Mohon tunggu...
Joko Hendarto
Joko Hendarto Mohon Tunggu... Dokter -

Orang Indonesia yang belajar lagi ke negeri orang...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Lindungi Anak Anda dari Bahaya Vaksin?

9 Juli 2015   15:41 Diperbarui: 9 Juli 2015   16:04 4458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi virus H1N1 (Shutterstock)

Sebelum berangkat ke Jepang, ada satu hal yang selalu saya ingin lakukan, vaksinasi Influenza. Di Jakarta, supervisor saya menyarankan untuk mendapatkan vaksin flu saat melihat saya dengan rutin terserang flu yang cukup berat dan sangat mengganggu. Apalagi Kanazawa katanya adalah tempat dingin serta curah hujannya pun cukup tinggi. Sayangnya saya tidak sempat melakukannya saat masih berada di Indonesia.

Untungnya, saat sampai di Jepang, ternyata kampus punya program vaksinasi flu rutin dengan biaya yang cukup murah. Vaksinasi yang diberikan khususnya menjelang musim dingin. Nah, sebagai orang baru, saya pun berkonsultasi pada salah seorang kawan tentang vaksinasi ini, bukan konsultasi sebenarnya tapi lebih mirip nanya, tempatnya di mana karena beliau telah terlebih dahulu datang. Namun saya agak kaget juga saat disarankan untuk tidak usah vaksin saja. Beragam alasan muncul, mulai dari ketidakefektifan vaksin, adjuvan yang ditambahkan, kesalahan prinsip vaksinasi serta teori konspirasi yang melatarbelakanginya. Makan yang banyak saja, tidak usah vaksin-vaksinan. Hehehe. Sebuah nasihat yang tentu saja saya tidak ikuti.

Antivaksin, tadinya saya pikir semangat ini cuma ada di kalangan kelompok-kelompok keagamaan fanatik. Contohnya di Pakistan dan Afganistan saat pekerja vaksin WHO ditembaki oleh milisi Taliban karena dianggap meracuni anak-anak mereka dengan vaksin. Tapi nampaknya saya keliru, dari pengalaman di atas dan juga dari beberapa orang di sekitar saya, semangat “antivaksinisme” ini ternyata juga beredar di kalangan kaum cerdik terpelajar. Ada semacam kontradiksi karena banyak dari mereka yang pernah belajar imunologi, pernah belajar tentang bagaimana sistem imun bekerja namun ujungnya menolak vaksinasi. Padahal vaksinasi sudah terbukti banyak membantu umat manusia melawan dan mengeliminasi beragam penyakit infeksi serius. Bahkan kini telah jadi harapan baru untuk berhadapan dengan penyakit bukan infeksi semisal kanker.

Penolakan atas Vaksin

Terdapat beberapa alasan yang sering dikemukakan oleh aktivis antivaksin itu, saya tertarik mengutip dari mereka yang menggunakan pahaman agama utamanya yang saya temukan dari beberapa situs Islam antivaksin yang mungkin saya agak kurang sepaham dengannya. Pertama, menurut kelompok antivaksin itu, prinsip vaksin sudah salah dari dasarnya. Mencegah penyakit tidak pernah dicontohkan oleh nabi dengan memasukkan bibit penyakit yang dilemahkan itu, tapi harusnya dengan mengonsumsi makanan bergizi untuk meningkatkan antibodi.

Ini benar, asupan makanan yang bergizi sangat penting untuk perkembangan sistem imun kita. Anak-anak yang kurang gizi, utamanya kekurangan protein, akan tidak punya cukup material untuk membentuk komponen-komponen yang penting untuk kekebalan tubuhnya, misalnya antibodi dan sel-sel imun lainnya. Tapi cukupkah dengan pendekatan itu? Ada hal yang mungkin perlu diingat bersama tentang bagaimana sistem imun kita bekerja.

Kita mulai sedikit overview. Sistem imun kita secara umum dibagi dua, ada yang disebut sistem imun bawaan (innate imunity) dan sistem imun adaptif (adaptive imunity). Sistem imun bawaan ini seperti pasukan penjaga perbatasan yang akan membunuh semua musuh yang menerobos ke dalam tubuh kita. Musuh itu bisa berupa bakteri, virus, jamur atau parasite. Kerja sistem imun ini seperti pasukan sapu bersih tanpa pandang bulu, tidak spesifik. Mereka adalah kekuatan terdepan, berhadap-hadapan dengan kuman-kuman yang coba menginvasi tubuh kita. Makrofag, dendritik sel, Natural Killer Cell, granulosit dan beberapa sel lainnya adalah contoh komponen sistem imunitas ini.

Ternyata, tidak semua dari “musuh” itu bisa dibunuh oleh sel-sel imun bawaan kita, bisa jadi karena mereka terlalu kuat, terlalu banyak. Oleh karena itu, perlu bantuan pasukan khusus. Tapi tentara khusus itu tidak tersedia serta-merta di markas sistem imun kita di thymus dan kelenjar Limfe. Dibutuhkan data intelijen yang dipunyai musuh itu untuk membentuk pasukan khusus. Data itu pun kemudian dihantarkan oleh pasukan sel imun bawaan, dikenal sebagai “Antigen Presenting Cell” ke pusat sel imun adaptif. Dari pengenalan itu kemudian dibuatlah pasukan khusus yang lebih kuat dan yang paling penting sangat spesifik untuk satu jenis musuh. Jika yang dipresentasikan adalah kuman TB maka sistem imun adaptif kita akan membuat pasukan khusus untuk kuman TB itu, tidak bisa digunakan untuk yang lainnya. Maka bayangkan ada berapa banyak pasukan khusus yang dibentuk dalam tubuh kita dengan tugas yang begitu spesifik.

Secara umum ada dua macam divisi pasukan dari sistem imun adaptif ini, ada yang membunuh musuh yang berada di luar sel disebut sebagai sistem imunitas humoral yang komponennya adalah antibodi. Pernah denger IgG, IgM, IgA, IgE, mereka adalah contoh antibodi yang kita miliki. Satu lagi divisi dari sistem imun adaptif ini, berperan membunuh musuh yang bersembunyi dalam sel yang tidak mampu dibunuh oleh sistem imun bawaan. Ingat, musuh itu adalah substansi biologis yang cerdas juga loh, mereka bisa mengelabui sistem imun kita dengan menyamar seperti sel tubuh yang normal atau yang paling parah dengan mengambil alih komponen sistem imun kita dan memperbanyak diri di sana, ini yang terjadi misalnya pada infeksi HIV. Komponen sistem imun sitotoksik ini adalah limfosit, pernah dengar CD4 dan CD8, itu adalah contohnya.

Hmmm, saya tidak akan berpanjang-panjang mendongeng secara detail tentang kedua sistem imun itu, nanti dibaca di buku Imunologi saja ya karena mekanismenya sungguh tidak sesederhana penjelasan saya. Buku rujukan menarik yang bisa dibaca misalnya karangan Abul K Abbas dkk, Cellular and Mollecular Immunology.  Tapi ada satu karakter penting dari sistem imun adaptif yang kemudian dijadikan dasar vaksinasi. Kemampuan sistem adaptif ini untuk belajar, mengenali kuman secara detail lalu punya memori untuk itu. Memori inilah yang kemudian yang menjadi dasar spesifikasi pembentukan komponen sistem imun baik humoral maupun sitotoksik. Adanya sel memori akan membuat sistem imun kita akan segera mengenali kuman penyebab penyakit tertentu sehingga respon imun yang dihasilkan pun lebih kuat dan lebih baik.Dan vaksin mempercepat inisiasi sistem imun kita sehingga cepat punya memori terhadap kuman tertentu sekaligus memperkuat respon imun yang dihasilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun