Keluarga kami dari sejak awal terbentuknya tidak pernah memakai asisten rumah tangga atau ART. Sebagai akibatnya, keluarga kami memberlakukan pembagian kerja yang cukup tegas dan saklek atau zakelijk.
Tapi sampai belasan tahun kemudian tetap saja istri dan saya, kami sukar mengerti mengapa anak-anak kami yang semuanya cowok-cowok itu seperti tidak punya kesadaran sendiri untuk membereskan segala hal di rumah. Mulai dari membereskan kamar tidur, mainan, meja belajar, peralatan masak, cucian piring, cucian baju, kamar mandi, sepatu, sepeda dan lain-lain, bahkan yang sudah terjadwal, kami sebagai orang tua harus mengingatkan, mendorong bahkan tidak jarang mengomeli.Â
Sangat jarang dan teramat langka, bahwa kegiatan beres-beres itu dilakukan dengan kesadaran sendiri, tanpa harus ada ngeyel-ngeyelan terlebih dahulu.
Sampai sore kemarin kami baru mengerti rahasia di balik itu semua: mengapa anak-anak begitu malas untuk melakukan beres-beres.
Adalah anak kami yang bungsu yang duduk di bangku SMA yang menerangkan bahwa teori entropi yang ada di buku Fisika yang dipelajarinya yang dapat menjelaskan itu semua.
"Jadi begini Buk, Pak. Ibuk dan Bapak harus mengerti apa teori entropi itu sebelum ngomel-ngomel terus kalau kakak dan aku males beres-beres," kata si bungsu mulai menerangkan.
"Nah Buk, Pak, teori entropi ini salah satunya menyebutkan bahwa segala sistem yang ada di alam semesta ini pada dasarnya menuju ke arah ketidakteraturan. Semua hal kalau tidak dipengaruhi oleh manusia akan menjadi semakin tidak teratur," lanjutnya.
"Misalnya air tumpah dari ember akan bergerak ke segala arah yang letaknya lebih rendah. Gas yang keluar dari tabung akan mencari tempat yang tekanannya lebih rendah. Makin menyebar ke segala penjuru, makin tidak teratur."
"Molekul dan atom di segala benda pun, kalau Ibuk dan Bapak lihat pakai mikroskop semakin lama akan semakin berserakan tidak menentu. Benda-benda di langit di alam semesta ini juga. Kalau Ibuk sama Bapak percaya dulu ada big bang, maka semua benda-benda di langit termasuk bumi ini sebenarnya juga bergerak semakin saling menjauhi, semakin terserak, semakin tidak teratur."
"Jadi itulah titik keseimbangan akhir alam semesta menurut teori entropi, Ibuk Bapak: ketidakteraturan," kata anak kami menyimpulkan.Â
"Oh begitu ya?"Â kata saya mangut-mangut seperti lele.Â
"Etapi apa hubungannya teori entropi dengan anak-anak yang malas beres-beres seperti kamu?"Â tanya saya penasaran.
"Lho Bapak ini gimana kok nggak ngerti sih?" balas anak saya heran.
"Manusia pun, berevolusi menurut teori entropi, Pak. Kalau teori fisika ini diterapkan maka dari homo sapiens pertama, manusia juga menuju ke arah titik keseimbangannya yaitu ketidakteraturan, " lanjutnya mulai menjelaskan lagi.
"Jadi sesuai teori entropi, Adam dan Hawa dan teman-teman mereka manusia pertama, adalah manusia-manusia yang hidupnya paling teratur. Semakin jaman moderen, manusia semakin tidak teratur. Maka wajar kalau simbah dan eyang lebih teratur dari Bapak dan Ibuk. Bapak dan Ibuk juga lebih teratur dari aku dan kakak."
"Jadi intinya, percuma aja Bapak nyuruh kakak dan aku beres-beres karena kami memang ditakdirkan untuk lebih berantakan dari Ibuk dan Bapak."
"Jangan salahin aku ya Pak, salahin aja teori entropi... "
Sejenak dua jenak, saya pun terdiam. Kenapa belajar fisika hasilnya malah jadi pintar ngeyel?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI