Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Didi Kempot, the Godfather of Paribasan!

18 Juni 2021   08:38 Diperbarui: 18 Juni 2021   08:57 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Didi Kempot lagi? Ya iyalah, siapa lagi kalau bukan our Godfather of brokenheart?

Selain menjadi the Godfather mereka (dan kita) yang patah hati, paklik Didi Kempot juga layak menyandang gelar the Godfather of paribasan alias peribahasa dan ungkapan dalam bahasa Jawa.

Tembang-tembang yang ditelurkan penggagas konsep merayakan kesedihan dan patah hati (ambyar tak jogeti) ini sarat dengan peribahasa maupun ungkapan.

Nggak percaya? Curiga? Kita langsung saja tembang per tembang. Tarik sis... Semongko!

Suket Teki

tak tandur pari, jebul tukule malah suket teki (kutanam padi, tapi yang tumbuh malah rumput liar)

Dalam tembang ini, Paklik Didi bertanya-tanya apalagi yang harus dilakukan jika sang kekasih yang tidak setia, tidak mau mengaku salah, dan sudah tidak mau lagi mengalah. Dibaik-baikin, malah menyakiti. Sebagai manusia Jawa yang berbudaya dasar agraris, mungkin sakitnya di hati mengalami pengkiatan cinta ibarat menanam padi ternyata yang tumbuh malah rumput liar belaka.... duh biyung

Kalung emas

Kalung emas sing ono gulumu (kalung emas yang di lehermu)
Saiki wis malih dadi biru (sekarang sudah berubah jadi biru)
Luntur koyo tresnamu (luntur seperti rasa cintamu)
Luntur koyo atimu (luntur seperti rasa di hatimu)
Sak iki kowe lali karo aku (sekarang kamu lupakan daku)

Secara kimia, warna logam emas memang bisa berubah menjadi warna lain seperti hijau atau biru. Logam emas seperti kalung yang terpapar pada oksigen di udara setiap hari bisa memicu proses oksidasi yang menyebabkan perubahan warna.

Paklik Didi Kempot menangkap proses kimiawi yang terjadi pada kalung emas dan mengibaratkannya pada rasa cinta yang memupus...

Banyu Langit

Banyu langit sing ono nduwur kayangan (air dari langit yang ada di atas surga)
Watu gede kalingan mendunge udan (batu besar terhalang hujan yang mendung)
Telesono atine wong sing kasmaran (basahilah hati orang yang sedang kasmaran)
Setio janji seprene tansah kelingan  (sampai sekarang masih teringat)

Tembang ini adalah kisah penantian seseorang yang ditinggal pergi kekasihnya tanpa kejelasan. Sang kekasih hanya berjanji akan kembali. Paklik Didi Kempot berharap bahwa cinta di hati sang kekasih yang menanti di rumah akan disuburkan oleh kekuatan surgawi yang diibaratkan curahan hujan yang menyuburkan. 

Ademe gunung Merapi purbo (dinginnya Gunung berapi purba)
Melu krungu suaramu ngomongke opo (ikut mendengar suaramu membicarakan apa)

Nampaknya Paklik Didi Kempot merujuk pada gunung berapi purba yang adalah  gunung berapi yang tidak lagi aktif yang ada di desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul yang berada pada deret penggunungan Baturagung. Di tembang ini, Paklik Didi membayangkan bahwa pegunungan atau perbukitan yang tampaknya sunyi dan tenang ini diam-diam bisa mendengar suara dan perkataan sang kekasih yang secara rahasia mengkhianati janjinya sendiri...

Bukit api purba Nglanggeran (sumber: wikipedia)
Bukit api purba Nglanggeran (sumber: wikipedia)

Jambu alas

Jambu alas kulite ijo (jambu liar kulitnya hijau)
Sing digagas wes duwe bojo (yang diimpikan sudah bersuami)
Ada gula ada semut (ada gula ada semut)
Durung rondho ojo direbut (belum janda jangan direbut)

Jambu liar yang kulitnya hijau tentu tidak mungkin atau berbahaya untuk dimakan karena minimum akan menyebabkan mencret. Seperti juga menggoda dan merebut istri orang tentu adalah tindakan berbahaya yang resikonya lebih besar dari sekedar mencret.

Kangen ning Nickerie

Rembulan sing ngilo ono segoro (rembulan yang memandang dari arah laut)
Padhangono ati kulo (terangilah hatiku)
Neng Nickerie tak enteni (di Nickerie ku menanti)

Nickerie adalah nama dari suatu distrik atau wilayah yang terletak di barat laut Suriname berbatasan dengan Guyana di Amerika Selatan. Tak pelak bahwa Paklik Didi Kempot memiliki penggemar diaspora Jawa sampai ke pelosok Suriname. Kangen ning Nickerie adalah tembang yang khusus diciptakan Paklik Didi untuk para penggemarnya di sana.

Pengibaratan Nickerie sebagai tempat yang melambangkan kesunyian adalah luar biasa tepat. Terbayang kehidupan warga desa diaspora Jawa yang jauh dari asal dan akar budaya yang berjarak lebih dari 18 000 km. 

Memandang ke arah rembulan yang terbit di atas lautan Atlantis, Paklik Didi mengharapkan sinar sang rembulan berbaik hati untuk menghibur para warga Jawa di kampung di distrik yang sepi itu. I love you Paklik! 

Cintaku sak konyong konyong

Cintaku sekonyong-konyong koder (cintaku sekonyong-konyong mendadak sontak)
Paribasan durung demok wani panjer 
(ibarat belum sentuh berani bayar uang muka)

Di lagu ini Paklik mengisahkan rasa cintanya yang timbul mendadak sontak terhadap seorang gadis, yang menyebabkan ia berani melakukan apapun untuk mendapat balasan perasannya. Tanpa pikir panjang, siap membayar uang muka untuk mendapat sang pujaan hati.

Sewu kutho

Sewo kuto uwis tak liwati (seribu kota telah kulewati)
Sewu ati tak takoni (seribu hati telah kutanyakan)
Nanging kabeh (tapi semua)
Podo rangerteni (tiada yang tahu)
Lungamu neng endi (ke mana pergimu)

Menurut Wikipedia, jumlah kabupaten dan kotamadya di Indonesia hanya sekitar 400-an saja. Kalau Paklik Didi berkelana mencari kekasihnya sampai 1000 kota tentu beliau juga mengembara sampai ke kota-kota di Asia Tenggara lainnya seperti Nay Pyi Tau, Mandalay, atau Yangoon di Myanmar sana.

Ninggal tatu

Panase geni ra koyo panase ati  (panasnya api tak seperti panasnya hati)
Sak wise ngerti kowe neng aku ngapusi (setelah kutahu kau membohongiku)
Rasane ati iki koyo keno mowo (rasanya seperti hati ini terkena api)
Bareng wis ngerti, neng mburiku kowe ngliyo (setelah kutahu di belakangku kau punya orang lain)

Singkat kata,bagi Paklik Didi Kempot, kemarahan karena kecewa dikhianati adalah hati yang terbakar, bahkan panasnya melebihi panasnya api. Ninggal tatu sendiri berarti berarti meninggalkan dalam keadaan terluka. Konsekuensinya adalah bahwa luka hati adalah luka bakar yang mungkin hanya bisa diobati oleh air surgawi (banyu langit)... ealaaahhh

Dalan anyar

Kembang tebu sing neng sawah Grudo (bunga tebu di sawah di desa Grudo, Ngawi)
Ora garing senadyan mongso ketiga (tidak kering walau di musim kemarau)

Lagi-lagi sebagai manusia agraris, Paklik Didi Kempot mengangkat tanaman pertanian di Jawa Timur, tepatnya di desa Grudo, Ngawi. Ia mengharapkan cinta sang kekasih menjadi seperti bunga tebu di desa itu yang tak akan layu walau musim kemarau. Sayang kenyataannya sang kekasih memilih jalan baru (dalan anyar) bersama orang baru...

Mohon maaf bahwa belum semua tembang berperibahasa dari Paklik Didi Kempot bisa saya tuliskan di sini. Tidak hanya melempar peribahasa maupun ungkapan, tapi Paklik juga membuatnya begitu berima dan puitis tanpa menjadi cengeng.

Sambil menulis ini dada saya pun basah kuyup oleh air mata mengenang Pakde Didi Kempot yang tidak hanya seniman musik tapi juga pejuang bahasa dan kebudayaan Jawa.

Jakarta, 18 Juni 2021

Teles kebes netes eluh.... Cendhol dawet!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun