Sebagai contoh sederhana adalah kehadiran Artificial Intelligence (AI) yang telah diimplementasikan pada beragam sektor di Indonesia dan adanya kombinasi AI terintegrasi dengan internet (Internet of Things/IoT).
Kedua, perubahan struktur ekonomi juga menjadi penyebabkan pengangguran struktural. Perekonomian yang berkembang atau berubah dapat menghasilkan pergeseran dalam jenis pekerjaan yang dibutuhkan.
Misalnya, permintaan tenaga kerja sektor manufaktur yang menurun dan bergeser ke sektor jasa (informal) atau biasa diistilahkan deindustrialisasi.
Ketiga, ketidakcocokan keterampilan juga merupakan faktor penyebab pengangguran struktural (tindak link and match). Para pencari kerja mungkin tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan permintaan pasar kerja.
Hal ini dapat terjadi karena perubahan kebutuhan industri yang berorientasi padat modal (bukan padat karya), kurangnya pelatihan atau pendidikan yang relevan, atau kurangnya akses informasi mengenai peluang kerja.
Setidaknya 3 solusi
Peningkatan GNI yang belum berkualitas karena menyimpan permasalahan mengenai pengangguran struktural merupakan hal serius. Untuk meminimalisir efek negatif pengangguran struktural di tengah peningkatan GNI, setidaknya ada 3 solusi yang dapat diterapkan.
Pertama, penting bagi Indonesia untuk terus meningkatkan akses dan kualitas pendidikan vokasional atau kejuruan.
Sekolah-sekolah vokasional harus ditingkatkan dengan pembekalan keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, program-program pelatihan keterampilan juga perlu diperluas serta disempurnakan agar mampu mencakup berbagai sektor industri yang sedang berkembang.
Kedua, perlu adanya sinergi antara lembaga pendidikan, industri, dan pemerintah.
Kolaborasi yang erat dari ketiga pihak ini pastinya akan membantu pengidentifikasian kebutuhan pasar kerja, dengan mengembangkan kurikulum yang relevan, dan menyelenggarakan program magang atau kerja sama dengan perusahaan.