Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Buta Etika di Lift, Malah Tuduh Orang "Predator"

18 Oktober 2021   10:48 Diperbarui: 20 Oktober 2021   19:29 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda dituduh sebagai seorang penjahat kelamin? Saya pernah dua kali dituduh demikian dan rasanya sama sekali tidak enak. Pahit! 

Kedua kejadian apes ini saya alami di lift. Dalam perspektif saya, dua kasus itu terjadi karena sang penuduh, keduanya perempuan, tidak faham etika atau adab menggunakan lift.

Dalam dua kasus yang saya alami itu, ada dua etika menggunakan lift yang dilanggar.

Pertama: Ingin masuk lift? Tunggu sampai semua pengguna yang meninggalkan lift sudah berada di luar lift, sebelum Anda masuk!

Nah, di suatu kesempatan di sebuah gedung perkantoran yang megah di Jakarta, saya menggunakan lift untuk turun ke lantai dasar.

Saat tiba di lantai itu, pintu lift pun terbuka dan saya bergerak maju ke arah luar.

Tiba-tiba, masih sekitar 10 cm dari ambang pintu lift, seorang perempuan muda pegawai kantor bergegas masuk lift nyaris menabrak saya.

Menghindari tumbukan, secara refleks saya pun bergerak bergeser ke arah kanan. Eh, tanpa dinyana si perempuan kantoran malah refleks bergerak ke sisi kanan saya juga dan akibatnya kami nyaris bertabrakan secara frontal karena wajah kami hanya tinggal berjarak 5 centian...

Kalau di drama Korea, adegan selanjutnya bisa ditebak. Tapi ini bukan drakor. Yang terjadi selanjutnya terjadi adalah saat sang mata sang perempuan melotot ke arah saya, seakan saya seorang peleceh secara seksual alias pervert yang sengaja ingin menabrakan diri ke yang bersangkutan (!)

Jiah, siapa yang yang tidak tahu adab naik lift, siapa yang melotot? 

Saya pun secepatnya beringsut ke sisi kiri lalu setengah meloncat melewati ambang lift yang pintunya mulai bergerak menutup. Untung saya masih selamat dan tidak terjepit.

Kedua: kecuali Anda petugas lift, jangan berdiri menghalangi panel tombol di dalam lift!

Silakan Anda perhatikan: tempat favorit kebanyakan orang di dalam lift adalah persis di depan panel tombol sangat dekat dengan pintu.

Dengan berdiri di tempat itu, sudah pasti Anda bisa jadi orang yang tercepat dan paling pertama meninggalkan lift saat tiba di lantai yang Anda tuju. Tapi pernahkah terlintas di benak Anda, sedikit saja, bahwa ada pengguna lift lainnya yang perlu memencet tombol-tombol yang mana panelnya Anda halangi itu?

Nah tuduhan penjahat kelamin kedua, saya alami terkait ketidaktahuan orang tentang etika ini.

Saat itu saya berniat masuk ke lift sebuah apartemen. Saya lift tiba dan pintunya terbuka saya pun menunggu sebentar. Setelah saya yakin bahwa penumpang lift yang hanya dua orang itu tidak ada yang bergerak ke luar, saya pun masuk.

Di dalam lift, seorang ibu berdiri di sisi kiri dekat pintu, nyaris tepat menghalangi panel tombol-tombol.

Sambil menjulurkan tangan kiri untuk memencet tombol, saya pun bilang "permisi...".

Entah kenapa si ibu itu seperti terkejut melihat tangan saya terjulur di depan (maaf) dadanya dan setengah meloncat ke belakang. Sekilas dia menoleh ke arah saya sambil melotot.

Jiah (lagi!), siapa yang yang tidak tahu adab naik lift, siapa yang melotot?

Entah bagaimana caranya agar etika ataupun adab memakai lift yang sederhana seperti ini bisa diketahui semua orang.

Terlebih saat perkantoran vertikal semakin membudaya di kota-kota besar maupun pola hidup di hunian vertikal seperti flat, apartemen atau rumah susun.

Tanpa ada kesadaran pentingnya toleransi terhadap kepentingan orang lain tentu penggunaan fasilitas-fasilitas umum di perkantoran dan hunian vertikal seperti lift hanya akan menimbulkan konflik bahkan saling tuduh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun