Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Nge'bir' Yuk!

3 Juni 2014   21:30 Diperbarui: 11 April 2016   15:38 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_327220" align="aligncenter" width="332" caption="Kran bir (dok.pri)"]

1401779580439404335
1401779580439404335
[/caption] Bir yang dihasilkan dari tapping ini disebut sebagai draught beer dan orang yang ahli dalam melakukan tapping disebut sebagai Draught Master. Adalah Marjolein Geuens, cewek (lagi-lagi) dari Belgia berusia 24 tahun yang berhasil memenangkan kejuaraan dunia World Draught Masters di Cannes, Perancis pertengahan Mei yang baru lalu. [caption id="" align="aligncenter" width="510" caption="Juara dunia Beer Tapping dari Belgia (www.hln.be)"]
Juara dunia Beer Tapping
Juara dunia Beer Tapping
[/caption] Penulis sendiri sebagai mantan anggota the boyz from mBekonang, secara amatiran juga sedang mempelajari teknik yang tepat untuk melakukan tapping lewat acara-acara di pesta-pesta antar kampung (tarkam). Adalah tantangan tersendiri untuk menghasilkan satu gelas bir dengan komposisi cairan dan busa yang tepat di negeri peminum bir seperti di Belgia. Salah-salah tapping bukan sambutan yang didapat tapi sambitan... (curcol).

Nge-"bir" yuk?

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk mengajak apalagi menganjurkan pembaca untuk menjadi peminum bir. Tidak. Sama sekali tidak. Mohon tidak menuduh apalagi bertindak anarkis... (halah) "Bir" yang saya maksud dalam judul tulisan adalah bagaimana kita bisa mencontoh negeri kecil Belgia ini dalam hal keseriusan untuk mengembangkan suatu tradisi kuno yang sudah menjadi gaya hidup sehari-hari. Di Indonesia sendiri tradisi kuno berbentuk seni dari kerajinan sampai gastronomi dari musik sampai tari yang bisa kita 'jual' dan menjadi kebanggaan rasanya tidak terhitung banyaknya dan tidak usah disebutkan di sini. Tapi sudah punyakah kita keseriusan untuk men'jual'nya? Atau kita sekedar membiarkan hukum alam berlaku agar setiap tradisi itu mengembangkan dirinya sendiri-sendiri, lalu sekedar teriak-teriak atau bengak-bengok saat negera lain kita tuduh mencuri tradisi atau budaya kita? Sekali lagi mudah-mudahan kita tidak juga gampang main tuduh (mencuri) apalagi bertindak anarkis... (halah, lagi).

-The End/Fin/Tamat-

----- pesan dari Koplak Yo Band: "nulis tentang bir? Kapokmu kuaaapaann le?!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun