Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Merakyatkan Sepeda di Ibu Kota

3 Juni 2021   13:51 Diperbarui: 4 Juni 2021   07:53 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua peristiwa terkait sepeda sebagai salah satu moda yang sedang digalakan untuk dipakai di DKI Jakarta. 

Pertama adalah peristiwa di mana para atlet balap sepeda amatir pada suatu saat menguasai ruas jalan raya di salah satu jalan utama di Jakarta yang menyebabkan amarah dari seorang pengendara sepeda motor. 

Saking esmosehnya, seperti dilaporkan di Kompas (30/5/2021), sang pengendara motor itu sampai mengacungkan jari tengahnya ke arah peloton para pesepeda tersebut. 

Kedua adalah saat pemprov DKI Jakarta pada awal bulan Juni ini mewacanakan untuk membuat jalur khusus untuk dipakai sepeda jenis road bike pada hari Sabtu Minggu pagi pada ruas jalan non-toll Kampung Melayu - Tanah Abang (Kompas, 2 Juni 2021) setelah sebelumnya pada bulan Maret 2021 mengizinkan para pesepeda untuk membawa sepedanya itu ke dalam gerbong MRT dan LRT. 

Dari dua peristiwa itu, ada dua hal yang nampak berbenturan walau sebenarnya sangat berkaitan: pertama,  penganakemasan moda sepeda para  dan kedua, para pesepeda yang tidak tahu aturan. 

Untuk melihat keterbenturan dan keterkaitan keduanya, ada baiknya kita lihat satu-satu.

Pertama, penganakemasan moda sepeda.

Moda sepeda tidak ayal lagi adalah moda yang penting untuk didukung popularitas penggunaannya di kota-kota besar seperti di DKI. Sifatnya yang bertenaga ote-ote alias otot manusia membuat sepeda menjadi moda yang sangat ramah lingkungan karena tidak menimbulkan emisi gas buang sama sekali.

Adalah suatu inisiatif yang teramat baik bahwa Gubernur DKI, Anies Baswedan sejak awal jabatannya sangat memfasilitasi pengecetan beberapa ruas jalan utama di Jakarta untuk menandai lajur yang hanya bisa dilalui oleh moda roda dua tak bermotor ini. 

Lebih lanjut lagi, sejak beberapa bulan terakhir, Pemprov DKI juga bahwa menempatkan blok-blok beton untuk melindungi lajur sepeda di  kawasan jalan Thamrin - Sudirman.

Diskriminasi positif lewat fasilitasi yang dilakukan Pemprov DKI sudah berbuah dengan semakin banyak pesepeda yang lalu lalang untuk berolah raga di jalan-jalan di Ibu kota di pagi hari yang memuncak di akhir pekan.

Hal ini tentu didukung oleh situasi pandemi di mana kalangan menengah ke atas mencari kegiatan rekreatif sekaligus sportif yang aman di luar rumah sementara work from home masih berlaku. Situasi lalu lintas masa pandemi yang jelas lebih lenggang juga memungkinkan olah raga bersepeda ini untuk dilakukan.

Tapi apakah cukup bahwa pemerintah DKI menjadi fasilitator saja?

Kedua: para pesepeda yang tidak tahu aturan

Benarkah para pesepeda itu tidak tahu aturan? Jawabannya adalah tidak (!)

Para pesepeda itu bukannya tidak tahu aturan. Yang salah adalah bahwa peraturannya yang tidak ada. Undang-Undang Lalu Lintas Jalan 2009 misalnya, sama sekali tidak atau belum memiliki aturan tentang bagaimana seorang pesepeda harus bersepeda.

Negara Belgia misalnya, yang merupakan negara dengan persentase penggunaan sepeda sebagai moda sehari-hari peringkat ke-6 di Eropa (ECF, 2015) mewajibkan para pesepeda untuk bergerak di lajur terkanan (kiri jika di Indonesia) di badan jalan. Pelanggaran atas aturan ini diancam denda sebesar 90 Euro atau sekitar 1,6 juta rupiah (!). 

Peraturan lalu lintas Belgia (code-de-la-route) misalnya tidak memperboleh lebih dari 2 (dua) pesepeda melintas berjajar. Di jalan perkotaan hal ini hanya dimungkinkan jika formasi berjajar dari dua pesepeda ini tidak menghalangi kendaraan bermotor yang bergerak pada arah yang sama. Di luar situasi tersebut, kelompok pesepeda harus bergerak beriringan satu per satu (!).

Pelanggaran lalu lintas oleh pesepeda dan dendanya (Euros) di Belgia - mobly.be) 
Pelanggaran lalu lintas oleh pesepeda dan dendanya (Euros) di Belgia - mobly.be) 

Kejadian para atlit sepeda amatir yang berjejeran memenuhi badan jalan utama di Jakarta seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu tentu tak akan terjadi jika aturan dan hukuman denda seperti di Belgia sudah ada dan diterapkan dengan tegas.

Memfasilitasi tanpa mengatur: cikal bakal arogansi pesepeda

Tujuan baik Gubernur DKI maupun Pemprov DKI untuk memfasilitasi moda sepeda tanpa bekerja sama dengan instansi yang berwenang, seperti Dinas Perhubungan atau Kepolisian untuk sesegara mungkin membuat peraturan bagi pesepeda bisa menjadi kebijakan yang kontra produktif.

Tanpa ada peraturan, keselamatan pengguna jalan, baik itu para atlit amatir alias pesepeda sendiri maupun para pengguna jalan lainnya, beresiko untuk terkorbankan. 

Di luar keselamatan para pengguna jalan, tentunya fasilitasi moda sepeda tanpa peraturan akan membuat tujuan pengurangan polusi udara tidak akan tercapai. Bebasnya para pesepeda untuk membuat manuver di jalan raya, seperti bergerak berpeloton sampai memenuhi jalan tentunya akan menimbulkan kemacetan. Harus diingat bahwa emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor secara individual adalah yang tertinggi di kecepatan terendah seperti kemacetan.

Namun di atas semua itu tentu adalah citra dari moda sepeda itu sendiri yang menjadi terkesan angkuh dan sombong. Terfasilitasi tanpa diikat satu pun peraturan akan membuat teman-teman pesepeda merasa lebih dari pengguna jalan yang lain. 

Mungkin kebetulan saja bahwa sejauh ini pun hobi bersepeda ini didominasi oleh kalangan menengah ke atas di Ibu kota atau di kota-kota besar lainnya. Suatu kebetulan yang makin melekatkan moda ini pada kesan arogan.

Adalah suatu hal yang darurat untuk Pemprov dan instansi terkait sesegera mungkin mengeluarkan peraturan berlalu-lintas untuk pengguna sepeda. Bukan saja agar tujuan perbaikan kualitas udara perkotaan segera tercapai namun pertama-tama untuk menempatkan moda sejajar secara hukum (level playing field) dibandingkan dengan moda-moda yang lain yang pastinya akan menghilangkan kesan angkuh dari si moda yang sesungguhnya ramah ini. 

Selamat hari sepeda dunia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun