Sejak awal kedatangannya di nusantara, Gubernur Jenderal (GubJen) Jan Pieterszoon Coen mengalami senewen, zeneuwen atau zeneuwacthig dan memikirkan siang malam bagaimana VOC bisa menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku.Â
Di kemudian hari, adalah penerusnya yaitu Antonio van Diemen yang memegang jabatan sebagai gubjen antara tahun 1636 dan 1645 yang lewat wakilnya di Maluku yaitu Arnold de Vlaming van Oudshoorn yang menerapkan pelayaran hongi [1] di kepulauan Maluku. Pelayaran atau lebih tepatnya patroli ini ditujukan untuk me-razzia penanaman cengkeh ilegal di kepulauan tersebut.
Keinginan VOC untuk menopoli penanaman dan perdagangan cengkeh ini akhirnya mendapatkan perlawanan hebat dari Madjira, seorang kepala daerah atau kimelaha dari Pulau Seram [2] yang mengakibatkan pecahnya perang besar Ambon (1651-1659) yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai de Grote Ambonse Oorlog atau Hoamoalese Oorlog.Â
Perang besar Ambon atau Perang Hoamoal ini begitu hebat sampai-sampai Gubjen VOC untuk Maluku, van Oudshoorn pada tahun 1663 menerbitkan suatu buku catatan tentang perang tersebut (Oorlogen in Ambon).
Perang di Ambon besar ini juga begitu hebatnya. Keberanian para pejuang Seram terdengar sampai ke negeri Belanda. Buku etimologi Belanda [3] mencatat kosa-kata bakalei yang dalam bahasa Melayu dialek ambon berarti berkelahi masuk dalam kamus bahasa sebagai kata bakkeleijen (1715), bakkelaayen (1720) yang artinya juga berkelahi.Â
Lebih spesifik lagi buku tersebut juga mencatat kata bakkeleiprauwen (1620) yang berarti berkelahi dengan perahu (prau) yang jelas menampakan ciri khas pertempuran di perairan Seram yang kemungkinan besar juga dilakukan dengan perahu kora-kora (!).
Sampai hari ini kata bakkeleien adalah kata kerja yang masih dipakai di Bahasa Belanda dengan arti yang sedikit berubah yaitu berkelahi berdebat atau perang mulut [4].
Berkelahi secara jantan bak satria negeri Seram pada jaman VOC disebut bakalei. Â
Namun sayangnya sikap kestariaan para pejuang itu kini hanya bisa kita warisi lewat perang mulut atau debat di medsos atau di Internet. Jangan sampai orang Belanda pun ikut-ikutan mengadopsi sikap macan internet itu di negeri mereka dengan melahirkan kata baru dalam bahasa belanda seperti bakkeleien door het Internet (!).