Pers sampai saat ini adalah sarana pemberi informasi dan pendidikan bagi masyarakat. Meskipun dalam perjalanan pers sempat pasang surut, apalagi ketika rezim Orba, pers seperti terbungkam oleh pistol-pistol transparan. Tetapi saat ini, pers mencapai puncak kejayaan dan kemerdekaannya. Pers mampu menjadi instrumen mencerdaskan masyarakat agar mengetahui informasi nasional serta sebagai wahana menjalin persatuan nasional.
Namun, kini pers semakin menghadapi banyak tantangan. Betapa tidak, pers yang notabene dimiliki dan digerakkan oleh segelintir orang dalam organnya, membuat setiap pers memiliki corak dan karakteristik tersendiri. Mengingat saat ini Indonesia tengah menghadapi masa-masa pemilihan presiden tahun 2014, peran dan fungsi pers semakin membahana. Tapi peran dan fungsi pers tersebut justru mengandung banyak tanda tanya sebab ada sebagian pers yang kurang berimbang dalam pemberitaan maupun penyiaran beritanya kepada masyarakat. Para orang ber-uang mampu membeli pers semakin menjadikan pers sebagai instrumen transportasi politik salah satu calon presiden. Pers terlihat bengkok dan menyeleweng dari fungsi sebagai pemersatu bangsa dan netralitas pemberitaan. Pers seolah menjadi "boneka" yang bergerak menyuarakan salah satu dari calon presiden yang ia dukung. Dukungan salah satu pers terhadap salah satu calon presiden tahun 2014 memang sah-sah saja hanya saja secara substansial pers jelas melanggar peran dan fungsinya berdasarkan UU pers yang telah ditetapkan pemerintah.
Pers selain sebagai media penyalur dan penyebar informasi juga sebagai sarana pendidikan masyarakat. Terkait perhelatan pemilu presiden Indonesia 2014 9 Juli mendatang, pers dalam perannya yang semula mendidik secara cerdas dan objektif malah justru menjadi wahana dan promotor black campign salah satu simpatisan calon presiden terhadap calon presiden yang lain. Pres menjadi arena percekcokan dan adu domba antarmasyarakat yang berpeluang mengakibatkan gesekan sosial di masyarakat. Pers terlihat mendidik masyarakat, tetapi kini kian bergeser ke arah pendidikan yang memihak dan memetak-metakkan pendangan masyarakat. Masyarakat oleh pers dijadikan "boneka" mainan untuk saling serang-menyerang. Tendensius salah satu pers terhadap salah satu calon presiden yang ia dukung membuat masyarakat menunjukkan mosi tak percaya kepada salah satu pers. Masyarakat susah dalam memilih media atau pers yang netral dan berimbang dalam pemberitaannya mengenai perjalanan menuju singgasana sang capres dan cawapres 5 tahun mendatang.
Inilah ironisnya, pers ternyata sudah tidak lagi berupa instrumen moderat dalam diseminasi informasi dan komunikasi masyarakat. Pers tampak "BOCOR, BOCORR...." oleh bungkaman segelintir orang dalam yang notaben sebagai penguasa atau pemilik pers tersebut. Setiap berita yang tersampaikan kepada masyarakat hanyalah mengangkat tema kebaikan tentang capres yang satu dan tendensi menjelekkan pamor capres yang lain. Ini musibah bagi originalitas dan keotentikan pers dalam menyuarakan aspirasi dan opini masyarakat. Pada masa perjalanan Orba pers dibungkum oleh sistem penguasa, saat ini ternyata yang membungkam pers adalah sistem penguasa dalam pers sendiri. Maklum, pers saat ini kebanyakan dimiliki oleh segelintir orang, sekali lagi HANYA segelintir orang. Hal inilah yang membuat masyarakat mengernyitkan dahi mereka.
Tetapi, realitanya sebagian besar masyarakat di lapangan tidaklah demikian. Angka IPM Indonesia yang terus naik ditambah Indeks Teknologi Indonesia yang terus membaik membuat masyarakat Indonesia semakin cerdasa dan pandai dalam memfilter setiap pers yang mereka jadikan bahan konsumsi setiap harinya. Masyarakat Indonesia tidaklah bisa ditebak berdasarkan quick count atau alat apapun untuk memetakan secara pasti mengenai siapa presiden Indonesia 5 tahun mendatang yang terpilih 9 Juli nanti. Sebab, masyarakat sudah memiliki pandangan independen dan tak terpengaruh lagi oleh pemberitaan pers yang semakin buas dan menjadi-jadi. Inilah yang menjukkan substansial asas PEMILU, yaitu Rahasia. Oleh karenanya sebetulnya ada banyak masyarakat yang justru tersenyum saat menonton siaran pers yang secara implisit atau eksplisit mendukung dan mengarahkan beritanya pada salah satu capres saja.
Rakyat Cermat, Indonesia Terhormat, Rakyat Ceroboh, Indonesia Roboh, Rakyat Tekor, sebab Pers Bocor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H