Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan bentuk insentif yang diberikan dari institusi, lembaga atau perusahaan sebagai tambahan amunisi kita menghadapi kebutuhan hari raya. Mengingat kebutuhan menjelang hari raya yang biasa meningkat, kehadiran THR pastinya sangat kita harapkan. Apalagi bagi mereka yang bekerja entah pegawai negeri entah buruh pabrikan, THR merupakan tunjangan perlu sebagai back up jika ada keperluan mendesak dengan biaya yang besar.
Meski demikian, THR bagi sebagian orang ternyata tak mampu mencukupi kebutuhannya. Salah satu penyebabnya sih karena banyaknya utang yang ditanggungnya. THR umumnya diberikan paling tidak seminggu sebelum Lebaran. Namun, ia sekelebat hadir dan habis karena untuk membayar utang di sana-sini.
Momentum Ramadan yang sebenarnya diharapkan kita bermuhasabah, makan minum dibatasi, pengeluaran untuk konsumsi dirapihkan. Malah, keanehan yang terjadi sudah lumrah. Ramadan seperti momen untuk menghabiskan pendapatan hanya untuk makan, minum dan pakaian itu sendiri.
Kalau kita amati pola pengeluaran kita selama Ramadan. Di awal, kebanyakan untuk makan dan minum hingga menjelang Lebaran, alokasi pengeluaran mulai meningkat pada bahan makanan dan pakaian. Mau tak mau, selama THR belum liquid, dorongan utang semakin besar.
Padahal tak harus demikian. Setiap saat kita dianjurkan memanajemen keuangan kita. Sebelum membelanjakan uang, setidaknya kita mesti memeriksa kondisi dompet serta potensi kemampuan finansial untuk hari-hari berikutnya. Hal tersebut harus selalu dilakukan. Sebab bila tak demikian, tak ada jalan lain bagi kita untuk meminjam uang, bahkan efeknya sampai dikejar-kejar bank, kucing-kucingan dengan bank.
Kendati begitu, tahukah kita bahwa sebenarnya ada strategi menghindari utang dengan bekal THR? Pertama, kita harus pastikan bahwa pengeluaran selama 20 hari Ramadan terjamin. Setelah THR cair, alokasi pertama kita sebaiknya pada kebutuhan zakat fitrah. Ini penting mengingat urgensi zakat fitrah merupakan penyempurna ibadah kita, supaya tak kelabakan di akhir.
Alokasi THR yang kedua sebaiknya kita peruntukkan pada keperluan pembelian tiket mudik Lebaran. Karena biasanya tiket jelang Lebaran sudah ludes, jauh-jauh hari maksimal dua bulan sebelum Lebaran, kita pakai uang sebelumnya untuk kemudian kita tutupi dengan uang THR sebagai gantinya.
Alokasi ketiga sudah jelas, budaya Lebaran yang umumnya banyak orang lain berkunjung silaturahim ke rumah kita, kita harus dong menyiapkan konsumsi buat tamu. Makanya, THR kita sebaiknya dialokasikan juga untuk membeli konsumsi, termasuk kue Lebaran. Namun alangkah baiknya kita efisiensikan besaran biayanya dengan membuat kue Lebaran sendiri, lebih hemat kan?
THR juga bisa kita gunakan untuk menambal kekurangan selama maksimal biaya untuk 20 hari Ramadan. Atau minimal menambal 10 hari Ramadan sehingga kondisi keuangan kita tetap aman dan cukup hingga mencapai Lebaran.
Uang THR sabaiknya kita alokasikan pula untuk melunasi atau setidaknya mencicil utang kita, jika kita punya tanggungan utang selama Ramadan. Hal ini perlu agar setelah Lebaran kita tak terlalu keteteran soal keuangan. Apalagi Lebaran tahun ini bersamaan dengan tahun ajaran baru, bagi mereka anaknya sedang sekolah, akan lebih baik jika lebih memilih memenuhi kebutuhan sekolah daripada memburu pakaian Lebaran. Lebaran tak harus berbaju baru, kan? Ya nggak?
Dan yang terakhir nih, THR sebaiknya kita sisihkan sebagian alokasinya khusus untuk berjaga-jaga sekiranya suatu ketika ada kebutuhan mendadak atau istilahnya dana darurat. Asumsikan THR sebesar 100 persen, maka dana darurat akan lebih baik jika besarannya 10-30 persennya. Namun, jika dari keseluruhan pos pengeluaran tadi ternyata masih ada sisa, maka seyogyanya kita gunakan untuk investasi, terutama jika nilainya masih besar. Kalau kecil maka ditabungkan akan lebih aman.