Mohon tunggu...
Joko Sulistya
Joko Sulistya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mencoba mengkikis sepi di sini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Mata Rp 1 M dan Slilid Ketidak Adilan

23 Januari 2014   00:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana alam berunjuk rasa, sungai-sungai meluap dan semua berduka juga sesosok raksasa, tereteskan air mata Rp 1 M, terselip galah Ratu Adil yang hilang digiginya, betapa masih banyak slilid-slilid itu menyelip disela-sela gigi-gigi kurupsi yang berlubang dan bau.

SI Io-begitulah ia dipanggil yang sebenarnya ia bernama Satrio- sedang memecahakan Kode Rahasia R Ng Ronggowarsito-seorang pemikir ramalan Raja kediri Jayabaya- atas Ratu Adil yang di gambarkan dalam 4JJI yang nantinya akan meberikan kesejahteraan Kertosaji.

"Galah itu bernama 'alif' yo!" sebuah bisikan dalam samadinya.

"Galah keadilan memang tak sepicik itu namun galah itu adalah betapa Ia sang Maha Kuasa yang bisa menyatukan hati mereka yang tertidas, menyentuh dengan kelembutan dan tak kan ada sekat lagi antara si kaya- si miskin untuk saling berbagi di dunia."

"Ia bukanlah sang mesias palsu seperti yang selama ini berkuasa menumpuk hutang-hutang yang dibebankan kepada bangsa yang kemudian menjual sebuah gunung penuh emas kepada bangsa lain lalu menyamar dan mengangkat dirinya sebagai Satria Piningit yang selama ini diimpikan- Raden Suharta-."

"Satria Piningit Sejati yang akan merebut galah dari mulut rasekso itu adalah mereka-mereka yang bersatu untuk menghentikan permainan ketidak adilan yang terus menerus menggerogoti bangsa ini."

Mereka itulah manusia-manusia yang memiliki sepak terjang yang tak kan pernah keluar dari Kitab Piwulang yang agung."

Renungan Satrio terkagetkan sebuah suara petir, ia beranjak dari tempatnya. Bersiap-siap puasa itulah yang ia lakukan setiap teringat ketidak adilan -seperti piweling mbok Setio simbahnya-.

"Oh Keadilan mengapa hanya permainan." Keluh Satrio dalam hati.

Piweling dari Mbok Setio, "Peperangan dengan Rasekso itu hanya ada dalam puasa kita cucuku!"

Satrio mengurungkan niatnya untuk mencongkel gigi-gigi korupsi sang rasekso, "Biarlah sang Hyan Angkoso menjelma, walapun entah kapan semoga aku bisa menundukkan rasa tidak sabar ini".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun