Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Model Spin-off Belgia: Multinasional Dunia Berbasis Kampus

25 Juni 2021   06:28 Diperbarui: 26 Juni 2021   07:33 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bio-park Dev, komplek spin-offs yang dirintis Universite Libre de Bruxelles dan rekanan-rekanan industrinya (sumber: Echo.be 2019)

Salah satu masalah di dunia perguruan tinggi di Indonesia yang sering disoroti adalah tidak nyambungnya hasil penelitian maupun pendidikan di kampus dengan kebutuhan di sektor industri dengan kata lain, pasokan dunia akademis yang tidak cocok dengan kebutuhan ekonomi negara kita.

Walhasil, seringkali kita tidak hanya menemukan ratusan hasil riset perguruan tinggi yang tidak terpakai tapi juga lulusan universitas yang sulit mendapatkan kerja sesuai bidang keahliannya. 

Padahal idealnya dunia perguruan tinggi atau dunia akademis adalah pemasok kebutuhan perekonomian tidak hanya dalam bentuk sumber daya manusia tapi juga hasil penelitian atau riset yang bisa diterapkan di masyarakat.

Beberapa negara Eropa Barat seperti Belgia misalnya, mengenal suatu bentuk perusahaan untuk menjembatani dunia akademis dan dunia industri yang dikenal sebagai "spin-off". 

Spin-off universitas di negara-negara tersebut pada dasarnya adalah firma atau perusahaan swasta independen yang saham terbesarnya dimiliki oleh sebuah perguruan tinggi negeri dan sisanya dimiliki oleh perorangan atau institusi lainnya.

KU Leuven, salah satu universitas negeri terbaik di Belgia dan tujuh besar universitas paling inovatif di dunia (2018), misalnya, sejak akhir dekade 70-an telah merintis model spin-off ini. 

Kini universitas negeri tersebut telah memiliki 142 perusahaan spin-off yang bergerak di pelbagai bidang keilmuwan terutama terkait teknologi. 

Spin-off terbesar universitas ini misalnya adalah perusahaan LMS International yang telah menjadi salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam pengujian dan perancangan perangkat lunak untuk simulasi mekatronik dan kini sudah menjadi bagian dari Siemens Digital Industry Software. 

Beberapa spin-off lain dari universitas ini bergerak di pembuatan chip semi-konduktor yang kita pakai di berbagai perangkat elektronik. 

Perusahaan-perusahaan chip semi-konduktor ini memainkan peran yang sangat penting saat perangkat digital dan komunikasi yang sangat diperlukan di masa pandemi sementara pemasok utama chip dunia yaitu Tiongkok mendapat embargo dari Amerika Serikat yang memicu munculnya krisis ketersediaan chip dunia setahun belakangan ini.

Pernah bergabung dengan salah satu spin-off KU Leuven di bidang teknologi transportasi selama beberapa tahun, penulis dapat menyimpulkan beberapa keunikan model perusahan spin-off sebagai jembatan antara dunia akademik dan industri.

Pertama, spin-off merupakan sarana transfer teknologi. 

Pada kasus spin-off di bidang teknologi transportasi misalnya, para dosen dan peneliti KU Leuven dari fakultas ekonomi dan teknik mesin terlibat langsung dalam pengerjaan proyek-proyek konsultasi dan penelitian. 

Para ahli dari perguruan tinggi tersebut langsung dapat menerapkan metode maupun teknologi terbaru dalam proyek yang dikerjakan untuk keperluan industri.

Kedua, spin-off dikelola secara profesional sebagai perusahaan swasta yang berorientasi keuntungan atau profit. 

Walau dimiliki oleh sebuah perguruan tinggi negeri atau PTN, spin-offs tidak menikmati kucuran dana dari pemerintah atau dari perguruan tinggi pemilik saham terbesarnya. Spin-off bahkan harus selalu dibangun berdasarkan sebuah rencana bisnis (business plan) yang mendetil dan berstrategi jangka panjang. 

Beberapa spin-off yang didirikan oleh KU Leuven dan beberapa universitas negeri di Belgia lainnya bahkan terlalu mengembangkan sayap bisnis sampai membuka perusahaan cabang di Amerika Serikat, Taiwan, dan Singapura.

Ketiga, perusahaan spin-off memungkinkan dilakukannya penelitian-penelitian maupun magang untuk skripsi atau tesis mahasiswa berbasis kebutuhan industri. 

Proyek-proyek penelitian atau konsultasi perusahaan spin-off seringkali dapat dipecah dalam topik-topik penelitian yang dapat digarap oleh para mahasiswa tingkat akhir sebagai bahan skripsi atau tesis. 

Saat mengerjakan skripsi atau tesis sebagaimana di poin ketiga, seringkali mahasiswa dilibatkan dalam proyek dan digaji untuk mengerjakan penelitiannya. Mahasiwa peneliti secara otomatis mendapat kesempatan mengerjakan skripsi atau tesisnya tapi juga untuk merasakan aktifitas dunia kerja selama mengerjakan penelitian tersebut. 

Tidak jarang bahwa akhirnya mahasiswa peneliti beralih menjadi staf spin-off saat mereka lulus atau bekerja di perusahaan-perusahaan lain yang bersinggungan dengan penelitian yang mereka lakukan selama di spin-off.

Keempat, sebagian besar spin-off merupakan multinasional. 

Keikutsertaan para dosen dan mahasiswa peneliti dari universitas yang umumnya datang dari berbagai negara secara otomatis menjadikan lingkungan kerja di spin-off bersuasana internasional. Selain dari sisi SDM, sifat proyek yang dikerjakan juga memperkuat dimensi mancanegara tersebut. 

Bekerja di spin-off untuk kampus bertaraf internasional di sebuah negara Eropa berarti bersinggungan tidak hanya dengan bahasa Inggris tapi juga bahasa lokal negara yang bersangkutan, seperti bahasa Prancis, Belanda, dan Jerman yang dipakai di negara Belgia.

Terakhir, model atau pola spin-off memungkinkan komersialisasi hasil riset di kampus. 

Banyak hasil riset para peneliti kita di Indonesia yang sesungguhnya berpotensi untuk dipasarkan atau diterapkan langsung di sektor industri. Sayangnya hal ini sering terganjal berbagai faktor seperti keterbatasan modal, keterbatasan jaringan pemasaran, dan lain-lain. 

Model spin-off yang dipelopor sebuah perguruan tinggi negeri dapat memecah kebuntuan tersebut dengan suntikan modal awal maupun pencarian pasangan pelaku bisnis maupun investor dari sektor industri.

Dirintis sejak tahun 70-an model spin-off Belgia telah menghasilkan lebih dari 500 perusahaan spin-off yang kebanyakan bergerak di bidang hi-tech yang dibangun atas kerjasama sektor industri oleh 7 atau 8 PTN terbesar di seluruh negara kecil itu. 

Kontribusi perusahaan-perusahaan tersebut pada perekonomian tentu tidak kecil terlebih lagi kontribusinya pada pengembangan riset dan teknologi. 

Di saat pelaku penelitian di negeri kita sering mengeluh kekurangan dana sementara output dunia akademik dan kebutuhan industri terasa tidak nyambung, bisakah model spin-off kampus ini kita terapkan di Indonesia? Menjawab tantangan Tri Dharma Perguruan Tinggi bukan?

Bio-park Dev, komplek spin-offs yang dirintis Universite Libre de Bruxelles dan rekanan-rekanan industrinya (sumber: Echo.be 2019)
Bio-park Dev, komplek spin-offs yang dirintis Universite Libre de Bruxelles dan rekanan-rekanan industrinya (sumber: Echo.be 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun