Beberapa hari terakhir ini pemberitaan banyak mengangkat mengenai dimulainya proses penyelidikan "dugaan" Korupsi dana Bansos DKI oleh Bareskrim Mabes Polri dan pemanggilan Sylvia Murni yang calon Wagub DKI yang berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono paslon nomor 1.
Kasus ini sebetulnya sudah mencuat kepermukaan beberapa waktu silam adanya dugaan penyimpangan Dana Bansos DKI yang dikelola Ahok dengan jumlah cukup fantastis sebesar Rp 10 Triliun rupiah. Ahok sebagai Petahana, ikut bersaing untuk menduduki jabatan Gubernur DKI untuk kedua kalinya berpasangan dengan Djarot.
Yang menimbulkan pertnyaan, mengapa kasus dugaan korupsi tersebut baru saat ini ditangani ?
Seperti diketahui publik, Badan Reserse Kriminal Polri tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI Jakarta untuk tahun anggaran 2014 dan 2015.
Polisi pun memanggil Sylviana Murni untuk dimintai keterangan dan dokumen. Sylviana Murni, yang saat ini mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Pemilu 2017, adalah Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta periode 2015-2016.
Dia juga pernah menjadi pelaksana tugas Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Pemprov DKI Jakarta (2013-2014). Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan penyelidikan dana bansos ini merujuk pada hasil temuan dan informasi. “Pada tahun itu (2014-2015) bisa jadi belum diketahui karena belum ada informasi hasil pemeriksaan audit keuangan misalnya,” kata Boy di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Januari 2017 sebagai mana dikutip media pemberitaan Tempo.co
Alasan pihak kepolisian tersebut masuk akal karena kepolisian sebagai lembaga penindak selain KPK harus menunggu hasil audit BPK sebagai lembaga resmi negara yang melakukan pemeriksaan keuangan negara. BPK akan melakukan koordinasi dengan lembaga penindak jika menemukan indikasi tindak pidana korupsi atau kerugian negara.
Sebelumnya, mencuat kepermukaan dua temuan BPK ketengah publik yaitu potensi kerugian negara dalam pembebasan tanah RS Sumber Waras dan Pembebasan tanah di Cengkareng yang disebut oleh BPK membeli tanah milik Pemprov sendiri. Namun kedua kasus tersebut hilang begitu saja tidak ada tindak lanjutnya setelah Presiden mengumpulkan Kapolda dan Kajati seluruh Indonesia.
Dugaan korupsi dana Bansos yang saat ini sudah bergulir di Kepolisian semula dihembuskan oleh Andi Arief, mantan stafsus Presiden SBY ke media, namun BPK, mungkin karena arahan Presiden tak lagi mengungkap temuannya ke tengah publik yang menjadi komoditas politik penentang Ahok. Menyitir penjelasan IrJen Boy Rafli, kepolisian memulai proses setelah didapat informasi audit keuangan, bisa difahami bahwa lembaga yang berkopeten melakukan audit keuangan negara adalah BPK.
Koordinasi antara BPK dan lembaga penindak seperti KPK atau Polri menjadi wajar dilakukan secara tertutup agar masalah korupsi tidak dipolitisir. Seperti halnya BPK yang mengungkap temuannya ketengah publik sempat menjadi "bulan2an" yang dapat menggerus kredibilitasnya sebagai lembaga negara.
Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan dimulainya proses penyelidikan dugaan dana Bansos ini dipolitisir karena menyangkut pihak2 yang bersaing dalam pilkada dki dan proses itu juga bertepatan mendekati hari H pemilihan langsung.
Terlalu sumir menyatakan Ahok melakukan tindakan korupsi karena proses itu baru dimulai dengan memanggil Sylviana Murni yang dinilai mengetahui duduk perkara untuk penggalian informasi dan mencari bukti hukum lainnya. Namun, karena korupsi tersebut menyangkut APBD DKI, tak tertutup peluang menyasar kepada Ahok sebagai Gubernur pada waktu itu.
Kasus hukum ini, harus diakui tak pelak lagi akan mempengaruhi citra Ahok sebagai Gubernur yang bersih seperti opini yang dikembangkan terkait dengan pencalonanya sebagai gubernur DKI mendatang. Kasus ini juga rentan dipolitisir, namun diyakini bahwa apa yang dilakukan oleh polri memiliki alasan yang cukup untuk menindak lanjui informasi dugaan tindak pidana korupsi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H