Pohon-pohon beringin yang tegak di sepanjang jalan mampu menghalangi cahaya panas matahari dan rumah-rumah mewah berdiri di sisi kiri-kanan dengan taman-tamannya yang relative luas seakan menjadi oase dari 'rusuh' dan 'panasnya' Jakarta yang terwakili di dua jalan yang menghimpit kawasan itu, yaitu Jalan Otista dan By-pass.
Di luar kelebihan tata ruang tersebut, Polonia (Dalam) juga menyimpan berbagai legenda yang terkait dengan orang-orang yang pernah tinggal di sana. Tidak kurang dari alm. mantan presiden Soekarno sampai dengan salah satu bekas wakil presiden yang juga jenderal purnawirawan di'legenda'kan oleh masyarakat sekitar memiliki rumah atau pernah tinggal di kawasan tersebut.
Bagi bekas anak kampung seberangnya Polonia Dalam seperti saya, kombinasi antara keasrian tata ruang dan legenda/sejarah Polonia Dalam selalu menawan. Namun bagi saya ada satu misteri yang sampai sekarang tidak terpecahkan...
Misteri itu...
Paruh kedua dekade 80-an merupakan saat di mana saya dan teman-teman yang saat itu duduk di bangku SMP seringkali melintasi kawasan Polonia (Dalam) terutama lewat jalan besar Cipinang Cempedak I.
Sekali lagi sebagai anak kampung seberang, melewati Polonia (Dalam) baik pagi, siang, sore maupun malam merupakan suatu keasikan tersendiri. Paling tidak merasakan 'hawa sejuk' pemukiman warga menengah ke atas.
Pada suatu malam sekitar jam 22 WIB, bersama seorang teman saya berjalan pulang melewati Polonia. Dekat dari tempat yang sekarang dikenal tersohor sebagai "Rumah Polonia" kami berhenti karena merasa haus dan kebetulan kami berpapasan dengan seorang penjual sekoteng.
Dengan teman saya itu, kami duduk bersender ke pagar salah satu rumah mewah dan mulai minum sekoteng yang disajikan sang abang penjual.
Saat sekoteng saya tinggal setengah mangkuk, saya merasa bahwa rasanya akan enak kalau susu kental manisnya ditambahkan.
Lalu saya bilang ke si abang penjual sekoteng,
"Bang tambahin dong susunyeee..."