Semua pengemudi juga punya perasaan frustasi saat arus lalu lintas tiba-tiba berhenti total. Berhentinya arus secara mendadak pasti ada sebabnya seperti manuver kendaraan lain atau angkutan umum menaikan penumpang dan sebagainya.
Meng-klakson tak akan membuat manuver kendaraan itu jadi lebih cepat atau membuat Pak Sopir angkot jadi batal menaikan penumpang. Meng-klakson hanya membuat pengemudi lain naik temperamennya.
2. Nyalakan selalu lampu sen sebelum ber-'manuver'
Ada pepatah hukum rimba di jalan di ibu kota, "kalau pake lampu sen malah nggak bakal dikasih jalan!"
Masya ampun... lalu apa yang harus kita lakukan saat akan pindah lajur, misalnya? Langsung nyodok adalah hal yang sering terjadi. 70% kasus langsung nyodok bisa berlangsung dengan sukses, tapi 30% sisanya berakhir dengan senggolan yang berujung penyok atau minimum 'perang klakson'. Kalau sudah begini, maka kembali terjadi 'tegangan tinggi' yang berpotensi menimbulkan amarah di jalan.
Di sisi lain, bermanuver tanpa memberikan lampu sen berarti kita berasumsi bahwa pengemudi lain adalah 'cenayang' yang bisa meramal gerakan manuver mobil atau motor yang kita kendarai.
Mas Bro, Mbak Sist, cenayang itu hanya orang-orang tertentu saja yang lahir dengan bakat demikian. Pengemudi pada umumnya tidak akan pernah mampu mengantisipasi gerakan kendaraan kita, maka dari itu selalu nyalakan lampu sen sebagai tanda bahwa kita bermaksud bermanuver!
3. Hindari mengemudi di bahu jalan
Di jalan non-bebas hambatan, bahu jalan seringkali adalah satu-satunya sarana buat pejalan kaki, pendorong gerobak, pemakai sepeda untuk bergerak. Mereka tidak bisa disalahkan, karena fasilitas trotoir atau lajur khusus untuk kendaraan tidak bermotor pada umumnya nyaris tidak tersedia di negeri kita. Bahu jalan juga seringkali menjadi tempat parkir ataupun tempat saat kendaraan kita harus berhenti karena mogok atau karena masalah atau kerusakan lainnya.
Sayangnya kita seringkali memanfaatkan bahu jalan dan mengemudi di sana di saat jalan utama mengalami kemacetan.
Ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, mengemudi di bahu jalan sangatlah membahayakan pejalan kaki atau pengguna kendaraan tidak bermotor lainnya. Kedua, karena satu dan lain hal, suatu ketika pengemudi di bahu jalan pastilah harus kembali ke jalan utama. Saat itulah yang bersangkutan akan terpaksa 'minta jalan' pada pengemudi di jalan utama dan hal ini akan memperlambat arus di jalan utama.
Di jalan bebas hambatan seperti jalan tol, bahu jalan benar-benar adalah tempat yang hanya bisa dipakai untuk berhenti atau dilalui bagi kendaraan yang bermasalah seperti mogok atau yang mengami kerusakan lainnya dan tempat yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan pengelola jalan, polisi atau ambulans.
Mengemudi di bahu jalan di jalan bebas hambatan adalah hal yang sangat membahayakan mereka yang sedang menepi karena mobilnya rusak. Selain itu hal ini juga membahayakan kendaraan yang melaju di lajur terkiri karena para para pengemudi ini tidak diasumsikan untuk mengantisipasi kendaraan yang masuk ke tengah dari bahu jalan. Atas asumsi ini jika terjadi senggolan atau tabrakan, 100% kesalahan wajib ditimpakan untuk mereka yang mengemudi di bahu jalan.