Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tantangan UU Pajak Online

12 Juni 2014   18:11 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:04 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2014 ini, pemerintah merencanakan aturan baru di bidang perdagangan online atau e-commerce. Dengan mengacu pada peluang usaha yang bergerak dengan sistem online, sistem perdagangan online di Indonesia akan diperketat dengan pemberlakukan UU perpajakan e-commerce ini. Meskipun dalam proses, banyak wacana yang dilontarkan oleh pemerintah terkait penerapan pajak perdagangan online. Menteri perdagangan, Muhammad Lutfi menyatakan bahwa UU transaksi online tersebut sudah diatur, didalamnya sudah mengandung Peraturan Pemerintah (PP) dan Preaturan Menteri (Permen) dan akan segera direalisasikan.Diketahui, arus transaksi, terutama jual beli secara online memang mengalami pertumbuhan yang pesat mengingat masyarakat yang pola pikirnya ingin instan, tidak rumit dan cepat. Hal tersebut memang terbukti karena jumlah arus transaksi online di Indonesia sudah mencapai lebih dari Rp. 100 triliun per tahun dengan pertumbuhan transaksi yang sebesar 300 persen lebih cepat dari transaksi secara konvensional. Untuk itu, pemerintah rencananya akan bekerjasama dengan bank-bank yang ada di Indonesia dalam pengawasan terhadap arus perdagangan online tersebut karena dalam proses transaksi jual-beli online kebanyakan perusahaan mengandalkan bank.Kabarnya, pemungutan pajak kepada penjual dan atau pembeli secara online dimasukkan dalam kategori Pajak Pertambahan Nilai (PPn). Dan pemerintah berharap aturan tersebut menjadi "ladang baru" dalam menambah devisa negara kedepannya.

Kelemahan UU Pajak Transasksi Online

Meskipun rencananya pemerintah bakal memperketat arus transaksi perdagangan secara online. Sebenarnya, UU tersebut sangat banyak mengandung kelemahan di dalam pelaksanaannya, dan setidaknya kelemahan UU tersebut menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk mensahkan. Beberapa kelemahan pelaksaan UU pajak perdagangan online adalah :

Pertama, perusahaan dapat berpindah-pindah web officialnya (web resminya). Hal ini nantinya akan sangat susah bagi pemerintah dalam ranah pengawasan. Perusahaan mudah dan luwes dalam berpindah dan membuat akun terbaru dan hal itu susah untuk dideteksi.

Kedua, banyak perusahan yang menyamar dari web resmi yang berbasis penjualan online ke web dalam bentuk lain yang justru di dalamnya mengandung transaksi jual-beli online. Hal ini juga perlu dipertimbangkan oleh pemerintah karena bisa jadi web resmi menyamar menjadi web perorangan (tidak resmi) tetapi di dalamnya terjadi relasi antar web tersebut dalam melakukan transaksi jual-beli secara online.

Ketiga, urgensinya memang pemerintah harus segera melakukan kerjasama dengan seluruh bank yang ada di Indonesia sebagai salah satu media verifikasi antara arus perdagangan online dan besarnya nilai transfer yang berhasil dilaporkan oleh pihak perbankan. Tetapi ini juga mengandung kelemahan karena dapat dimanfaatkan oleh pengguna sistem paypal yang rencananya akan merambah ke sistem transaksi berbasis offline dan tidak melalui media perbankan.

Keempat, meskipun pembayaran tersebut melalui perbankan, tetapi UU tersebut juga sulit dilakukan jika transfer atas transaksi jual-beli online adalah berdasarkan nama seseorang, bukan atas nama perusahaan penjual. Pemerintah dengan mengandalkan sistem IT yang bagaimana pun akan susah dalam menangkap transaksi atas nama perorangan meskipun yang terjadi adalah jual-beli secara online. Inilah beberapa kelemahan dari UU pajak perdagangan online jika diterapkan di Indonesia karena pemerintah tidak menyediakan ruang khusus bagi perusahaan yang berdagang secara online. Oleh karenannya, perusahaan dan usaha perorangan yang pastinya ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya akan sulit untuk dipantau karena luwesnya perusahaan atau usaha perorangan tersebut untuk berpindah dan berubah nama serta sistem pembayarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun