-daun tua akan berguguran tergantikan oleh tunas-tunas yang ranum.

Tapi, mundur dari perusahaan, tak ada hubungannya dengan sunnatullah. Jika pun dipaksakan ada, tak erat-erat benar. Lagi pula, sorry, ini bukan sebuah tips yang baik bagi Anda yang menganut monoloyalitas atau monokarier, karena tentu tersedia pula tempat yang terhormat bagi mereka yang stay seumur hidup mengabdi di satu perusahaan. Mengundurkan diri karena jengkel terhadap kebijakan perusahaan hanya akan menghasilkan rasa puas lantaran emosi Anda terlampiaskan. Tapi, bubarkah perusahaan hanya karena Anda keluar?

Jangan-jangan, perusahaan malah semakin maju, justru karena Anda keluar? Artinya, perusahaan malah bersyukur tak perlu mengamputasi borok di tubuhnya, he he he...

Lalu, jika Anda keluar ketika perusahaan dalam keadaan merugi, itu akan menorehkan luka. Para petinggi perusahaan akan tersinggung: “Ah, elu kan hanya mau untungnya aja.”

Tapi, mengundurkan diri ketika reputasi Anda sedang berada di puncak... sangat lain persoalannya! Percayalah.... Anda suatu saat akan dipanggil—setidaknya, akan dipertimbangkan—untuk bergabung kembali di perusahaan itu. Dan, ini yang penting: tentu dengan negosiasi standar gaji dan remunerasi yang disesuaikan dengan “kelas” Anda, dan bukan sekadar dengan standar perusahaan.

Saya pernah “ketagihan” melakukannya. Dari dua belas kali berpindah perusahaan, saya hanya menjalaninya di enam perusahaan. Artinya, di enam perusahaan—yang sebagian multinasional itu—saya bekerja dua kali dalam kurun waktu yang berbeda.

Betapa pun ‘loncat-meloncat” dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya terkesan aib, saya telah membuktikan kesahihan kata-kata bijak, “Don’t burn bridge you.” –jangan bakar jembatan di belakangmu. Percayalah, suatu saat ia akan menghubungkanmu kembali dengan sesuatu yang lebih baik.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun