Ke depan, karena pemerintah akan merevolusi sistem pendidikan nasional, termasuk juga akan dimampatkannya jumlah mata pelajaran pada setiap jenjangnya, seluruh literasi pendamping siswa dan guru pun juga akan berubah drastis. Kita akan menyaksikan banyak buku-buku yang sudah tidak relevan, sebagian relevan, bahkan harus dibijaki dengan menariknya dari peredaran.
Nasib serupa juga siap-siap dialami oleh lembaga bimbel. Rombak besar-besaran harus dilakukan sedini mungkin agar terhindar dari risiko terburuk: bangkrut. Beragam panduan yang telah mereka susun secara matang mau tak mau harus menyesuaikan dengan sistem dan kurikulum teranyar mendikbud. Misalkan saja mereka tak siap dengan perubahan yang cepat (revolusi) pendidikan ala mendikbud baru kali ini, tentu mereka terpaksa harus tutup atau minimal bermula dari nol lagi.
Salah satu solusi yang bisa penulis berikan adalah transformasi sistem. Lembaga bimbel harus mengubah sistem dan mekanisme bimbel ke dalam media daring dan sistem pembelajaran daring yang interaktif dan fleksibel. Simulasi ujian, apapun bentuknya, harus lebih mengakomodir fleksibilitas terhadap aspek waktu, posisi, dan kemudahan akses siswa terhadap media pembelajaran daring yang dibangun.
Tidak hanya itu, untuk menjaga minat sidwa terhadap lembaga bimbel, maka yang harus dilakukan oleh lembaga bimbel selain menjamin lolosnya siswa bimbingannya, mereka juga perlu membangun MoU dengan sektor riil yang notabene mempunyai lapangan kerja untuk menampung alumni-alumni bimbel. Dengan demikian, eksistensi lembaga-lembaga bimbel akan tetap selaras dan mampu mengikuti perubahan apapun di bidang pendidikan. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H