Gerbo. Sebuah desa yang menyimpan sejuta kenangan masa kecilku. Desa yang terletak di Kecamatan Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur ini memang terbilang unik. Mungkin belum banyak orang yang mengenal Desa Gerbo. Saat masih kecil, ibuku pernah bercerita tentang asal-usul terbentuknya Desa Gerbo. Ibuku tahu persis tentang sejarah Desa Gerbo, sebab Desa Gerbo merupakan tanah kelahiran ibuku.Â
Beliau menceritakan kepadaku bahwa awal mula nama Desa Gerbo merupakan sebuah akronim yang diambil dari dua kata, yaitu kata Tengger dan nebo. Tengger artinya nama sebuah suku di Jawa Timur, daerah pegunungan Bromo. Sedangkan kata nebo artinya menetap atau bermukim. Jadi, Desa Gerbo terbentuk atas prakarsa sekelompok suku Tengger yang dulu membuka hutan dan kemudian mereka tinggal secara menetap di sana. Oleh karena itulah mereka kemudian menamai tempat itu Gerbo.
Hal pertama yang menarik dari Desa Gerbo adalah tentang letak geografisnya. Letak Desa Gerbo sangat strategis, sebab desa ini dikelilingi beberapa objek wisata alam dan artifisial yang begitu memukau. Ada Kebun Raya Purwodadi alias Botanical Garden, sebelah baratnya ada objek wisata pendakian Gunung Arjuno Lali Jiwo, sebelah timur Kebun Raya terdapat objek wisata air terjun Coban Baung, kemudian Desa Gerbo sendiri. Tak hanya itu, di sebelah timur Desa Gerbo ke arah Nongkojajar, terdapat objek wisata Bukit Flora dan agrowisata Bhakti alam serta bila naik terus sampailah ke pendakian Gunung Bromo, Tengger.
Dari letaknya saja, Desa Gerbo begitu strategis, belum lagi keunggulan dan prestasi yang pernah diraih oleh Desa Gerbo. Desa Gerbo dikenal sebagai salah satu wilayah lumbung padi di Kecamatan Purwodadi. Hasil kehutanan dan perkebunannya juga sangat melimpah. Di Gerbo banyak ditemukan kelompok tani dan kelompok tani hutan atau disingkat KTH.Â
Selain beberapa penghargaan di bidang pertanian, awal tahun 2016 kemarin, KTH Desa Gerbo menyabet juara Wana Lestari Nasional dari Presiden RI, KTH Gerbo begitu sangat konsen di dalam merawat hutan dan melakukan upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Prestasi lain yang pernah diraih oleh Desa Gerbo adalah Desa yang memiliki pasar modern terbaik se-Jawa dan Bali.
Prestasi yang telah diraih oleh Desa Gerbo tentu tidak terlepas dari aspek karakteristik masyarakat Gerbo pada umumnya. Masyarakat desa ini memiliki jiwa persatuan yang tinggi, mereka sangat solid dan aktif ikut serta dalam setiap agenda desa. Mereka juga selalu ramah dan begitu kompak dalam setiap hal.
Di era globalisasi dan persaingan seperti sekarang ini, menjalin persatuan dan kesatuan dalam keberagaman tidaklah mudah. Namun, masyarakat Desa Gerbo masih mampu menunjukkan adanya panji-panji itu dan tetap mereka rawat dengan baik. Buktinya, persatuan, kekompakan dan keramahan itu dapat terlihat sekali ketika momentum perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) RI setiap tahunnya. Menyangkut pembicaraan perayaan HUT RI, mungkin ada kesamaan antara Desa Gerbo dan desa lainnya.Â
Tapi, ada semacam keeksklusifan tersediri bila meneropong cara masyarakat Desa Gerbo merayakan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Setiap tanggal 18 Agustus, masyarakat desa ini selalu mengadakan kegiatan lomba karnaval. Agenda tersebut seolah telah mendarah daging bagi masyarakat Gerbo dari generasi ke generasi.
Ketika memasuki awal bulan Agustus, beberapa dusun di Gerbo tampak begitu banyak masyarakat yang sedang berkumpul. Mereka disibukkan dengan tugas masing-masing, yakni membuat sesuatu sebagai bekal mengikuti lomba karnaval. Pada umumnya, kegiatan lomba Agustusan identik dengan lomba kelereng, balap karung, panjat pinang dan kawan-kawannya. Di Desa Gerbo justru mengadakan lomba karnaval yang berkonteks kolosal, yakni diikuti oleh banyak peserta dengan seluruh perangkat dan aksesori yang telah dipersiapkan sebelumnya.Â
Dalam perlombaan karnaval ini, seluruh dusun di Desa Gerbo selalu mengirimkan kontingennya, baik dari tingkat RT atau bahkan perorangan. Ada yang dari Dusun Jajang Wetan, Dusun Jajang Kulon, Dusun Lebak Rejo, Dusun Rojo Pasang, Dusun Mbelong, Dusun Sengon, Dusun Lor Kali, Dusun Pager Gunung, dan dusun-dusun lainnya.
Kreativitas begitu dipertaruhkan dalam mengikuti perlombaan ini. Secara tidak langsung, hal ini mencetak inovasi-inovasi baru dalam menyemarakkan sebuah kemerdekaan NKRI. Dengan berbekal aset dan cagar budaya yang hingga kini masih terjaga, masyarakat begitu antusias menggunakannya di dalam lomba karnaval.
Selain dikenal ramah, masyarakat Gerbo juga dikenal sebagai masyarakat yang tidak gengsi dalam hal merawat kebudayaan. Dalam mengikuti lomba karnaval, mereka rela mencorat-coret muka dan tubuh mereka untuk sekadar menarik bagi penonton dan tentunya menarik bagi panitia.
Muda-mudi pun tampak bersemangat di dalam menjadi kontingen bergenre kesenian dalam karnaval. Seperti seni jaranan, seni pencak silat, bantengan dan macanan, serta seni Senterewe. Seni jaranan, mungkin kita sudah tahu, merupakan salah satu kesenian khas Jawa Timur. Seni ini dimainkan oleh laki-laki atau perempuan yang menggunakan anyaman bamboo berbentuk kuda dan penunggangnya menggunakan sebuah cambuk atau disebut pecut. Pakaiannya pun beragam dan berbagai versi. Nama lain dari kesenian ini adalah Kuda Lumping.
Kemudian kesenian pencak silat, kesenian ini menampilkan berbagai jenis jurus dalam dunia persilatan yang ada, tumbuh serta berkembang di Desa Gerbo. Kesenian ini juga menampilkan bantengan, yaitu kesenian yang menggunakan kayu berbentuk kepala banteng dan dimainkan oleh dua orang, yang satu memainkan kepala banteng, yang satu memainkan bagian ekornya. Termasuk pula kesenian macanan, kesenian ini menampilkan seseorang yang mengenakan baju loreng dan kepala harimau yang terbuat dari kayu. Biasanya dituntun dengan sebuah kayu oleh dua orang. Ada juga kesenian Senterewe, nah kesenian ini adalah salah satu kesenian tertua di Desa Gerbo. Kesenian ini sebenarnya merupakan varian dari Kuda Lumping.Â
Bedanya, kesenian Senterewe mengkolaborasikan antara kesenian Reyog Ponorogo dengan kesenian Kuda Lumping. Dalam penampilannya, Senterewe selalu membuat penonton ketakutan karena anti dengan siulan. Apabila terdapat penonton yang bersiul, maka yang kesurupan berlari mengejar si pelaku. Senterewe biasanya merupakan kontingen yang berasal dari Dusun Pager Gunung. Selain itu, kesenian ini ditandai dengan atraksi caplokan—sebuah wajah murka yang terbuat dari kayu dan dimainkan dengan kedua tangan—dan memakan bunga mawar atau bunga wangi lainnya.
Dengan iringan gamelan Jawa, para peserta tampak berhias senyum saat terpotret kamera. Lomba karnaval ini sungguh menjadi kabar baik bagi Indonesia, bahwa masih banyak generasi muda yang peduli terhadap budaya bangsa dan kelestariannya.
Berbeda dengan festival atau parade, berbagai bentuk seni dan kreativitas masyarakat Gerbo memang untuk diperlombakan. Dengan demikian, setiap kontingen diharapkan menyuguhkan performance terbaiknya selama arak-arakan keliling Desa Gerbo berlangsung. Selain ada yang pembawaannya serius-serius, ada juga peserta yang pembawaannya sekadar ikut berpatisipasi dan meramaikan saja, misalnya kontingen bergenre dunia sihir atau fantasi dan horor.
Selepas lomba karnaval tak lantas membuat desa ini sepi. Sore harinya, tepatnya sekitar jam 3 sore, di lapangan Desa Gerbo terdapat pesta rakyat yang biasa disebut dengan kesenian Ujung. Sebenarnya kesenian ini merupakan seni tarian meminta hujan dan tari selamatan desa, tetapi masyarakat Gerbo senantiasa memperlombakannya. Pesertanya pun dari berbagai daerah, biasanya dari Desa Sumber Pitu, Desa Ngembal, Desa Gerbo sendiri, Desa Tutur dan Desa Pogal.
Dalam kesenian Ujung, dua orang peserta yang ikut serta diberi sebuah alat pemukul yang terbuat dari tanaman penjalin kemudian beradu dengan iringan gamelan Reyog Ponorogoan. Aturan permainannya pun cukup menarik, seorang peserta disepakati mendapatkan poin apabila ia mampu melepaskan pukulan ke lawan dan pantulan ujung penjalin mengenai punggung lawannya. Oleh sebab itulah maka diberi nama Ujung. Unik bukan?.
Desa Gerbo, sebuah desa yang memesona bagi setiap insan yang berkunjung. Memberikan kesan dan pesan yang tak terlupakan sebagai bingkisan terindah dalam ingatan. Desa ini begitu sekaligus memberikan kabar baik untuk Indonesia, bahwa masih ada yang peduli untuk melestarikan budaya dan menekuni kearifan lokal. Desa Gerbo seakan menjadi lahan inovasi daerah yang tiada henti, menginspirasi dan memotivasi untuk tetap menonjolkan identitas budaya nasional sekaligus melestarikanya. Melalui ragam budaya dan kearifan lokal, Desa Gerbo mampu menuang suatu masyarakat yang berkualitas dan bernasionalisme tinggi. Gerbo akan tetap menjadi miniatur budaya Indonesia. Kini, hingga nanti.
Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku -https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H