Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Indonesia Perlu Sex Amnesty untuk Tangkal Resesi Seks!

22 Desember 2022   08:03 Diperbarui: 29 Desember 2022   10:02 1914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Perlu Sex Amnesty untuk Tangkal Resesi Seks! (foto: dreamstime)

Kebingungan mungkin melanda warga Negara Kesatuan Republik Indonesia saat mendengar atau membaca istilah "resesi seks", apalagi jika dikaitkan dengan kemungkinan hal tersebut melanda Bumi Pertiwi.

Jika masih hidup, filsuf Jerman Arthur Schopenhauer akan bersabda, "yang awam terheran-heran dan yang ahli bertanya-tanya". Namun demikian, admin Kompasiana tetap secara tegas telah melontarkan pertanyaan-gagasan bak seorang ahli: bisakah Indonesia terserang resesi seks?

Apa iya Indonesia bisa mengalami resesi seks? Apakah Indonesia sama dengan Jepang atau Korea Selatan, dua negara Asia yang konon sedang terserang resesi seks?

Jepang dan Korea Selatan adalah dua negara dengan tingkat kesuburan terendah di Asia bahkan salah dua yang terendah di dunia. Menurut data PRB atau Population Reference Bureau (2021), rata-rata perempuan Jepang sepanjang hidupnya hanya akan memiliki 1,6 orang anak pada tahun 1990 dan 1,3 orang anak pada tahun 2020. 

Indikator kesuburan yang disebut sebagai total fertility rate atau tingkat kesuburan total yang disingkat TFR ini juga menunjukan kecenderungan penurunan untuk Korea Selatan, yaitu dari 1,6 (1990) menjadi 0.8 (2020). 

Artinya saat ini, (tahun data 2020) secara rata-rata seorang perempuan di Korea Selatan hanya akan memiliki kurang dari 1 anak sepanjang hidupnya, tepatnya 0,8 anak.

Rendahnya tingkat kesuburan di 2 negara Asia Timur ini berpotensi memiliki dampak yang cukup menguatirkan dalam beberapa puluh tahun ke depan. Menurut BBC (2012), populasi Jepang pada tahun 2060 bisa berjumlah hanya 2/3 dari populasi pada tahun 2012. 

Menurut the World Population Prospect untuk Korea Selatan dari PBB (2022) penduduk Korea Selatan yang kini berjumlah sekitar 52 juta jiwa bisa hilang sampai separuhnya pada akhir abad 21 ini. Otoke?

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut data yang sama, PRB (2021), rata-rata perempuan di negara kita sepanjang hidupnya memiliki 3 orang anak pada tahun 1990 dan 2,1 orang anak pada tahun 2020. 

Angka TRF atau tingkat kesuburan total ini jauh berada di atas TRF Jepang atau Korea Selatan. Menurut data the World Population Prospect untuk Indonesia dari PBB (2022), kemungkinan jumlah penduduk Indonesia masih akan tumbuh mencapai hampir 300 juta jiwa pada tahun 2100 dari jumlah penduduk sekitar 275 juta jiwa pada tahun ini. 

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2060-an. Setelah tahun tersebut jumlah penduduk akan terus bertambah namun dengan kelajuan yang lebih lambat dari sebelumnya.

Dalam pengertian bahwa resesi seks adalah menurunnya kesuburan rata-rata, atau penurunan aktivitas seksual reproduktif (memiliki keturunan) berarti tidak ada alasan untuk takut bahwa Indonesia akan terserang resesi seks, bahkan sampai tahun 2060.

Bagaimana dengan aktivitas seks yang tidak terkait dengan tujuan memiliki keturunan alias untuk ena-ena?

CBS News (2019) mengungkap hasil survey nasional kesuburan di Jepang yang menunjukan bahwa  1 dari 10 pria yang berusia  30-an di negara matahari terbit tersebut adalah masih perjaka atau belum pernah berhubungan seks dengan lawan jenis. 

Sementara di Korea Selatan, umur rata-rata pengalaman seks pertama dialami oleh seorang pria pada usia 21,8 tahun dan perempuan 23,9 tahun (Koreaboo.com, 2018). 

Bagaimana dengan statistik aktivitas ena-ena di Indonesia?

Data survey lawas dari KPAI (2007) mengungkap bahwa 62,7 persen remaja SMP mengaku sudah tidak perawan lagi, sementara 21,2 persen remaja SMA di Indonesia mengaku pernah melakukan aborsi. 

Indonesia Perlu Sex Amnesty untuk Tangkal Resesi Seks! (foto: dreamstime)
Indonesia Perlu Sex Amnesty untuk Tangkal Resesi Seks! (foto: dreamstime)

Kemenko PMK (2020) mengungkapkan dua hal menarik. Pertama adanya survei KPAI dan Kemenkes pada Oktober 2013 yang menemukan sebanyak 63% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya maupun orang sewaan dan dilakukan dalam hubungan yang belum sah. 

Kedua, survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 mengungkapkan bahwa sekitar 2% remaja wanita usia 15-24 tahun dan 8% remaja pria usia di usia yang sama mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan 11% diantaranya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan 

Koran Sindonews (2019) mengungkap data BPS yang menyebutkan bahwa angka persentase pernikahan dini di Tanah Air meningkat menjadi 15,66% pada 2018, dibanding tahun sebelumnya 14,18%. Pernikahan dini adalah pernikahan di mana mempelai perempuan berusia di bawah 16 tahun (!). 

Suara Merdeka (2019), Tagar.id (2019), IDN Times (2019) mengutip pernyataan beberapa pakar BKKBN di tempat yang berbeda yang menenggarai bahwa seks bebas di usia dinilah yang menyebabkan kehamilan di luar nikah yang menjadi salah satu penyebab tingginya persentase pernikahan dini.

Jadi berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan yang mengalami adanya penundaan aktifitas seksual rekreatif maupun semakin sedikitnya aktifitas seksual reproduktif, di Indonesia ada kecenderungan bahwa aktivitas seksual warga NKRI dimulai pada usia yang sangat dini. 

Aktifitas seksual usia dini inilah yang untuk para pakar dianggap jadi biang keladi tingginya pernihakan dini ataupun aborsi yang merupakan tindak ilegal. 

Dari kesimpulan ini, resesi seks di Indonesia dapat didefinisikan sebagai minimnya pemahaman akan seks yang sehat, terutama terkait usia yang tepat dan alasan di belakangnya. 

Minimnya pemahaman ini menyebabkan terlalu banyaknya warga NKRI yang melakukan kegiatan seksual pada usia dini, jelas dengan motivasi ena-ena tanpa menyadari konsekuensinya. 

Aborsi yang seringkali menjadi solusi tentu beresiko tinggi seperti yang ditunjukan oleh besarnya angka kematian ibu (AKI). 

Jika pasangan remaja dinikahkan, tentu kita layak kuatir akan kualitas anak-anaknya kelak. Bagaimana kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang dilahirkan oleh pasangan yang terpaksa menikah pada usia yang masih belia? 

Satu strategi ampuh yang dapat ditempuh untuk mengatasi resesi seks a la negara +62 adalah sex amnesty! 

Apa itu sex amnesty? Minimum ada dua arti yang bisa kita ambil dengan implikasinya yang sangat praktis.

Pertama, bersifat konotatif, sex amnesty dapat diartikan sebagai sex education amnesty atau pengampunan pendidikan seks.

Mengapa mengampuni pendidikan seks?

Mengadaptasi definisi tax amnesty sebagaimana dalam UU no 11 tahun 2016, maka sex education atau pendidikan tentang seks adalah hal yang begitu ditelantarkan oleh negara Indonesia selama puluhan tahun.

Angket yang dilakukan oleh perusahaan kondom Durex (Detik, 2019) mengungkapkan bahwa 84 persen remaja 12-17 tahun di Indonesia belum pernah mendapat pendidikan seks. Republika (2015) juga mengutip angket yang dilakukan fabrikan pembalut Laurier yang menyatakan bahwa hanya 1 dari 4 remaja putri berusia 13-19 tahun yang pernah membahas masalah seksualitas dengan orang tuanya.

Pengamat kesehatan seksual, dr Boyke SpOG (Detik, 2016) menenggarai rendahnya pendidikan seks secara formal di sekolah maupun di dalam keluarga sebagai biang keladi tingginya angka aborsi di Indonesia yang menjadi sebab utama besarnya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia. 

Apa yang harus kita lakukan?

Sebagaimana tax amnesty menuntut adanya 'pengungkapan harta', maka pada sex (education) amnesty, Indonesia harus memulai dengan langkah awal untuk memetakan masalah. 

Survey atau angket pada level nasional harus dilakukan untuk segera memetakan seberapa minim pengetahuan masyarakat tentang seksualitas. Angket nasional harus berfokus pada golongan usia anak-anak sampai akhir golongan usia aktif secara seksual.

Berdasarkan hasil angket nasional, strategi pendidikan seks secara formal lewat sekolah maupun secara informal lewat badan-badan kemasyarakatan yang melibatkan keluarga harus segera digodok dan diterapkan.

Kedua, sex amnesty juga berarti pengampunan seksual secara mental.

Economica (2020) mengungkap pendapat Sri Wiyanti pakar dari Fakultas Hukum IGM yang mrnyatakan bahwa para penentu kebijakan di Indonesia masih belum berani menerapkan kurikulum formal pendidikan seks karena masih terbawa wacana dari kelompok tertentu yang hanya melihat pendidikan seks sebagai isu moral dan bukan sebagai kebutuhan. 

Di artikel yang sama dr. Hasto Wardoyo Kepala BKKBN juga menyatakan kentalnya persepsi publik yang masih menganggap bahwa pendidikan seks lebih memberikan dampak negatif dibandingkan dampak positif. 

Memandang seksualitas sebagai hal yang tabu dan mengandangi isu tersebut dalam masalah moral adalah hal yang tidak lagi relevan. 

Masyarakat Indonesia jelas butuh pengertian bagaimana mengelola dan menyalurkan nafsu seksual secara sehat dan hal itu tidak bisa dipagari hanya oleh norma-norma agama, budaya ataupun sosial.

Akhirnya, di luar isu daruratnya pendidikan seks di tanah air ini, jika kita tetap berpikir bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan menghadapi resesi seks dalam artian kurangnya aktifitas seksual baik untuk ena-ena maupun untuk reproduksi seperti di Jepang dan Korea Selatan, maka Anda dapat menambah definisi sex amnesty dengan pengertian ketiga.

Apa itu?

Tentu saja, secara harafiah dan hurufiah, sex amnesty dapat kita artikan sebagai hutang kegiatan seks yang entah karena sebab apa sering tidak dilakukan di masa yang sudah berlalu, dan kini tanpa adanya penalti atau hukuman, harus mulai dibayarkan dan dilakukan.

Tentu dengan pasangan, yaitu suami atau istri masing-masing yang sah de jure dan de facto.

Fix no debat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun