Mohon tunggu...
joko santoso hp
joko santoso hp Mohon Tunggu... Konsultan -

Pemerhati humaniora / Pernah di industri Advertising 18 tahun / Pernah "kesasar" di Senayan 5 tahun / Penggemar Sop Kaki Kambing

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Strategi Pamit si Kutu Loncat

2 Oktober 2015   14:49 Diperbarui: 2 Oktober 2015   16:05 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kreativitas sebagai ruh industri periklanan memeroleh tempat yang sangat terhormat. Hutomo Santoso—sahabat yang mengasyikkan sekaligus komisaris perusahaan itu—bahkan merenovasi tampilan kantor dalam gaya postmo beraksen “out of space” yang membuat adrenalin karyawan meletup-letup. Kami merasa seakan bergabung dalam sebuah pasukan marinir yang bersumpah merebut Iwajima.

Tak heran jika hanya dalam waktu dua tahun, derajat Kreasindo melenting. Dari perusahaan ‘nothing’ menjadi ‘something’. Bahkan, lebih dari itu, bertengger dalam urutan sepuluh besar di susunan anak tangga perusahaan periklanan, di mana mayoritasnya diduduki pemain asing.

Lalu apa alasan saya keluar, justru di saat perusahaan itu tinggal menunggu “Hari H”-nya saja dibeli raksasa asing? Justru karena akan menjadi asing itulah permasalahannya. Tiba-tiba saya merasa bersalah. Dua tahun saya memimpin sekumpulan anak-anak negeri yang brilian di sana untuk berpadu menciptakan karya- karya terbaik. Dan, pada saatnya, menyerahkannya kepada perusahaan asing.

Dalam konteks kepentingan industri komunikasi periklanan yang mengglobal, tentu tak ada salahnya berafiliasi dengan asing. Bahkan, fenomena itu menjadi dambaan banyak perusahaan lokal.

Alasannya sederhana. Periklanan adalah ujung belalai dari merambahnya gurita globalisasi. Tak terhitung banyaknya merek komoditas dipasarkan di Indonesia, di mana induk perusahaannya berada di Amerika, Eropa, Jepang, Korea, atau China.
Di negara asalnya, komunikasi pemasaran produk-produk itu ditangani oleh advertising agency multinasional tertentu. Jika sebuah perusahaan lokal di sebuah negara berafiliasi dengan agency itu, tanpa “ba-bi-bu” secara otomatis akan menangguk billing dari kampanye pemasaran produk itu di negara tersebut.

Beberapa sahabat di Kreasindo menyemangati saya agar tidak terlalu “merasa berdosa” ikut mengantarkan sukses perusahaan ke tangan asing, karena justru di tangan asing, mereka yakin bahwa perhatian perusahaan akan lebih membaik. Namun, semua itu tak bisa menghentikan niat saya untuk melepas jabatan Creative Director yang prestisius itu.

Bukan hanya sekali ini saya pamit mengundurkan diri dari perusahaan justru ketika perusahaan tengah dalam kondisi terbaiknya. Dari Matari, saya berpindah ke Bates. Dari Bates, kembali lagi ke Matari. Lalu ke Binamark, Fortune - DDB, lantas ke Bates lagi, dan terakhir di Leo Bumett.

Beberapa media, seputar tahun 1997, menjuluki saya sebagai salah satu “kutu loncat” di industri periklanan nasional. Bukan, bukan hanya saya yang hobi loncat- meloncat itu! Mereka yang ‘laku keras” di industri yang sarat dengan bajak-membajak profesional itu juga melakukan hal yang sama. Meski agak malu, ada pula rasa bangga.

Pertanyaannya, kenapa saya malah mengundurkan diri ketika situasi kerja sedang enak-enaknya? Ketika perusahaan sedang melejit-melejitnya?

Ketika rumus umum mengatakan bahwa “orang pasti akan bertahan selama-lamanya bekerja di kantor yang dirasakannya enak”, saya dengan sadar dan nekad membalik rumus itu—justru dengan mengundurkan diri ketika nama sedang berkibar; ketika perusahaan tengah meraup puncak keuntungannya.

Jangan sekali-kali mengundurkan diri ketika perusahaan sedang terengah-engah atau reputasi Anda cenderung rendah. Saya menyayangkan seorang teman yang keluar dari sebuah perusahaan hanya karena bosnya terlalu cerewet, misalnya. Atau, karena ruangannya berhadapan persis dengan si “biang gosip”, hingga membuatnya tidak kerasan bertahan lama-lama.
Atau, seseorang yang keluar dari sebuah perusahaan karena alasan gaji yang kurang. Jurus gaji ini hanya bisa dipakai sekali seumur hidup. Jika prestasi Anda dinilai bagus, Anda akan ditahan agar tidak keluar dengan iming-iming kenaikan gaji. Jika lain waktu Anda mengajukan lagi pengunduran diri dengan alasan yang sama... nasib surat Anda akan berakhir di keranjang sampah! Itu bukan pamit, melainkan pemerasan namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun