Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 123/Kpts/KPU/2016, tema debat  merujuk pada visi, rencana strategi pembangunan, dan isu-isu aktual di daerah. Secara spesifik, tema debat antara lain mencerminkan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memajukan daerah, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan memperkokoh kebangsaan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang cukup menarik dalam debat pertama yang sudah dilangsungkan, moderator debat, Ira Koesno melempar pertanyaan, mungkin diluar konteks keputusan KPU diatas, moderator menanyakan apakah paslon akan tetap memegang amanah sebagai gubernur dan wakil gubernur dan tidak tergoda untuk maju menjadi presiden?
Ahok bungkam, yang menjawab  cawagub Djarot,"Pikiran kami curahkan untuk warga Jakarta. Kami adalah pelayan warga Jakarta dengan tulus. Jakarta adalah kota yang bisa kita banggakan," Tentunya kalau Ahok terpilih menjadi Presiden, seperti hal Jokowi, Djarot akan menggantikan jabatan Ahok.
Agaknya, menjadi gubernur DKI akan menjadi tradisi sebagai batu loncatan untuk menjadi presiden RI sebab, bagaimanapun DKI menjadi pusat perhatian nasional yang memungkinkan mendapatkan popularitas.
Namun sayangnya, debat  terbuka tersebut lebih cenderung "mengadili" apa yang sudah dilaksanakan Ahok, ditanya masalah penggusuran Ahok mengelak bahwa dia tidak pernah melakukan penggusuran, namun merelokasi.
Ada yang patut dicatat sebagaimana yang disampaikan oleh Ahok mengenai integritasnya yang sudah terbukti pernah menjadi bupati, anggota DPR RI dan Gubernur yang lebih menggambarkan curriculum vitaenya. Maksudnya mungkin, integritas seseorang diukur dari pengalaman kerjanya agaknya Ahok masih berpola pikir bisnis yang umumnya memerlukan tenaga yang berpengalaman.
Tentunya pola berpikir demikian sangat bertolak belakang dengan pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat yang masih berpandangan konservativ dimana bebet, bobot dan bibit masih menjadi norma integritas.
Dalam pandangan konservatif, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang baik prilakunya, arif bijaksana dan jujur. Sedangkan pengertian yang berhasil memenangkan persaingan adalah mereka yang kuat, beruang, pintar dan dapat berlaku licik.Â
Kebetulan saya sejak kecil tinggal tak jauh dari lokasi penggusuran seputar Bukit Duri yang menjadi Topik debat, dari zaman dulu memang sepanjang bantaran kali Ciliwung sudah dihuni masyarakat, selepas pintu air manggarai kebetulan diapit oleh jalan  ( mungkin dulunya jalan inspeksi ) dan rel kereta sehingga tak bisa dihuni.  Alasan yang dikemukan oleh Ahok melakukan penggusuran karena masyarakat melakukan pelanggaran.
Disinilah perbedaan pandangan dengan kedua paslon  menyangkut penggusuran dimana Ahok berdalih masyarakat  telah melakukan pelanggran dan cenderung menyalahkan gubermur terdahulu dan muncul dalih tidak melakukan penggusuran namun merelokasi ke rumah susun yang ditanggapi oleh paslon no 1, masyarakat yang tergusur tersebut tak mampu bayar sewa dan terancam diusir.
Mungkin filosofinya, jangan hidup di Jakarta kalau tidak kuat bayar PBB yang pernah mencuat kepermukaan , tidak kuat bayar sewa rusun menjadi masalah sosial lainnya menyusul program yang sudah dilaksanakan oleh Ahok.
Memang seseorang yang sudah berbuat mudah dinilai dibandingkan dengan yang belum berbuat, debat terbuka yang seharus masyarakat mendengarkan misi dan visi ketiga paslon agaknya berubah "mengadili" Ahok, paslon patahana  yang tidak pernah melakukan penggusuran tetapi merelokasi ke rusunawa, tentunya harus bayar sewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H