Saat si A masuk kelas di Sekolah Dasar dia sudah mendapati meja kursi kayu yang tersusun rapi satu meja dengan dua kursi. Lalu dia duduk di bangku dan meraba-raba mungin juga mengagumi meja belajarnya. Terlintas dalam pikirannya pertanyaan-pertanyaan bagaimana meja ini bisa terbentuk? Adakah sesuatu yang membentuknya? Bila memang ada siapa pembentuknya? Ataukah dia ada dengan sendirinya?
Ketika Guru Kelasnya masuk, diungkapkanlah semua pertanyaan-pertanyaan tadi. Maka Guru pun menjawab bahwa meja itu terbentuk dari kayu-kayu besar yang diolah menjadi papan-papan dan balok-balok kayu lalu papan-papan dan balok-balok kayu itu dipotong-potong sesuai ukuran yang dikehendaki lalu disusun dan direkatkan oleh paku. Si A bertanya, "Siapa yang menyusunnya?". Karena Guru tidak kenal pembuatnya karena memang belum pernah bertemu dengan pembuatnya maka Guru pun menjawab bahwa yang membuatnya adalah Tukang Kayu untuk menyebut seseorang yang memiliki keterampilan/keahlian membuat mebeulair. Sampai disini Si A merasa tidak puas dan memohon agar Guru dapat mencari tahu nama pembuatnya dan Guru pun menyangupinya.
Lalu teman sebangkunya Si B yang sejak tadi menyimak pun bertanya kepada Guru, "Ketika saya masuk kelas saya telah mendapati meja dan kursi telah tersusun rapi bukankah ini berarti mereka telah ada dengan sendirinya?". Si A pun menimpali, "Saya pun sempat terpikir demikian?". Guru pun menjawab, "Tidak masuk akal jika pohon-pohon besar itu memipihkan diri mereka sendiri untuk menjadi papan lalu mengkotak-kotakan dirinya untuk menjadi balok-balok kayu lalu memotong-motong dan menyusun diri mereka sendiri lalu datanglah paku dengan sendirinya untuk merekatkan dan tersusunlah meja dan kursi. Setelah itu mereka berduyun-duyun berjalan dengan sendirinya ke dalam kelas dan menyusun dengan sendirinya dengan rapi". Si A dan Si B pun hanya manggut-manggut.
Beberapa hari kemudian Guru pun memberikan jawaban atas pertanyaan si A bahwa Bapak Z lah yang membuat mejanya. Beliau seorang laki-laki berusia empat puluh dua tahun dan sudah berkeluarga dengan dua orang anak dan tinggal di rumah sederhana di daerah T. Si A dan Si B berterimakasih untuk jawaban itu dan Si A bermaksud ingin menemui Bapak Z secepatnya sementara si B tidak ingin segera menemuinya karena mungkin hal itu baginya tidaklah penting.
Singkat cerita si A pun berhasil menemui Bapak Z dan bisa mengetahui lebih banyak soal meja dan juga tentang Bapak Z yang terlihat masih kuat meski usianya sudah kepala empat. Beliau memiliki seorang isteri dan dua orang anak. “Ternyata benar apa yang disampaikan Guruku” pikir si A.
Sementara bagi si B setelah belasan mungkin puluhan tahun dimana dia telah lulus kuliah, menikah, memiliki tiga orang anak baru terpikir untuk menemui Bapak Z pembuat meja belajarnya saat SD dulu. Setelah ditelusuri dia memperoleh informasi bahwa Bapak Z telah meninggal dunia dua tahun silam, karena penasaran dia pun menggali kubur Bapak Z yang ternyata tinggal tulang belulang. Bagaimana bila si B berpikir bahwa Bapak Z yang tulang belulang inilah yang membuat meja belajar itu? “Betapa hebatnya tulang belulang ini bisa membuat meja!” pikir si B. Atau ternyata Bapak Z dikremasi dan abunya sudah di tabur ke lautan sehingga tidak ada lagi yang tersisa dari perwujudan Bapak Z lalu dia berpikir bahwa benarlah pikirannya dulu bahwa meja itu ada dengan sendirinya dan Gurunya telah berbohong?
Terlihatlah akan terjadi perbedaan pendapat antara si A dan si B tentang Bapak Z namun tentu kita bisa menilai siapa yang mengalami sesat pikir?
Lalu cerita pun beralih:
Setelah memikirkan tentang meja, si A pun melihat ke atas dan dia melihat langit yang terbentang luas. Pertanyaan yang sama pun muncul: bagaimana langit ini terbentuk? Adakah pembuatnya? Bila ada siapa yang telah membuatnya? Apakah dia ada dengan sendirinya? Dalam pencariannya dia pun menemukan teori-teori tentang terbentuknya langit dan bumi. Lalu siapa yang membuatnya? Dia pun berpikir bahwa pembuatnya adalah sesuatu yang super hebat yang memiliki kemampuan hebat sehingga bisa menyebabkan teori pembentukan itu terjadi lalu terbentuklah langit dan bumi.
Pertanyaannya apakah dengan demikian si A mengalami sesat pikir?
Tanggapan dari seorang “warga” dunia maya saya inisialkan saja ALS:
Bisa disebut “sesat pikir” dan bisa disebut “tidak sesat pikir” sesuai dengan cara kita memandangnya. Si A itu berpikir bahwa sesuatu yang dianggapnya ada itu mesti ada pembuatnya, lalu ia pun berpikir (mengambil kesimpulan) bahwa pembuat langit dan bumi ini sebelum terjadinya Big Bang or whatever itu seharusnya merupakan sesuatu (mengapa tidak dikatakan “Tuhan” (bahasa Indonesia) atau “Allah” (Arab) saja supaya jelas?) itu pasti super hebat. Lalu, secara logis dan konsekuen ia pun mesti bertanya lagi: siapakah pembuat sesuatu yang super hebat ini? Jawabannya pasti sesuatu yang super-super hebat. Dan seterusnya ad infinitum.
Tanggapan saya yang juga ternyata “warga” dunia maya:
Ad infinitum terjadi karena ada proses yang diloncati/dilewatkan, bila kembali pada kerangka berpikir si A dimana dia mengajukan pertanyaan kepada objek yang dia amati lebih dulu seperti meja yang dia lihat dan dia raba dan langit yang dia lihat maka kerangka berpikirnya adalah:
Jika si A sudah bertemu dengan super hebat maka si A bisa mengajukan pertanyaannya.
Dengan demikian tidak terjadi sesat pikir. Namun bila pertanyaan itu secara serta merta diajukan maka yang terjadi adalah pemaksaan kehendak (penyesatan) kerangka berpikir.
Masuk akal tentunya jika super hebat itu sesuatu yang hidup? Dan saat si A berhasil bertemu dengan super hebat maka dia bisa mengamati langsung dan berdialog/wawancara kepada super hebat tentang kondisinya baik itu wujudnya atau juga sifat-sifatnya sebagaimana dia bertemu dengan Bapak Z pada cerita tersebut.
Dan jika ALS ingin menyebut Tuhan atau Allah sebagai Super Hebat maka pertanyaan logisnya adalah apakah ALS pernah bertemu dengan Allah atau paling tidak sudah sedekat apa ALS mengenal Allah?
Saya berharap semoga sangat dekat.
Ini bukan soal keyakinan tapi hanya kerangka berpikir semoga dengan kerangka berpikir yang benar kita menemukan keyakinan yang tidak mengandung sesat pikir.
Selamat berpikir dan mari berpikir!
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" AQS. Al-'An`am [6] : 50
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” AQS. Al-'A`raf [7] : 54
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H