EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK
DALAM MERUBAH PERILAKU AGAR MERASA BETAH DI RUMAH
PADA PESERTA DIDIK KELAS X ULW SMK NEGERI 1 SELO
DENGAN PENDEKATAN REALITY TERAPHY TEKNIK WDEP
SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2022/2023
Tujuan : Melalui layanan konseling kelompok metode reality teraphy teknik WDEP dengan tema "Tidak Betah di Rumah (Bosan)", peserta didik dapat merubah perilaku sehingga merasa betah di rumah (tidak bosan).
Ditulis oleh: Joko Marwanto (06 Januari 2023)
LPTK Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Rumah adalah tempat belajar pertama bagi peserta didik setelah sekolah dan lingkungan masyarakat. Hal ini disebabkan karena waktu peserta didik lebih banyak berada di rumah bersama dengan orang tuanya daripada tempat lain. Kondisi seperti ini sangat baik untuk orang tua dalam memotivasi anak untuk belajar.
Peserta didik yang terlalu sering keluar rumah tentu saja membuat orang tua khawatir. Orang tua takut jika anaknya salah pergaulan, bertemu orang jahat, atau jadi tidak konsentrasi dengan sekolahnya.
Ada beberapa alasan kenapa anak jadi tidak betah di rumah sehingga lebih sering keluar rumah.
Berdasarkan hasil AKPD kelas X ULW menunjukkan bahwa 16,7% (5 dari30) peserta didik tidak betah tinggal di rumah sendiri dan merasa bosan dan setelah dilakukan analisis kajian literatur dan wawancara, diketahui bahwa penyebab peserta didik tidak betah tinggal di rumah adalah :
1. Suasana rumah tidak nyaman.
2. Siswa lelah saat pulang sekolah masih harus membantu bekerja orang tuanya.
3. Orang tua tidak memberi rasa nyaman.
4. Korban dari perceraian orang tua, tidak ada perhatian.
5. Tidak memiliki teman di rumah.
6. Orang tua tidak peduli dengan kondisinya.
Kondisi inilah yang menjadi latar belakang masalah dan mengakibatkan terganggunya semangat dan motivasi belajar di kelas.
Oleh karena itu saya sebagai guru bimbingan dan konseling harus melakukan tindakan berupa layanan konseling kelompok kepada peserta didik yang mempunyai masalah tidak betah di rumah. Dari uraian diatas maka dibuat sebuah rencana pemberian layanan konseling kelompok dengan metode realiti terapi teknik WDEP dengan tema "Tidak Betah di Rumah (Bosan)".
Setelah melakukan identifikasi masalah yang dialami oleh peserta didik maka masalah ini sangat penting untuk diberikan layanan segera sebagai pencegahan dalam mencapai tujuan layanan yaitu agar peserta didik dapat merubah perilaku sehingga merasa betah di rumah (tidak bosan). Layanan konseling kelompok dengan metode realiti terapi teknik WDEP dengan tema "Tidak Betah di Rumah (Bosan)" sangat tepat diberikan kepada peserta didik karena berbagai pertimbangan antara lain:
1. Cahyani (2019) dalam Tesisnya yang berjudul Keefektifan Konseling Kelompok Realita Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Kebahagiaan Siswa SMK Ibu Kartini Semarang menyatakan bahwa konseling kelompok realita dapat dijadikan sebagai cara yang efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosi dan kebahagiaan siswa.
2. Bariyyah, dkk. (2018) dalam jurnalnya yang berjudul Konseling Realita untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa menyimpulkan bahwa dalam penelitian eksperimen yang menerapkan Konseling Realita dapat meningkatkan tanggung jawab belajar siswa, konseling realita lebih menekankan pada kekuatan pribadi, dan pada dasarnya merupakan jalan dimana siswa dapat belajar secara realistik dalam mencapai keberhasilan.
3. Faiz (2008) "Pendekatan Reality Therapy merupakan pendekatan yang berfokus pada tingkah laku manusia di masa kini yang sesuai dengan realitasnya. Reality therapy ini berlandaskan pada sebuah teori yang bernama teori pilihan yang menyatakan bahwa manusia dapat memilih dan mengendalikan tingkah lakunya sendiri namun dengan tidak terlepas dari tanggung jawab setiap individu dalam tingkah lakunya.
Berdasarkan analisis dan wawancara dengan rekan sejawat maka guru bimbingan dan konseling dalam masalah ini berperan sebagai pemimpin kelompok dan bertanggungjawab antara lain:
1. Menelaah keinginan dan kebutuhan konseli/ anggota kelompok (Want).
2. Menanyakan secara spesifik apa yang sudah dilakukan konseli/ anggota kelompok untuk mencapai keinginan (Direction).
3. Mengajak konseli/ anggota kelompok untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan dan memberi masukan yang positif (Evaluation).
Mengajak konseli/ anggota kelompok untuk membantu merancang rencana tindakan (komitmen) yang akan dilakukan (Planning).
Setelah dilakukan identifikasi masalah dengan refleksi diri, wawancara teman sejawat, kepala sekolah dan peserta didik, maka beberapa tantangan yang terjadi yaitu:
1. Bagi peserta didik yang belum terbiasa menganalisis suatu permasalahan, biasanya enggan untuk mengerjakan lembar kerjanya dan menceritakan masalah yang dialaminya.
2. Peserta didik masih belum begitu mengetahui tentang macam-macam layanan yang ada di dalam BK.
3. Â Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pemberian layanan lebih lama sedangkan ada beberapa anggota kelompok yang juga harus diselesaikan maslahnya dan waktu untuk memberikan layanan terbatas.
4. Tantangan itu yang menyebabkan seorang guru harus mampu merancang layanan yang dapat membantu peserta didik menyelsaikan masalahnya dengan cara bertahap dan dapat diterima semua anggota kelompok.
5. Jika jumlah anggta kelompok dalam layanan masalahya terlalu rumit, pemimpin kelompok akan kesulitan untuk mengondisikan penugasan.
6. Pendekatan pada teknik ini memunyai kelemahan yaitu bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah, dimana pendekatan ini memiliki keterbatasan dalam membantu peserta didik dengan alasan apapun tidak dapat mengekspresikan kebutuhan, pilihan, dan rencananya dengan baik.
Kegiatan pada layanan ini melibatkan beberapa pihak. Pertama, saya sebagai konselor (pemimpin kelompok) yang memberikan layanan konseling kelompok. Kedua, Kepala Sekolah dan Wakil Kepala sekolah yang memberikan izin serta dukungan dalam pelaksanaan praktik. Ketiga, Guru mata Pelajaran yang juga merupakan mahasiswa PPG, kebetulan kami bekerjasama dan saling membantu dalam pelaksanaan PPL dan perannya adalah sebagai operator zoom dan IT. Keempat, peserta didik kelas X ULW SMK Negeri 1 Selo yang berjumlah 5 orang sebagai penerima layanan konseling kelompok. Kemudian tidak lupa Dosen dan Guru Pamong PPG Kategori 1 Gelombang 2 UKSW Salatiga yang selalu memberikan bimbingan kepada saya selaku mahasiswa PPG Dalam Jabatan ini.
Mencari tahu penyebab masalah serta akar penyebab masalah kenapa peserta didik merasa tidak betah di rumah (bosan), kemudian menentukan solusi pemberian layanan dengan mencari dan menentukan teknik/ pendekatan yang paling tepat dan sesuai dengan permasalahan yang ada. Setelah menemukan layanan dan teknik selanjutnya saya menyusun perangkat pemberian layanan, mulai dari RPL, LKPD, rubrik evaluasi, dan rencana tindak lanjut. Selain itu tidak lupa berkomunikasi dan menyambut baik kepada anggota kelompok yang mempunyai masalah agar lebih merasa diterima dan lebih antusias, sehingga memunculkan motivasi kepada anggota kelompok dalam mengikuti pemberian layanan. Setelah selesai memberikan layanan kemudian melakukan evaluasi untuk mengetahui apakah dalam pemberian layanan konseling kelompok ini mampu merubah perilaku anggota kelompok sehingga merasa betah di rumah (tidak bosan).
Beberapa langkah di atas dlakukan untuk menhadapi tantangan atau masalah yang harus segera diselesaikan dengan baik oleh seorang guru profesional, selain beberapa langkah di atas dilakukan juga sosialisi oleh guru bimbingan dan konseling terkait macam-macam layanan yang ada dalam bimbingan konseling. Penyampaian informasi terkait pengaruh yang dapat  menyebabkan rasa tidak betah di rumah kepada anggota kelompok dalam upaya merubah perilakunya agar tetap termotivasi dalam belajar dan betah di rumah saat setelah pulang sekolah.
Kegiatan layanan ini menggunakan strategi Layanan Konseling Kelompok dengan pendekatan Reality Teraphy teknik WDEP dengan materi "Tidak betah di rumah (Bosan)". Guru bimbingan konseling sebagai pemimpin kelompok melakukan layanan dengan berpusat pada anggota kelompok agar pemahaman anggota kelompok  terkait layanan konseling ini dapat meningkat yaitu dengan penggunaan WDEP sehingga anggota kelompok dapat menganalisis masalahnya yaitu keinginan dan tindakan-indakan yang akan dilakukan dalam mencapai keinginan serta rencana ke depan atau komitmen apa yang akan dilakjukan. Dengan menggunakan teknik ini anggota kelompok dapat saling memberi masukan dan terjadi dinamika kelompok yang membuat anggta kelompok dapat menemukan solusi dari masalah yang dialami.
Pada layanan ini terdapat 3 tahap yang harus dilalui. Mulai dari tahap awal, tahap inti/kegiatan dan tahap penutup. Pada tahap awal dimulai dengan salam dan berdoa, kemudian membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, kegiatan apa yang dilakukan setelah pulang sekolah dan ice breaking). Kemudian menyampaikan tujuan layanan, menjelaskan langkah-langkah, tugas dan tanggung jawab peserta didik dan yang terakhir menanyakan kesiapan peserta didik untuk melanjutkan ke tahap inti/kegiatan.
Selanjutnya masuk pada tahap inti/kegiatan. Saya sebagai guru bimbingan dan konseling memandu jalannya kegiatan. Yang pertama saya menanyakan atau meminta setiap anggota kelompok mengemukakan masalahnya, keinginannya, apa yang sudah dilakukan untuk mencapai keinginan tersebut dan komitmen apa yang akan dijalani. Setelah anggota kelompok menyampaikan semua masalahnya kemudian menyepakati masalah siapa dulu yang akan dibahas dan jika sudah sepakat maka dilanjutkan dengan membahas masalahnya serta memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk saling menyampaikan saran dan masukan kepada anggota kelompok yang sedang dibahas masalahnya. Setelah itu, jika sudah menemukan solusi yang akan dicoba maka membuat kesimpulan dari hasil konseling yang kemudian mengajak untuk berkomitmen terhadap Langkah yang akan dilakukan dan memberikan penguatan kepada anggota kelompok.
Tahap terakhir adalah penutup. Sebagai guru bimbingan konseling saya mengajak anggota kelompok untuk membuat kesimpulan terkait dengan layanan yang telah disampaikan. Anggota kelompok menyampaikan kesimpulan tentang kegiatan yang telah dilaksanakan.
Setelah itu, meminta anggota kelompok untuk mengisi lembar evaluasi yang dituangkan dalam google formular yang sudah disediakan. Akhir kegiatan ditutup dengan berdoa dan salam.
Layanan konseling kelompok ini melibatkan beberapa pihak terkait, antara lain:
1. Saya, guru bimbingan konseling yang berperan sebagai pemimpin kelompok.
2. Peserta didik sebagai sasaran kegiatan layanan/anggota kelompok.
3. Rekan Sejawat sebagai operator.
4. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum sebagai pemberi ijin praktik dalam memberikan layanan.
5. Dosen dan guru pamong sebagai pemdimbing dalam perkuliahan dalam hal ini Praktik Pengalaman Lapangan (PPL).
Layanan konseling kelompok metode Reality Teraphy teknik WDEP dengan topik "Tidak Betah di Rumah (Bosan)" yang telah dilakukan ini hasilnya berdampak cukup efektif. Terlihat dari berubahnya perilaku anggota kelompok yang sangat baik dan merasa nyaman dan antusias belajar semenjak dilakukannya layanan konseling kelompok ini. Hal ini terjadi karena adanya pemahaman tentang penyebab dan akibat dari rasa bosan dan tidak betahnya mereka di rumah saat waktunya belajar, serta anggota kelompok telah mengetahui atau mampu membuat langkah-langkah untuk merubah tingkah laku agar motivasi belajarnya meningkat atau menjadi lebih baik dan merasa betah di rumah.
Layanan dilaksanakan dengan waktu 1x45 menit, anggota kelompok mengikuti kegiatan dengan antusias. Selain itu, hasil yang didapat yaitu berubahnya perilaku sehingga motivasi belajarnya meningkat dan dapat menghindari penyebab yang membuat mereka tidak betah di rumah mendapatkan respon yang baik dari  teman sejawat (koordinator BK), guru mapel dan wali kelas. Mereka sangat berterimakasih karena dengan dilaksanakan layanan ini para anggota kelompok yang tadinya memiliki motivasi belajar rendah yang diakibatkan rasa tidak betah di rumah atau bosan sekarang menjadi lebih semangat dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan dari hasil LKPD serta Instrumen Evaluasi yang diberikan kepada anggota kelompok kelas X ULW yang berjumlah 5 orang peserta didik, diketahui bahwa 80% (4 orang) peserta didik (anggota kelompok) Â memahami dengan bai tujuan yang diharapkan dari topik layanan dalam menyelesaikan maslalah dan 20% (1) peserta didik masih belum sepenuhnya memahaminya. 80% (4 orang) peserta didik (anggota kelompok) meyakini akan lebih baik apabila mempunyai komitmen dalam menjalankan peran sebagai peserta didik dan anggota keluarga dan 20% (1 orang) peserta didik (anggota kelompok) belum begitu meyakininya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan Reality Teraphy Teknik WDEP terbukti efektif.
Beberapa respon orang lain terkait dengan strategi yang dilakukan ditunjukkan dengan respon positif, diantaranya:
1. Peserta didik (anggota kelompok) merasa terbantu dengan adanya layanan konseling kelompok yang telah diberikan oleh Guru Bimbingan dan Konseling.
2. Antusias peserta didik (anggota kelompok) dalam mengikuti layanan terlihat jelas dalam memberikan masukan, saran dan solusi kepada anggota kelompok yang sedang dibahas masalahnya.
3. Wali kelas dan guru mapel memberikan respon yang positif yaitu dengan adanya layanan ini peserta didik yang tadinya tidak semangat dan tidak termotivasi untuk belajar sekarang menjadi lebih semangat.
Faktor keberhasilan dari strategi ini antara lain:
1. RPL sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
2. Peserta didik (anggota kelompok) Â aktif dalam layanan konseling kelompok yang diberikan.
3. Pemberian layanan menggunakan metode Reality Teraphy Teknik WDEP.
4. Guru Bimbingan dan Konseling menjadi pemimpin kelompok yang sesuai dengan harapan peserta didik (anggota kelompok).
5. Peserta didik mendapatkan pemahaman tentang pentingnya menghindari pengaruh-pengaruh yang terjadi di dalam rumahnya yang dapat mengganggu semangat belajarnya.
Terakhir, pembelajaran yang bisa diambil dari proses yang sudah dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok adalah guru bimbingan dan konseling menjadi lebih profesional untuk memilih pendekatan, metode dan teknik layanan yang sesuai dengan permasalahan yang dialami peserta didik.
Seorang guru dituntut untuk menilai secara keseluruhan dari ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Tentunya dalam instrumen yang lengkap mulai dari hasil AKPD, identifikasi masalah, indikator ketercapaian setiap langkah-langkah, dan rubrik penilaian untuk melengkapi penilaian akhir pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H