Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terfitnah PKI, Ibuku Melayang Ku Bersedih

5 Juli 2014   04:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:26 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_346297" align="aligncenter" width="300" caption="sumber foto : youtube.com"][/caption]

"Ibu......bangun ibu, ibu, bangun....", menerkam tanganku yang tak kuasa menahan sakit ditinggal oleh sosok penuh kasih sayang dalam hidupku.

Tangannya lemas, meskipun suhunya sedikit hangat, tetapi aku merasakan dingin yang sangat pada jempol kainya. Diriku masih belum mampu mengangkatnya ke tepi jalan. Aku hanya bisa meraung dan meminta tolong dalam kondisi mencekam itu. Tiada seorang pun yang berani keluar dari goanya. Ibuku berlumuran darah dan tersirat di pelapah kayu tua dan bebatuan mungil.

"Ya Allah, tolong ibuku,..", aku tak mampu mengangkatnya, aku hanya terdiam, memegang tangannya yang lembut itu dan ku usapkan pada wajahku.

"Ibu, jangan tinggalkan aku hidup sendiri, Ibu.."

Namun, ibuku tak berkutik, sedetik demi per detik hela nafasnya kian hilang saja dari tubuhnya, rasa dingin itu kian melingkupi tubuhnya. Aku tiada berdaya melihat nasib ibuku, yang menjadi korban kebiadaban oknum terhasut dan terfitnah. Keluargaku hanyalah diriku yang masih sesiung bawang ini dan ibuku, bapakku sudah tiada meninggalkan ibuku sewaktu aku masih oek-oek.

"Ibu,..", suaraku hanya mendesah merasakan sakit yang melampaui sabetan pedang seribu kali tajamnya, dengan isak yang mendalam aku menyaksikan seorang yang kusayang, seorang yang sangat kuhormati dan kucintai sesaat itu dibantai oleh para petugas negara sebab ibuku masuk dalam daftar.

Datanglah para sosok berseragam lengkap dengan senjatanya yang siap meletup dari kejauhan. Aku masih tersimpuh dan layu tak bertenaga. Sekalipun aku melawan, badanku yang ciut ini pastilah tak kan mampu melawan kekejaman yang bertopeng hasutan dan fitnah-fitnah kebinatangan manusia.

"Hei !....kenapa kau bunuh ibuku ?, kenapa ?, ibuku tak bersalah !..."

"Sudah, kamu ! jangan banyak omong, sini !..."

badanku pun diangkat oleh komplotan bersenjata loreng itu, aku tak tega melihat mayat ibuku yang secara sempoyongan diangkat ke sebuah lorong kosong dalam mobil berban besar itu. Ibuku lalu tertindih oleh mayat-mayat yang lain tercecer di sekelilingku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun