Jelas bahwa kebijakan menerapkan pajak karbon tentu akan sangat rancu di saat enerji-enerji fosil yang disasar untuk dikurangi pemakaiannya seperti batu bara dan minyak solar (diesel) masih mendapat porsi subsidi dengan begitu besar terutama di sisi pemasok atau pengusaha dan investor.
Apakah rakyat sebagai pengguna akhir akan diminta untuk membayar kenaikan harga-harga berbagai komoditas sehari-hari karena pajak karbon, sementara pengusaha menikmati berbagai kemudahan dan keringanan biaya dan pajak untuk memroduksi komoditas yang tinggi karbon?
Apakah mungkin akan ada pemretelan seluruh kebijakan-kebijakan yang menyubsidi batu bara dan diesel sebelum 1 Januari 2022?
Di tengah-tengah ekonomi yang mulai perlahan menggeliat setelah satu setengah tahun terkapar diterjang oleh pandemi COVID-19, apakah mungkin pemerintah berani mencabut subsidi-subsidi tersebut dan memberlakukan pajak karbon?
Jakarta, 11 Oktober 2022
Catatan kaki:
(1) Tulisan tidak untuk ikut lomba net zero emissionÂ
(2) Listrik di jaringan Khatulistiwa di Kalimantan Barat sebagian besar masih diimpor dari Malaysia yang memang memiliki pembangki-pembangkit listrik berskala besar seperti di Batang Ai, Bakun dan Murum di negara Bagian Sarawak (Mida, 16-12-2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H