"Pilkada juga menimbulkan kerumunan dan melanggar protokol COVID-19!"
Begitulah pembelaan secara kompak dan serempak yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Front Pembela Islam (FPI). Itulah argumen yang mereka sampaikan sebagai pembelaan atas tuduhan  pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 dengan penimbulan dan pembiaran terjadinya kerumunan massa pada rentetan acara terkait kegiatan Rizieq Shihab di Petamburan Sabtu 14 November 2020 yang lalu.
Argumen seperti ini masuk dalam kategori sesat pikir yang dalam bahasa latin disebut Tu Quoque yang artinya adalah "Kamu Juga!".
Dengan menyatakan hal ini maka Anies dan FPI ingin mengatakan bahwa pemerintah (pusat) tidak konsisten karena di kasus lain pemerintah mengadakan atau membiarkan kerumunan dan tidak melakukan pemeriksaan atau tindakan hukum. Selanjutnya karena tidak konsisten maka pemerintah tidak mempunyai hak memeriksa mereka (baca: FPI dan Anies). Hal ini jelas terlihat misalnya pada pernyataan bahwa Rizieq Shihab dan FPI siap diperika jika Gibran, anak Jokowi juga diperiksa karena menimbulkan kerumunan terkait Pilkada di Solo (Warta Ekonomi.co.id., Rabu 18 November 2020).
Kesesatan pikiran Tu Quoque Anies dan FPI Â jelas terlihat dalam dua hal.
Pertama, pengalihan perhatian. Dengan melakukan Tu Quoque, Anies dan FPI membela diri dengan cara melontarkan kritik pada pihak yang memeriksa, yaitu pemerintah (pusat).
Hal ini sering disebut sebagai taktik "Ikan Haring Merah" yaitu pembelaan yang dilakukan dengan mengalihkan inti permasalahan.
Kesesatan pikir terletak pada fakta bahwa apakah pihak pemeriksa (pemerintah) melakukan kesalahan atau tidak (pada kasus lainnya), tidak ada kaitannya sama sekali dengan kesalahan yang dituduhkan kepada Anies dan FPI. Taktik seperti ini umumnya akan berhasil karena pihak pemerika (pemerintah) akan terpancing untuk membela diri sehingga inti permasalahan menjadi bergeser.
Kedua, two wrongs make a right!Â
Taktik Anies dan FPI merupakan usaha untuk mencari pembenaran atas tindakan mereka yang salah dengan cara menunjuk pada satu kesalahan yang lain (yang dilakukan pemerintah).
Upaya membenarkan suatu tindakan yang salah atas dasar kesalahan yang dilakukan orang atau pihak lain jelas merupakan suatu kesesatan tiada akhir.
Selamat makan siang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H