Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Penidur Di Rumah Ibadat

21 Agustus 2014   12:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:59 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tempatku beribadah ada seorang bapak yang setiap kali kulihat di tengah-tengah ibadat pasti sedang tertidur pulas.

Kejadiannya selalu sama dan berulang: paling banter hanya 10 sampai 15 menit pertama saja ia tahan mengikuti ibadat dengan mata terbuka, setelah itu badannya akan menyelonjor ke sandaran bangku lalu terlelap… lap.

14085503931888314460
14085503931888314460


Yang menarik adalah style tidurnya yang selalu sama: mendengkur pelan dengan mata yang tidak sepenuhnya tertutup rapat. Yang mempesona dari semua ini adalah wajahnya yang menyungging senyum sembari tidur, seakan bermimpi indah dan damai sekali.

Ending-nya juga selalu hampir sama: setelah sekitar 40-50 menit tertidur dia baru akan terbangun saat ibadat selesai, saat umat di sebelahnya membangunkannya. Lalu sang bapak pun akan bangun dan meninggalkan rumah ibadah dengan cara yang sama: kejap-kejap mata sejenak (untuk mengumpulkan nyawa) lalu beranjak bangun dengan santai untuk berjalan keluar. Satu hal yang lagi-lagi mempesona: dia seperti tidak bersalah sudah ketiduran pulas di tempat ibadah.

Penasaran, suatu hari sengaja kududuk dekat si bapak.

Benar saja, sesuai business-as-usual scenario, si bapak langsung terlelap sekitar 10 menit setelah ibadat dimulai. Seperti yang sudah-sudah tidurnya pulas, mendengkur sambil menyungging senyum.

Saat ibadat selesai, saya bangunkan si bapak,

Pak bangun Pak, ibadatnya sudah selesai.

Oh…”, kata si bapak sambil matanya mengejap-kejap sembari mengumpulkan nyawa.

14085506221531250132
14085506221531250132

Sebelum si bapak beranjak dari bangkunya, kuberondong dia dengan pertanyaan,

"Pak, mengapa Bapak selalu ketiduran selama ibadah? Apa nggak takut dosa Pak? Apa nggak malu dilihat orang lain?"

Si bapak nampak sedikit kaget dengan berondongan pertanyaanku.

Tapi akhirnya dia malah tersenyum.

"Dosa atau tidak, bapak ini tidak tahu Dik..."

Yang bapak tahu cuman Dia (sambil menunjuk ke atas) pernah bilang supaya datang padaNya kamu yang kecapekan. Nanti kamu akan disegarkan”.

“Bapak ini capek dik. Bapak datang. Dan sekarang bapak segar…”, kata si bapak sambil tersenyum, berdiri dan nge-loyor pergi.

Setuju Pak!“, kataku dalam hati.

‘Rumah’-Nya memang harus jadi tempat pengungsian di kala capek menerjang. ‘Rumah‘-Nya memang harus menimbulkan rasa nyaman, rasa aman, rasa betah, kalau perlu sampai bisa pulas mem-bangkong, dan terakhir ‘Rumah’-Nya memang harus bisa men-charge kita jadi segar, kuat kembali untuk menjalani hidup.

- Fin -

*foto-foto: Mezquita Catedral de Cordoba (dok.pri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun