Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Castro & Allende: Sepasang Sahabat, Dua Nasib

29 November 2016   17:52 Diperbarui: 30 November 2016   15:38 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat Fidel Castro diberitakan meninggal tempo hari, pikiran saya langsung melayang ke satu sahabatnya, sesama tokoh antikapitalis Amerika Latin, sesama pengusung ideologi kiri, yang namanya kurang kita kenal: Salvador Allende.

Secara singkat, almarhum Salvador Allende (dibaca: Ayende) adalah politikus partai sosialis yang terpilih secara demokratis menjadi presiden negara Chile pada tanggal 3 November 1970 dan tewas, ditumbangkan lewat coup d’état militer pada 11 September 1973.

Sebagaimana Castro, Allende yang sebelumnya adalah dokter bedah merupakan pengusung ideologi kiri di Amerika latin dan sebagaimana Castro pula, Allende adalah salah simbol perlawanan Amerika latin terhadap kekuasaan ekonomi dan politik Amerika Serikat.

Penyusuran saya di internet menunjukkan bahwa persahabatan antara Castro dan Allende paling tidak diawali lewat bantuan dana dari Kuba terhadap partai Unidad Popular (UP) yang mengusung Allende pada pemilu presiden yang diadakan di Chile di tahun 1970. Kemenangan Allende ini membuat presiden Amerika Serikat saat itu, Richard Nixon marah besar terhadap CIA yang dianggap salah perhitungan dalam mengestimasi kekuatan partai UP yang merupakan gabungan dari berbagai partai kiri di Chile. Proses Allende untuk masuk ke istana kepresidenan Chile sempat diwarnai satu insiden militer yang diduga didalangi CIA. Insiden ini menewaskan Pangab Chile saat itu, Jendral Rene Schneider. 

Sosialisme Damai dan Krisis

Yang membuat Allende berbeda dari Castro adalah revolusi damai yang coba diusungnya lewat paham “sosialisme a la Chile” (vía chilena al socialismo). Berbeda dengan revolusi Kuba yang diwarnai dengan pertempuran senjata di tahun 1959, revolusi Allende bertujuan untuk secara demokratis dan damai mengubah negara Chile dari suatu negara kapitalis yang belum berkembang  menjadi suatu negara sosialis.

Salah satu langkah ekonomi terbesar yang dilakukan Allende adalah menggegolkan undang-undang nasionalisasi tambang tembaga pada tahun 1971 yang merupakan sumber devisa utama Chile saat itu. Korban dari nasionalisasi tambang tembaga ini, tak lain dan tak bukan adalah dua perusahaan milik Amerika Serikat, Anaconda Copper Mining Company dan Kennecott Corporation. Tidak hanya hak kepemilikannya dicabut, kedua perusahaan ini juga dibuat menjadi berhutang miliaran dolar kepada pemerintah Chile sebagai ganti kerugian ke negara Chile.

Kebijakan penting Allende lainnya adalah pembekuan harga barang-barang kebutuhan pokok, penaikan gaji karyawan secara massal sampai 60%, dan reformasi pertanian di mana kepemilikan lahan pertanian dibatasi sampai dengan 80 hektar dan pembagian lahan yang berlebih tersebut kepada petani-petani kecil (Kay, 1975).

Paham dan kebijakan ekonomi Allende pun berbuah. Pertama, sebagaimana Kuba di bawah Fidel Castro di-embargo oleh Amerika Serikat, Chile di bawah pemerintahan Salvador Allende pun mengalami tekanan ekonomi, perbankan dan politik dari Negeri Paman Sam. Kedua, kebijakannya yang lebih berpihak kepada rakyat kecil terutama buruh dan petani, mendapat tentangan dari pengusaha dan pemilik modal.

Sejak tahun 1972, pemerintahan Allende diwarnai krisis ekonomi dengan tensi yang terus naik. Diduga keras didalangi oleh Amerika Serikat, harga tembaga di pasaran dunia merosot 30% dalam waktu hanya setahun. Hal ini membuat pemasukan devisa Chile turun tajam dan inflasi dalam negeri menguat karena naiknya kebutuhan akan barang impor tidak bisa ditahan. Kebijakan Allende untuk melakukan penjatahan kebutuhan barang pokok justru menimbulkan pasar gelap di mana sembako dapat diperoleh dengan harga selangit. Demonstrasi massa, yang di kemudian hari juga ditengarai didukung oleh CIA, tidak bisa dielakkan sebagai reaksi atas krisis ekonomi ini.

Di pentas politik, Allende pun mulai kehilangan dukungan di Kongres. Tahun 1973, krisis politik mencapai puncaknya. Partai-partai kiri dan tengah terutama Partai Demokrat Kristen yang dulu mendukung suaranya di Kongres, satu per satu mengalihkan dukungan mereka ke partai nasional atau PN yang merupakan pihak oposisi. Kondisi ini diperparah dengan munculnya milisi-milisi bersenjata baik dari pihak sayap kiri radikal maupun ekstrem kanan yang seringkali terlibat bentrokan senjata. Kaum pekerja dan buruh juga membentuk aliansi sendiri yang menyatakan diri bebas dari segala partai mana pun maupun pemerintahan.

Krisis mencapai puncaknya pada 22 Agustus 1973 di saat Camara de Disputados (semacam DPR di Chile) secara resmi mengeluarkan semacam mosi tidak percaya kepada pemerintahan Allende dan menghimbau Angkatan Bersenjata Chile untuk bertindak mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kestabilan negara. Allende mengecam tindakan DPR tersebut dengan mengutip perkataan Kennedy, "Siapa yang menghalangi revolusi secara damai (non militer) akan membuat tindakan kekerasan tak bisa dihindari lagi"... 

Pertolongan Castro Sang Sahabat

Sebagai presiden Cuba, Fidel Castro pernah mengunjungi Chile pada medio November-Desember 1971. Kunjungan yang dijadwal berjalan hanya selama 10 hari ternyata molor menjadi tiga minggu lebih. Diceritakan (Schwarze, 2016) bahwa Castro tidak hanya melakukan kunjungan kepresidenan ke Chile, namun juga melakukan perjalanan ke daerah-daerah di negara tersebut untuk berkampanye menguatkan hubungan ideologis sosialisme antara kedua negara. Partai-partai kiri radikal di Chile dikabarkan tidak menyukai kampanye tersebut dan disebut banyak pihak bahwa kunjungan Castro ini justru ikut menabur benih-benih konflik politik bagi pemerintahan Allende dua tahun berikutnya.

Tidak hanya secara ideologis, Castro juga mengirimkan beberapa anggota pasukan elitenya untuk menjadi pengawal pribadi presiden Allende. Bukan rahasia lagi bahwa anggota pasukan elite dan dinas rahasia Kuba adalah inti dari Grupo de Amigos Personales (GAP) yang merupakan grup pengawal pribadi Allende. Dan bukan rahasia lagi bahwa GAP mendapatkan pasokan senjata langsung dari pemerintah Kuba.

Membaca meningkatnya tensi politik di Chile, Castro dalam beberapa kesempatan juga menawarkan bantuan intervensi militer Kuba jika sampai terjadi kudeta secara militer. Castro juga membuka pintu kedutaan Kuba di Chile jika suatu saat Allende merasa perlu melarikan diri dari negaranya. Kedua hal ini diberitakan selalu ditolak mentah-mentah oleh Allende.

Akhir Tragis Allende si Pecinta Jalan Damai

11 September 1973 pukul 9 pagi, Augusto Pinochet, panglima angkatan bersenjata Chile yang baru diangkat sekitar sebulan sebelumnya oleh Allende mulai melakukan makar dengan melakukan penyerangan militer terhadap istana kepresidenan Allende di ibu kota Chile. Dengan hanya dikawal belasan anggota GAP bersenjatakan Uzzi dan AK-47, presiden Allende melakukan perlawanan bersenjata melawan serangan artileri Pinochet.  

Serangan militer Pinochet ke istana kepresidenan Allende (el Mundo)
Serangan militer Pinochet ke istana kepresidenan Allende (el Mundo)
Pesan radio terakhir Allende disampaikan kepada rakyat Chile pagi itu:

"Mungkin ini pesan terakhir saya kepada anda semua... Pesan saya tidak berisi kepahitan. Pesan saya ini lebih berisi kekecewaan. Dan kata-kata saya ini akan menjadi hukuman moral bagi mereka yang telah melanggar sumpah yang telah mereka ucapkan... Mereka memiliki kekuatan untuk mengendalikan kita, tetapi mereka tidak bisa menghentikan proses sosial (yang telah kita capai). Proses ini tidak bisa dihentikan oleh tindakan kriminal maupun dengan tindakan paksa. Sejarah adalah milik kita dan rakyatlah yang membentuknya!
...
Hidup Chile! Hidup Rakyat! Hidup Kaum Pekerja!
Inilah kata-kata terakhir saya dan saya yakin bahwa pengorbanan saya ini tidak akan sia-sia. Saya yakin bahwa paling tidak kata-kata ini akan menjadi pelajaran bagi mereka kaum yang bersekongkol, pengecut dan pengkhianat...."

Siang hari, di bawah serangan berat artileri dan roket dari pesawat tempur yang tidak dapat diimbangi oleh perlawanan hanya dengan metraliyur dan senjata otomatis genggam, akhirnya presiden Allende memerintahkan pengawalnya untuk menyerah. Direncanakan keluar terakhir dari istana, Allende ternyata justru berbalik masuk ke dalam. 

Diduga (lewat penyelidikan di kemudian hari) melakukan tindakan bunuh diri, Allende ditemukan tewas di dalam istana kepresidenan akibat tembakan AK-47 di dagu yang menembus kepalanya. AK-47 yang membunuhnya itu adalah hadiah dari Fidel Castro dengan grafir tulisan:

"untuk sahabatku Salvador yang mencoba mencapai tujuan yang sama dengan cara yang berbeda. Dari sahabatmu, Fidel."

Jenderal Augusto Pinochet mengambil alih kekuasaan dari tangan Allende dan lebih dari ratusan orang terbunuh selama kudeta tersebut dan ratusan orang lainnya dipenjarakan, dilenyapkan atau dieksekusi oleh militer pimpinan Pinochet tanpa pengadilan. Ratusan ribu warga Chile melarikan diri dari negara tersebut dan mencari suaka di negara-negara lain. Kuba dan beberapa negara blok timur di Eropa merupakan tujuan utama suaka politik bagi mereka yang melarikan diri dari Chile. Jendral Augusto Pinochet menjadi presiden dan diktator di Chile sampai tahun 1990. 

Beberapa minggu sebelum kudeta militer tersebut terjadi, di tembok-tembok di Kota Santiago de Chile secara misterius bermunculan grafiti yang bertulisan "ya Yakarta viene" yang berarti Jakarta sudah datang. Konon ini adalah sandi rahasia kudeta militer yang dipakai Pinochet untuk mempersiapkan aksinya, terinspirasi oleh penggulingan presiden Soekarno di negara kita beberapa tahun sebelumnya.

Sumber:

- Wikipedia.es
- CIA Activities in Chile

- Schwarze, P., 2016, Fidel Castro y Chile: los hitos de una relación de más de medio siglo, La Tercera

- Kay,Cristóbal., 1975, Réforme agraire et révolution dans le Chili d'Allende, Études rurales, Volume 59 Numéro 1 pp. 51-71

- Última alocución de Salvador Allende

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun