Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money

Kapuk Empuk Membuat Indonesia Mengamuk

15 Juni 2014   16:09 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:38 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapuk adalah komoditas yang dihasilkan dari pohon Randu yang umumnya dapat hidup di pulau Jawa dan biasa disebut Kapuk Jawa atau Kapas Jawa. Pohon Randu Jawa biasanya mampu hidup di daerah kering dengan ketinggihan maksimal mencapai 60 - 70 meter. Hasil dari Randu Jawa ini terkadang disebut juga kapas Jawa karena fungsinya sebagai serat tekstil atau sebagai pengisi bantal dan kasur (alas tidur).

Kapuk merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang masih bertahan sebagai komoditas ekspor hingga kini. Data Balitbang (deptan) menyebutan bahwa sejak 1928 Indonesia mulai menjadi eksportir kapuk dunia, dan pada tahun 1936 - 1937, Indonesia dinobatkan sebagai eksportir terbesar di dunia dengan kemampuan memenuhi sekitar 85 persen kebutuhan kapuk dunia.

Namun, seiring dengan industrialisasi yang menjamur di Indonesia produksi kapuk Jawa semakin mengalami penurunan. Menurut Balitbang deptan, penurunan volume ekspor Indonesia diakibatkan oleh kalahnya daya saing kapuk dalam negeri terhadap kapuk dari Thailand. Dulu Indonesia mampu mengekspor sekitar 28.000 ton lebih malah turun menjadi 1.500 ton saja. Ini menunjukkan penurunan yang sangat tajam dan sangat berdampak terhadap turbulensi industri perkapukan nasional. Selain itu, penurunan volume ekspor kapuk Indonesia juga disebabkan oleh banyaknya kapuk yang tidak produktif dan timpangnya pemungutan dan penebangan pohon kapuk (Randu) dengan penanamannya kembali. Apalagi dengan adanya produk kapuk sintetis (misalnya karet busa) membuat permintaan produk berbahan kapuk alami semakin menurun dan membuat pembudidaya kapuk semakin malas untuk menanam kapuk kembali.

Data BPS menyebutkan, mulai tahun 2000 hingga 2012, terlihat bahwa produksi kapuk tendensi menurun setiap tahunnya. Dan penurunan produksi tersebut memang sangat terkait dengan kondisi luas lahan kapuk Indonesia yang juga tampak menurun. Penurunan luas lahan kapuk tersebut dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah lahan untuk pemukiman masyarakat, jalan atau infrastruktur lain atau akibat alih fungsi lahan, dari lahan pohon Randu atau pohon kapuk menjadi lahan perkebunan atau sawah.

1402796982720841822
1402796982720841822

Selain itu, jika ditinjau dari produktivitasnya, produksi kapuk (dalam ribuan) per hektar juga terlihat mengalami fluktuasi (naik-turun). Hal ini sangat erat dengan pernyataan deptan bahwa banyak pohon kapuk yang kurang produktif sehingga mengurangi jumlah produksi per hektarnya. Oleh karenanya, deptan sudah menyiapkan alternatif solusi untuk tetap mempertahankan produktivitas kapuk Indonesia dengan menanam dan membudidayakan bibit-bibit unggul dan sudah direalisasikan beberapa tahun lalu, yaitu MH1, MH2, MH3, MH4, dan Togo B.

Kedepannya, walaupun pemerintah beserta dinas terkait sudah melaksanakan alternatif tersebut, tetapi tantangan besar akan terus menghantam perkapukan nasional. Apalagi jika dikaitkan dengan adanya isu terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015, yang pastinya jika nanti terealisasi, serbuan kapuk ASEAN akan menyerbu bahkan bisa menggeser posisi Indonesia sebagai importir kapuk karena bebasnya perdagangan klaster ASEAN yang berdampak pada bertambahnya perusahaan asing di Indonesia. Sudah tentu perusahaan asing tersebut akan menyebabkan lahan di Indonesia semakin berkurang serta menggeser para pembudidaya kapuk kepada komoditas lain yang lebih menguntungkan.

Semoga saja tidak.

Referensi :

http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=category&id=60&Itemid=111 diakses 15 Juni 2014 jam 9 .05

http://kapukrandukaraban-pati.blogspot.com/2010/06/belaian-pohon-randu.html diakses 15 Juni 2014 jam 9.06

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun