Kuarahkan motorku ke selatan kota untuk sekedar mencari angin sepoi nan segar, kubawa motorku melintas menembus angin laknat sore itu, kulihat Rega dan Trisni sedang berdiri di warung buah pinggir jalan, tampak si Trisni menthel uring-uringan dengan Rega. Ku tak pedulikan mereka ketika ku lewat di depan warung buah. Tak tahu mengapa seolah angin membawaku lebih cepat  pada sore laknat itu dan  mengajakku cepat-cepat untuk melihat kumbang dan bunga terlibat hasrat. Seolah motorku di jerat angin supaya melambat, kurahkan pada sebuah  bangunan yang merupakan penginapan dikota itu. Kutoleh ke kiri ada kulihat berdua bermotor Tintan bersama Badboynya keluar dari penginapan tersebut dengan kecepatan tinggi.
Bak dihantam gelombang tsunami hatiku melihat itu, "Gak percaya! sekali-kali ku gak percaya!" Guman hatiku. Kuhentikan motorku didepan warung kopi tuk ambil nafas dan tentramkan diri.Setelah reda gejolaku, kuarahkan motorku tuk pulang dengan tanda tanya membebani otakku.
Esok harinya, ketika ku lagi nyapu didepan kelas tiba-tiba uringan si menthel Trisni  menyerbuku, "Purbo, benci nian aku sama Rega, orang diajak pulang malah pergi ke warung buah beli jambu!, sebel banget ku!"  "Lho kok sebel, khan jambu tuk kamu, enak dong mestinya khan ditraktir ?"  sahutnya, "Gaklah ku gak suka jambu, kecuali yang beli Purbo, he he he."  Tawa menthelnya  membelah teras depan sekolah. Seketika datanglah Tintan berjalan ke arah kelas dengan jaket di pundak, namun dengan muka yang murung, saat bell berbunyi kami segera memasuki kelas tuk menginfuskan diri dengan ilmu-ilmu biologi.
Hari hari terus berlalu sampailah hampir mencapai bulan ke 3, saat itu ku dibantu  Trisni bersih-bersih ruangan kelas, tiba-tiba Rega datang membawa kado ulang tahun buat Trisni, "Hai Trisni, Met Ultah ya?'  " Maksih  Rega perhatiannya," Jawab Trisni datar  "Ini sate kesukaanmu, kubelikan khusus tuk kamu dihari istimewa ini." "Mkasih sekali Rega." Ucap Trisni datar. Ku melirik kearah Trisni menthel namun wajahnya tertunduk, ketika Rega pergi meninggalkan kami.
Suatu hari yang cerah sekitar jam 10 pagi terdengar dari kelasku seorang berlari menuju WC dan tampaknya orang itu si Tintan, tak berapa lama dari jendela kulihat Trisni tergopoh menuju WC putri, "Ahhh mungkin masuk angin pikirku" setelah kira kira 25 menit Tintan dan Trisni kembali ke kelas. Terdengar ditasku ada notifikasi dari Kontaknya Trisni, segera kubuka pesan dari Trisni tertulis "Purbo, Tintan di WC muntah-muntah." Â "Sakit apa Tintan?" Jawab Trisni, "Belum tau tpi dianya dipanggil bu Marnah ke kantor .Rasa sedih segera menghardiku keras banget, "Jangan-jangan pemandangan tempo dulu itu benar si Tintan dan Badboy, aaahh! Gak percaya aku!" Â
Seusai kelas  sebelum piket ku bidikan pandanganku  ke halaman sekolah, tak tampak si Tintan, bunga yang pernah bermain di pelataran hatiku tempo dulu. Hatiku semakin risau dengan tanda tanya yang memburuku. Keesokan harinya ku bersenda gurau bersama temen-temen di teras kelas, namun sampai bell masuk Tintan seolah hilang ditelan kabut pagi nan dingin itu. Terdengar suara notifikasi dari HP ku ternyata ada pesan dari Trisni, "Purbo, kata Bu Marnah si Tintan untuk sementara tidak sekolah dulu karena sakit."  Lanjutan pesan itu berbunyi, "Tapi Bu Marnah gak ngomong Tintan sakit apa?"  Ku mulai pecaya pemandangan sekitar 3 bulan lalu itu adalah Tintan dan badboynya.
Saat kusedang nyantai malas setengah ria ku dapet pesan dari si menthel Trisni, "Purbo, Yukk!  kita ke air terjun, tempatnya indah Lho."  "Wahh kumalah blum pernah kesana." Jawabku  "Makanya besok ma aku, pakai motor aku aja, OK...OK?"  "Yalah besok jam brapa kesini Tris?"  "Jam 10 pagi ya? .., siap lhoo! Ehhh aku  kirimi kamu kemplang palembang lewat GoFood, awas! gak boleh nolak!"  "Aduuuhh kamu repot-repot Trisni."Jawabku laksana Kucing memalukan.
Keesokan harinya menjelang pukul 10 an pagi terdengar suara  klakson bunyinya kencenng tatkala ku sedang kebersihan di kebun sayurku. Secepat  ku merangsek keluar bersama hatiku yang masih hambar. Kulihat Trisni memakai setelan Jeans hitam dengan setelan kaos agak orange cukup ketat, ada di depan rumahku, "Hai, Purbo pergi yuuuuk!"  "Iya ni kuudah siap juga kok. "Segera kukunci pintu rumahku ku minta kunci motor Trisni , sekejab ku pergi membelah pagi itu bersama angin-angin cinta. Selang  45 menitan kusampai di air terjun, namun situasi tampak ramai, dengan sedikit kecewa ku cari tempat istirahat yang sepi dan agak jauh dari air tejun itu, susasana tampak gak begitu panas, dan tampak bunga dan kumbang beterbangan disekitar kami.
"Purbo?"  Trisni memecah kesunyian saat itu," "Knapa Tris ?" Jawabku singkat. "Boleh kutanya kamu?" Trisni menundukan kepala sambil, memegang penjepit rambutnya, "Boleh kok"  "Kenapa kamu gak Peka selama ini?"  "Peka bagaimana?, kita khan tetap temenin khan?"  lanjutku heran,  "Peka!.. Peka..!Peka dong purbo!" sambil banting penjepit rambutnya ke rerumputan Trisni melirikku. "Yang jelas aja kalo omong?"  "Ketika kamu senyun ma temen-temenku, aku cemberut knapa tak perhattiin aku?"  "Kamu senyum ma temenku klass IPA, aku cemberut kamu malah tinggalin aku!, Jahat kamu, Prubo."  "Khan  kucuma senyum hatiku gak kubrikan ke mreka kok?"  Mendengar itu Trisni tersenyum manis, ada kurasakan sedikit suka padanya.  "Aku tu sayang kamu, jujur aku ngomong!" Mendengar kejujuran Trisni itu hatiku cukup meleleh bak es batu,  "Yaudah Trisni, kuterima rasa sayangmu, tanganku membelai rambutnya yang agak kriting panjang, kurasakan terbersit  rasa sayang hadir dihatiku saat itu. Tampak mata Trisni mengalir air matanya, kulihat sekirbat senyum menghiasi wajahnya yang item manis. "Kuterima sayangmu Trisni, namun ku gak bisa sepenuhnya." Jawab Trisni, "Ku juga gak minta sayangnya yang banyak kok, Purbo, kucuma kamu perhatiin aku aja," Semakin rapat kumemeluk Trisni, seakan hadir rasa sayang dihatiku. Trisni kuijinkan kamu bermain di pelataran hatiku, kuijinkan kamu berlari kemanapun kamu mau, jika perlu tanamilah hatiku dengan bunga-bunga cintamu. Gantilah Tintan dengan dirimu, ku sudah relakan Ia pergi, ku mau juga kamu manja di pelataran itu, sekali-kali menangislah untukku, mainlah ditengah-tengahnya, supaya ku bisa rasakan hadirmu disetiap nafasku. Satu mintaku semester ini kita harus juara kelas, kita jahit hari kita dengan semangat,  Sejak saat itu kembang Tintan yang terkadang  muncul di pelataran hatiku lenyap tak berbekas.Â
Catatan : Nama dan cerita ditas hanya fiksi belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H