Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembangkangan Jendral Ini Selamatkan ‘Dunia’

26 Agustus 2014   03:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:34 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jendral von Choltitz - 1944 (sumber wikipedia)

[caption id="attachment_339640" align="aligncenter" width="540" caption="Menara Eiffel mungkin sudah rata tanah kalau jendral Choltitz tidak membangkang (dok.pri)"][/caption] Tepat 70 tahun yang lalu, 25 Agustus 1944, kota Paris kembali menjadi bagian dari negara Prancis setelah diduduki oleh Jerman selama lebih dari empat tahun.

Adalah serangan serentak yang dilancarkan oleh para pejuang Prancis yang tergabung dalam FFI (Force Française de l’intérieur) di bawah pimpinan militan komunis Henri Rol-Tanguy, Divisi II Kavaleri (Tank) di bawah pimpinan Jendral Philippe Leclerc dan Divisi IV Infantri Amerika Serikat yang berhasil membebaskan Paris dari kekuasaan Jerman.

Pertempuran selama sepekan di kota Paris ini berakhir saat penguasa Paris saat itu, Jendral Dietrich von Choltitz untuk menjadi Gubernur Jendral kota Paris menandatangani penyerahan kota itu ke tangan sekutu di hadapan Jendral Prancis Philippe Leclerc.

Di balik serangan gabungan Perancis-Amerika (Sekutu) sebenarnya ada satu hal yang juga menentukan jatuhnya Paris ke tangan sekutu, yaitu pembangkangan yang dilakukan Jendral von Choltitz terhadap perintah sang penguasa jerman saat itu: si kumis Adolf Hitler.

[caption id="attachment_339641" align="aligncenter" width="298" caption="L'arc de triomphe yang batal jadi puing (dok.pri)"]

14089721061063182468
14089721061063182468
[/caption]

Dua minggu sebelum pertempuran Paris, Jendral von Choltitz ditunjuk sendiri oleh Führer, Adolf Hitler untuk menjadi Gubernur Jendral Paris. Tugas von Choltitz dibebankan Hitler cukup jelas: menahan laju serangan pasukan Sekutu.

Hitler sendiri menggaris bawahi perintahnya kepada von Choltitz: jika Paris harus jatuh ke tangan sekutu, maka sang Jendral von Choltitz harus meledakan jembatan, bangungan-bangunan utama dan monumen-monumen di kota Paris.

Entah oleh sebab apa, Jendral von Choltitz dan pasukannya yang selama perang dunia kedua (PDII) sudah meluluhlantakan dua kota pelabuhan besar Rotterdam di Belanda dan Sebastopol di Ukraina seperti enggan untuk melakukan perintah si kumis, Hitler.

Beberapa hari sebelum Sekutu mendekati kota Paris Jenderal von Choltitz sudah memasang peledak di 45 jembatan di kota Paris, dan beberapa monumen termasuk menara Eiffel, Arc de Triomphe, gedung opera, stasiun-stasiun kereta, metro dan instalasi pembangkit listrik dan gas kota tersebut.

Anehnya, sampai dengan seminggu pertempuran di Paris yang menewaskan 3200 serdadu Jerman (dan 12800 sisanya ditawan sekutu), bahkan sampai saat jendral ini menyerahkan Paris ke tangan sekutu, jendral von Choltitz tidak juga memerintahkan anak buahnya untuk meledakan dinamit-dinamit yang sudah terpasang.

[caption id="" align="aligncenter" width="340" caption="Jendral von Choltitz - 1944 (sumber wikipedia)"]

Jendral von Choltitz - 1944 (sumber wikipedia)
Jendral von Choltitz - 1944 (sumber wikipedia)
[/caption]

Pembangkangan ini bukan tanpa resiko. Militer jerman menerapkan “Sippenhaft” yaitu: penangkapan terhadap sanak saudara dan keluarga para militer yang membangkang.

Sampai hari ini motif pembangkan jendral von Choltitz melawan Hitler masih terus diperdebatkan. Di kemudian hari di bukunya tentang PDII, von Choltitz menyatakan bahwa saat menerima perintah dari Hitler, dia mendapat kesan bahwa Hitler yang sudah diujung kekakalahan sudah jadi tidak waras lagi dalam memberikan perintah-perintahnya.

Teori lain menyatakan bahwa jendral Von Choltitz yang besar di keluarga Aristokrat asal Prusia diam-diam mengagumi keindahan kota Paris dan merasa tidak sampai hati untuk menghancurkan kota tersebut.

Entah apa yang menjadi motivasinya, yang jelas seorang manusia memang tetap selalu memiliki kehendak bebas untuk menentukan pilihannya. Di dunia militer sekalipun manusia tetap bukanlah robot yang selalu menjalankan apa yang ditugaskan atasan.

Dampak dari pembangkanan Choltitz pun jelas: kota Paris yang sekarang ini dikunjungi 27 juta wisatawan per tahunnya mungkin akan bernasib lain jika sang jendral menuruti mentah-mentah perintah atasannya, si kumis Hitler.

Di sisi lain Von Choltitz sendiri 'hanya' menjadi tahanan perang sekutu selama tiga tahun sampai tahun 1947. Ia menerbitkan bukunya tentang PDII pada tahun 1950 dan meninggal dunia di Baden-Baden, Jerman pada tahun 1966.

[caption id="attachment_339642" align="aligncenter" width="498" caption="Metro jalur 6 dekat Bir Hakeim mungkin sekarang lain bentuknya kalau sampai diledakan von Choltitz (dok.pri)"]

14089724811471228044
14089724811471228044
[/caption]

Sumber utama:

- Lapierre D, Collins L, 1964, Paris-Brûle-t-il: l'épopée de la libération de Paris, édition Pocket

- Koran Le Parisien, 24 Agustus 2014, Le baroud d'honneur de Choltitz

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun