Mohon tunggu...
joko santoso hp
joko santoso hp Mohon Tunggu... Konsultan -

Pemerhati humaniora / Pernah di industri Advertising 18 tahun / Pernah "kesasar" di Senayan 5 tahun / Penggemar Sop Kaki Kambing

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Strategi Pamit si Kutu Loncat

2 Oktober 2015   14:49 Diperbarui: 2 Oktober 2015   16:05 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Gambar: http://chinatravelgo.com/huangshan-travel-guide)

Bemdt Soderbom, CEO Kreasindo - Leo Bumett itu, terhenyak ketika saya mengajukan pengunduran diri sebagai Creative Director di perusahaannya. Ia tak menyangka, keputusan itu saya buat justru ketika PT Kreasindo yang dipimpinnya sedang berada di titik yang paling menentukan untuk berubah menjadi perusahaan dunia.

Setelah dua tahun kami bekerja keras, Kreasindo yang mulanya hanya memiliki dua puluh orang karyawan itu melejit masuk kategori lima besar dalam kancah industri periklanan di Indonesia. Prestasi ini telah membangkitkan “birahi” Leo Bumett Worldwide—salah satu perusahaan periklanan terbesar di AS—untuk meminang Kreasindo bergabung di dalam international network link Burnett.

“Apakah gajimu kurang?” pertanyaan klasik ini terlontar dari mulut orang Swedia itu.

Saya menggeleng. Bukan itu persoalannya. Selama tiga belas tahun karier saya jalani sebagai pengarah strategi komunikasi, saya merasa di Kreasindo - Leo Bumett memeroleh imbalan yang lebih dari cukup. Pendeknya, kami sekeluarga hidup layak. Industri periklanan telah memberi imbal-balik yang setara atas kerja keras yang belasan tahun saya jalani.

“So, what?” desak Berndt selanjutnya. Ia sendiri tak menyangka bahwa di negeri yang bernama Indonesia ini air matanya yang mahal itu bisa menetes hanya karena seorang ‘buruh lokal’-nya pamit. Saya sendiri harus mengakui bahwa dua setengah tahun bergabung bersamanya adalah masa-masa yang terindah dalam perjalanan karier saya.

Saya tak lupa ketika kami berdua—dari sebuah perusahaan “teri”, plus sebuah negara yang cenderung diabaikan—gemetar saat melakukan presentasi di hadapan perwakilan Burnett seluruh dunia. Kami berdua meluap gembira ketika Michael Conrad—sang author konsep periklanan Marlboro yang tersohor itu—bertepuk tangan (entah basa-basi atau tidak) atas presentasi saya yang basah kuyup oleh keringat dingin itu.

Sungguh menggairahkan. Dua puluh karyawan Kreasindo berikrar untuk bersama-sama bekerja keras membangun perusahaan kecil mereka—yang lebih pantas disebut creative boutique—agar menjadi perusahaan komunikasi periklanan dalam arti yang sebenar-benarnya.

Komitmen bersama ini sukses memanasi saya untuk hengkang dari perusahaan multinasional Backerspielvogel Bates—saat mana saya menjadi Creative Director sebelumnya—untuk bergabung di Kreasindo.

Segera kami mengemas komitmen untuk berjuang membesarkan perusahaan itu dengan pelbagai cara. In house training, domestik maupun ke mancanegara, dengan giat dilakukan. Rekrutmen dilakukan dengan super hati-hati, agar benar-benar memeroleh insan-insan periklanan yang bersedia “memberi lebih”. Sebagai konsekuensinya, perusahaan committed untuk juga memberikan remunerasi yang lebih kepada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun