Tradisi sholat Ied atau Idul-Fitri di lapangan terbuka ternyata bukanlah suatu tradisi yang berusia tua di Jakarta.Â
Berbagai koran terbitan Hindia Belanda pada masa itu seperti surat kabar Semarang de Locomotief (20-1-1934), surat kabar Jakarta atau Bataviaasch Nieuwsblaad (16-1-1934) dan (18-1-1934), maupun surat kabar di negeri Belanda Bredasche Courant (18-1-1934) memberitakan bagaimana pada sholat Idul Fitri baru diadakan untuk pertama kalinya di lapangan terbuka di Jakarta (Batavia) pada 17 Januari 1934.
Bataviaasch Nieuwsblaad (16-1-1934) edisi sehari sebelum Idul Fitri mendeskripsikan acara bersejarah itu secara paling mendetil. Berikut terjemahan bebasnya dari Bahasa Belanda:
Perayaan Lebaran diadakan oleh MuhammadiyahÂ
Jika malam ini bulan dapat terlihat, maka besok pagi untuk pertama kalinya perayaan Lebaran akan diadakan di Batavia di tempat terbuka. Acara ini akan diadakan di lapangan besar di belakang halte bus S.S. di Kramat di Struiswijkstraat.
Perayaan ini akan diselenggarakan oleh perkumpulan "Mohammadijah" yang juga menyelenggarakan perayaan yang sama di lapangan terbuka di  Hindia Belanda. Di Jogja dan Solo akan datang ribuan orang di lapangan-lapangan terbuka.
Acara akan dimulai jam 8 pagi.
Jika malam nanti bulan tidak terlihat, maka perayaan akan diadakan pada hari berikutnya.Â
Mengutip kantor berita Hindia-Belanda Aneta ( Algemeen Nieuws- en Telegraaf-Agentschap) koran Partai Buruh Het Volk (17-1-1934) menyebutkan bahwa perayaan di lapangan di dekat jalan Struiswijkstraat atau sekarang Jalan Salemba Tengah itu dihadiri oleh sekitar seribuan umat. Dalam studi tentang Islamisme di Hindia Belanda Fragmenta Islamica (1934), G.F. Pijper Den juga menambahkan bahwa pada perayaan yang pertama kalinya diadakan di tempat terbuka di Batavia itu dihadiri oleh sekitar seribu umat yang semuanya laki-laki.Â