Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satu Misteri dari Polonia

6 Agustus 2014   02:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:19 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14072427091002512435

Proloog

Nama "Polonia", suatu tempat di Jakarta Timur, mendadak sontak menjadi sangat terkenal sejak beberapa bulan belakangan ini saat salah satu kampanye pilpres memilih untuk mendirikan base camp kampanye-nya di bilangan tersebut.

Polonia ini sesungguhnya adalah nama tidak resmi dari suatu daerah pemukiman yang terbagi di dua kelurahan di Jakarta Timur yaitu di sebelah barat: Polonia Kamp di kelurahan Bidara Cina dan  di sebelah timur: Polonia Dalam di kelurahan Cipinang Cempedak.

Pada masa perang kemerdekaan, kawasan Polonia Kamp yang dibatasi di barat oleh Sungai Ciliwung dan di timur oleh jalan Bidara Tjina (sekarang Otista) adalah salah satu dari RAPWI Kamp atau Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees yaitu tempat rehabilitasi para serdadu Belanda dan keluarganya yang sempat ditawan Jepang selama periode 1942-1945. Jumlah bekas tawanan maupun interniran yang tinggal di Polonia yang umumnya warga negara Belanda termasuk para bekas serdadu KNIL asal Maluku sempat mencapai 12 ribuan jiwa di awal tahun 1946[1].

Di tempat rehabilitasi ini pada saat yang sama juga sempat bermarkas serdadu-serdadu dari Seksi 2 Peloton 1, Grup Brigade Infantri II[2] kerajaan Belanda yang dalam Agresi Militer Belanda yang pertama (21 Juli - 5 Agustus 1947) bertugas untuk bergerak menguasai Kerawang, Cikampek, dan Pamanukan[3].

Kini generasi ketiga dan keempat dari keluarga para mantan serdadu KNIL keturunan Maluku masih dapat dijumpai tinggal kawasan Polonia Kamp yang juga dikenal dengan sebutan Kam Ambon. Kawasan Polonia Kamp menjadi kawasan pemukiman padat dengan mayoritas rumah-rumah berukuran kecil yang dilalui oleh gang-gang kecil yang dibangun pada proyek MHT (Mohammad Husni Thamrin) di tahun 70-an.

Jauh berbeda dengan Polonia Kamp (kelurahan Bidara Cina) yang merupakan bekas tempat rehabilitasi para mantan interniran dan tangsi tentara Belanda maupun tentara KNIL asal Maluku, kawasan Polonia Dalam (kelurahan Cipinang Cempedak) di masa Jakarta bernama Batavia sudah sangat dikenal sebagai suatu kawasan "kelas atas" atau kampung dengan taman yang hijau (tuindorp[4][5]).

Di kawasan tuindorp hijau-asri yang berbatasan dengan Kebun Nanas (di utara), Cawang Kapling (di selatan), Jalan Otista (di timur) dan By Pass (di barat) inilah salah satu capres pilpres yang lalu memilih untuk mendirikan base camp kampanyenya.

[caption id="attachment_336721" align="aligncenter" width="700" caption="Kawasan Polonia (Dalam) di Jakarta Timur (sumber: Google Maps)"][/caption]

Di masa lalu tuindorp atau kampung taman Polonia Dalam ini nampaknya sudah jadi tempat rekreasi bagi warga kulit putih. Tidak jauh dari pintu masuk ke kampung taman ini ,yang sekarang adalah jalan Cipinang Cempedak Raya di sisi selatan Pusat Film Negara (PFN) ada suatu kolam renang (zwembad) yang dulu nampaknya sudah jadi tempat berenang kedua orang-orang Belanda selain kolam renang  Tjikini di Cikini dan kolam renang Chung Hwa di Glodok[6].

Di tahun 1980-an (sampai sekarang) berjalan kaki di sepanjang Jalan Cipinang Cempedak I yang cukup lebar dan membelah Polonia Dalam adalah keasikan tersendiri.

Pohon-pohon beringin yang tegak di sepanjang jalan mampu menghalangi cahaya panas matahari dan rumah-rumah mewah berdiri di sisi kiri-kanan dengan taman-tamannya yang relative luas seakan menjadi oase dari 'rusuh' dan 'panasnya' Jakarta yang terwakili di dua jalan yang menghimpit kawasan itu, yaitu Jalan Otista dan By-pass.

Di luar kelebihan tata ruang tersebut, Polonia (Dalam) juga menyimpan berbagai legenda yang terkait dengan orang-orang yang pernah tinggal di sana. Tidak kurang dari alm. mantan presiden Soekarno sampai dengan salah satu bekas wakil presiden yang juga jenderal purnawirawan di'legenda'kan oleh masyarakat sekitar memiliki rumah atau pernah tinggal di kawasan tersebut.

Bagi bekas anak kampung seberangnya Polonia Dalam seperti saya, kombinasi antara keasrian tata ruang dan legenda/sejarah Polonia Dalam selalu menawan. Namun bagi saya ada satu misteri yang sampai sekarang tidak terpecahkan...

Misteri itu...

Paruh kedua dekade 80-an merupakan saat di mana saya dan teman-teman yang saat itu duduk di bangku SMP seringkali melintasi kawasan Polonia (Dalam) terutama lewat jalan besar Cipinang Cempedak I.

Sekali lagi sebagai anak kampung seberang, melewati Polonia (Dalam) baik pagi, siang, sore maupun malam merupakan suatu keasikan tersendiri. Paling tidak merasakan 'hawa sejuk' pemukiman warga menengah ke atas.

Pada suatu malam sekitar jam 22 WIB, bersama seorang teman saya berjalan pulang melewati Polonia. Dekat dari tempat yang sekarang dikenal tersohor sebagai "Rumah Polonia" kami berhenti karena merasa haus dan kebetulan kami berpapasan dengan seorang penjual sekoteng.

Dengan teman saya itu, kami duduk bersender ke pagar salah satu rumah mewah dan mulai minum sekoteng yang disajikan sang abang penjual.

Saat sekoteng saya tinggal setengah mangkuk, saya merasa bahwa rasanya akan enak kalau susu kental manisnya ditambahkan.

Lalu saya bilang ke si abang penjual sekoteng,

"Bang tambahin dong susunyeee..."

Lalu si abang mengambil kaleng susu kental manisnya dan menuangkan ke mangkuk sekoteng saya yang tinggal separuh..

Mak tess.. cuma 2 tetes belaka..

"Yeee kok cuman 2 tetes bang!", protes saya.

Lalu si abang menjawab, "kalau banyak-banyak saya tekor Mas!".

"AAAh dasar merki loe Bang!!" sahut saya kesel....

Demikianlah misteri itu: sampai hari ini saya tidak mengerti mengapa saya hanya dikasih tambahan susu kental manis dua tetes oleh si abang tukang sekoteng.

Moral op the story:


  • Pertama, jangan pernah coba-coba minta tambahan susu kental manis ke tukang sekoteng di Polonia (abangnya merki jek!)
  • Kedua, saya bersyukur asal saya dari "kampung seberang..."


-FIN/TAMAT-

-----

Nb: Tulisan ini dibuat dengan susu kental manis tjap Koplak Yo Band

[1] http://www.bersiapkampen.nl/Polonia.htm

[2] http://www.indie-1945-1950.nl/web/2hupva.htm

[3] http://www.collectie.legermuseum.nl/strategion/strategion/i003755.html

[4] http://www.indischekamparchieven.nl/nl/zoeken?mivast=963&miadt=963&miahd=209032552&miaet=14&micode=kampen&miview=ika2

[5] http://www.japansekrijgsgevangenkampen.nl/Vincentius.htm

[6] http://javapost.nl/2012/12/01/verboden-voor-honden-en-inlanders/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun