Mohon tunggu...
Joko Santoso
Joko Santoso Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Seorang yang terus belajar tentang apapun. ingin terus berbuat dimulai dari lingkaran terkecil dalam lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Penggunaan Media Sosial Dalam Kampanye Pilpres 2024: Buzzer dan Konsekuensi Hukumnya

6 Februari 2024   01:08 Diperbarui: 6 Februari 2024   01:13 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan presiden (Pilpres) 2024 semakin dekat, dan media sosial (medsos) diprediksi akan menjadi salah satu platform utama dalam kampanye politik. Penggunaan medsos dalam pilpres 2024 perlu dikaji secara kritis, terutama terkait dengan peran buzzer dan konsekuensi hukumnya.

Definisi Buzzer menurut Cambridge Academic Content Dictionary adalah "an electronic device that makes a buzzing sound". Jika diterjemahkan secara bebas, buzzer yang berarti sebagai perangkat elektronik yang mengeluarkan suara mendengung.

Rieka Yulita Widaswara, dkk dalam artikel "Tantangan Pers di Era Digital" dalam buku Book Series Jurnalisme Kontemporer: Etika dan Bisnis dalam Jurnalisme (hal. 196) menerangkan, pada umumnya, buzzer memiliki akun media sosial palsu yang bertujuan untuk membantu kegiatan kampanye.

Peran Buzzer dalam Kampanye Politik diantaranya Meningkatkan popularitas kandidat, Buzzer dapat membuat konten positif tentang kandidat dan menyebarkannya secara luas di medsos. Namun Buzzer juga dapat digunakan untuk Menyerang kandidat lawan: Buzzer dapat menyebarkan informasi negatif tentang kandidat lawan untuk menjatuhkan kredibilitas mereka, bahkan memanipulasi opini publik: Buzzer dapat menggunakan akun palsu untuk menyebarkan opini yang menguntungkan kandidat tertentu.

Hal ini dapat dilihat dari trending topik salah satu media sosial yaitu twitter atau x berikut ini yang merupakan tangkapan layar pada tanggal 5 Februari 2024 pada pukul 11.30 yang menurut penulis mengindikasikan adanya Buzzer dalam trending #Gnj4rK3hilanganHarapan sebagai berikut:

Tangkapan Layar Twitter 5 Februari 2024 Pukul 11.30
Tangkapan Layar Twitter 5 Februari 2024 Pukul 11.30

Penggunaan buzzer dalam kampanye politik dapat menimbulkan konsekuensi hukum seperti penyebaran hoaks, Buzzer yang menyebarkan informasi bohong atau menyesatkan dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diataranya Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE") melarang: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Selain itu juga jika melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik, buzzer yang menyebarkan konten yang menghina atau mencemarkan nama baik kandidat lain dapat dijerat dengan KUHP Pencemaran tertulis (Pasal 310 ayat (2)): Tindakan menulis dan/atau menyebarkan tulisan yang merugikan dan merusak reputasi seseorang atau suatu embaga. Fitnah (Pasal 311): Tindakan menyebarkan kabar bohong atau tuduhan tidak benar terhadap seseorang dengan tujuan merugikan dan merusak citranya.

Penggunaan buzzer dalam pilpres 2024 menghadirkan beberapa tantangan, seperti:

  • Kesulitan melacak dan menindak buzzer, Buzzer sering kali menggunakan akun palsu dan anonim, sehingga sulit untuk dilacak dan ditindak.
  • Potensi polarisasi dan perpecahan, Penggunaan buzzer dapat memperparah polarisasi dan perpecahan masyarakat.
  • Ancaman terhadap demokrasi, Manipulasi opini publik oleh buzzer dapat mengancam demokrasi dan proses pemilu yang adil.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan solusi seperti:

  • Peningkatan literasi digital masyarakat, Masyarakat perlu di edukasi agar dapat memilah informasi yang benar dan tidak benar di medsos, terutama peran KPU sebagai penyelenggara pemilu perlu berperan lebih aktif lagi, dengan anggaran yang besar seharusnya edukasi melalui media sosial dapat dilakukan, hal ini menurut penulis masih kurang dilakukan penyelenggara pemuli saat ini.
  • Peraturan yang lebih tegas, Pemerintah perlu memperketat peraturan terkait penggunaan buzzer dalam kampanye politik. jika ada dugaan hoax pemerintah harusnya terutama kepolisian dapat ditindak tanpa harus viral terlebih dahulu.
  • Penegakan hukum yang konsisten, Penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh buzzer sangatlah penting, netralitas penegak hukum juga diperlukan dalam hal ini.

Pada akhirnya kita sebagai penggunaan medsos dalam pilpres 2024 harus melakukannya secara bertanggung jawab. Penggunaan buzzer dapat membawa dampak positif dan negatif. Oleh karena itu, penting untuk memahami konsekuensi hukumnya dan mencari solusi untuk mengatasi tantangan yang ada. Masyarakat perlu berperan aktif dalam mencermati informasi di medsos dan memastikan bahwa pilpres 2024 berlangsung secara adil dan demokratis.

Referensi:

https://jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/buzzer-dalam-kaca-mata-hukum

https://www.hukumonline.com/klinik/a/ibuzzer-i-bisa-dijerat-uu-ite--ini-penjelasannya-lt617bdc4b99d70

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun