Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perancis Tuduh Sistem Peradilan RI "Malfungsi"

23 April 2015   19:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429786903825297437

[caption id="attachment_379898" align="aligncenter" width="625" caption="Cuplikan Gambar dari Twitter AFP"][/caption]

Lewat menteri luar negerinya, Laurent Fabius, pemerintah Perancis secara resmi menenggarai bahwa warga negara (WN) Perancis yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia karena kasus narkoba, Serge Atlaoui “tidak mendapat hak-haknya secara penuh (selama pengadilan) dikarenakan terjadinya malfungsi yang parah dari sistem peradilan Indonesia”.

Seperti dilansir kantor berita AFP, pernyataan resmi ini tertuang dalam surat yang ditujukan kepada Menlu RI, Retno Marsudi Kamis 24 April 2015 pagi ini (waktu Perancis). Surat ini merupakan pernyataan resmi tertulis pertama yang disampaikan pemerintah Perancis menyusul ditolaknya permohonan kembali (PK) yang diajukan Serge Atlaoui pada hari Selasa 21 April yang lalu.

Berdasarkan salinan surat yang dimiliki kantor berita AFP itu, Fabius juga menyebutkan bahwa selama proses pengadilan, Atlaoui telah diperlakukan tidak adil dan bahwa keputusan hukuman mati yang diambil pengadilan telah didasarkan pada premis-premis yang ngawur.

Lebih lanjut lagi, Fabius mengharapkan pemerintah Indonesia untuk menghormati hukum internasional dan kewajiban-kewajiban yang menyertainya sesuai dengan konvensi-konvensi yang telah disetujui oleh pemerintah RI. Namun demikian, pada saat yang sama Fabius juga mengharapkan adanya “belas kasihan” dari pemerintah Indonesia untuk Serge Atlaoui.

Menyusul penolakan PK Atlaoui, harian La Liberation juga memberitakan bahwa Menlu Laurent Fabius juga telah memanggil Dubes RI untuk Perancis Hotmangaradja Pandjaitan untuk ketiga kalinya pada hari Rabu 22 April kemarin.

Di hari sebelumnya, Selasa 21 April, di acara konferensi pers di akhir pertemuan Fabius dengan Menlu Kuba Bruno Rodriguez Parrilla, Fabius telah menyampaikan beberapa tiga tuduhan senada yaitu:

Pertama bahwa peran yang dimainkan Atlaoui hanyalah sangat kecil dalam kasus narkoba yang dituduhkan sementara bos besar pabrik narkoba malah tidak dijatuhi hukuman apa-apa. Kedua, bahwa pengadilan atas Atlaoui berjalan sangat tidak adil, misalnya tidak ada penerjemah yang menyertai Atlaoui . Terakhir tanpa merinci lebih jelas Fabius juga menyatakan bahwa sangat banyak hal yang patut dipertanyakan dalam prosedur pengadilan atas Atlaoui.

Di akhir pernyataannya Fabius juga mengingatkan bahwa akan ada konsekuensi bagi hubungan Indonesia-Perancis jika hukuman mati tetap dijalankan atas Atlaoui.


Tuduhan yang muncul belakangan dan taruhan politik Presiden François Hollande

Pernyataan dan tindakan Laurent Fabius memperlihatkan kepanikan yang luar biasa dari pemerintah Perancis terhadap tidak bergemingnya pemerintah RI dalam kasus narkoba yang melibatkan Serge Atlaoui.

Kepanikan ini terlihat dari munculnya tuduhan “malfungsi” sistem peradilan Indonesia, maupun segala tuduhan ketidakadilan yang dialami Atlaoui yang dilontarkan pemerintah Perancis lewat menlu Fabius.

Bagi mereka yang mengikuti pemberitaan kasus Atlaoui lewat berbagai media massa di Perancis akan sangat mudah untuk melihat bahwa berbagai tuduhan ini baru muncul belakangan terutama setelah PK yang diajukan Atlaoui ditolak MA. Selama ini berbagai pemberitaan di media massa Perancis selalu berfokus pada harapan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan menjatuhkan hukuman mati bagi Atlaoui mengikuti prinsip peradilan di Perancis yang sudah menghapus hukuman mati sejak 1981 di jaman François Mitterand.

Akhirnya, kasus Atlaoui nampaknya menjadi batu ujian bagi pemerintahan Perancis dibawah François Hollande (partai sosialis) yang semakin hari semakin kehilangan kepopuleran akibat krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi di negara tersebut.

Pada tahun 2013 pemerintah Perancis berhasil melobi pemerintah dan peradilan Meksiko untuk membebaskan Florence Cassez, warga negara Perancis yang dijatuhi 96 tahun penjara di Meksiko karena diduga terlibat dalam kartel narkoba di negara tersebut. Presiden perancis sebelum ini yaitu Nicolas Sarkozy dari partai UMP yang merupakan saingan François Hollande diyakini berada di balik pembebasan Cassez. Kegagalan presiden Hollande untuk membebaskan Serge Atlaoui dari hukuman mati di Indonesia akan sangat mengecilkan peluangnya untuk memenangkan pemilu presiden yang akan datang.

Jika eksekusi benar-benar dilakukan, maka Serge Atlaoui akan menjadi orang Perancis pertama yang dijatuhi hukuman mati sejak tahun 1977, yaitu saat bandit Perancis Hamida Djandoubi menjadi orang terakhir yang di-guillotine di Perancis.

-sekian-

n.b.: penulis menolak hukuman mati tapi lebih anti jika kedaulatan RI diintervensi negara lain tanpa dasar yang genah

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun