Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sektor Pertanian Indonesia Lumpuh

2 November 2014   23:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:51 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, saya sebagai anak petani tulen merasa prihatin dengan kondisi sektor pertanian Indonesia baru-baru ini. Tepatnya pada hari Kamis (23/10/2014), di Kompas terdapat berita mengenai hasil studi empiris dari peneliti asal Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta yang menyatakan bahwa sawah akan habis di Pulau Jawa 50 tahun lagi dan tidak ada pemerintah daerah yang memantau masalah tersebut karena disibukkan oleh masalah konversi lahan lahan persawahan.

Peneliti tersebut juga menyatakan bahwa kebutuhan pangan yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan luas lahan produksi. Dengan mengambil sampel sebanyak 5 wialayah, hasil penelitian tersebut berkesimpulan akhir bahwa sawah di Pulau Jawa akan hilang karena desakan pembangunan.

Saya awalnya kurang percaya dengan hasil penelitian tersebut. Maka dari itu, saya mencoba menggalih sejumlah data Statsitik Indonesia terakhir kali yang berhubungan dengan sektor pertanian nasional. Ternyata, nasib sektor pertanian Indonesia dalam 10 tahun terakhir kurang membanggakan.

[caption id="attachment_371427" align="aligncenter" width="541" caption="Jumlah Rumah Tangga Sektor Pertanian Indonesia (diolah), sumber : Sensus Pertanian (ST2013), Dok.Pri"][/caption]

Data hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (ST2013) menyebutkan bahwa jumlah rumah tangga yang bergerak pada sektor pertanian semakin menurun sekitar 20 persen. Tekait kenyataan yang didapatkan oleh penelitian empiris tersebut, terlihat jumlah rumah tangga yang bergerak pada sub-sektor pertanian tanaman pangan mengalami penurunan dari sebanyak 18.708.052 rumah tangga pada tahun 2003 (ST2003) menjadi 17.728.185 rumah tangga pada tahun 2013, atau turun sebesar 5,24 persen selama 10 tahun. Tidak hanya itu, di sektor hortikultura pun juga tampak mengalami penurunan hingga 37,40 persen dalam kurun waktu 10 tahun. Begitu pula pada sub-sektor perkebunan, peternakan, perikanan, serta jasa pertanian pun semua mengalami penurunan masing-masing sebesar 9,61 persen, 30,26 persen, 20,66 persen, 0,66 persen, dan 41,72 persen.

Pembangunan memang mau tidak mau mengorbankan alam, termasuk di dalamnya lahan sebagai kantung terbesar aktivitas sektor pertanian. Coba kita amati saja, saat ini pembangunan pabrik atau industri sudah semakin gencar di seluruh wilayah Indonesia. Suhu udara pun menjadi pengap karena tak lagi sejuk oleh pepohonan, daerah resapan air pun jarang dapat dilihat karena lahan kosong malah tidak difungsikan atau malah di-paving untuk fungsi lainnya. Banyak lahan kosong sebenarnya, tetapi sia-sia karena pemiliknya tinggal di daerah yang jauh, untuk yang di kota. Di desa, saya sendiri pun sudah jengah mengamati betapa banyak petani desa yang rela menjual tanahnya kepada perusahaan walaupun itu dengan harga yang sangat menggiurkan. Tampaknya petani Indonesia dalam 10 tahun terakhir semakin lumpuh dan kurang bersemangat untuk mengelola apa yang mereka usahakan. Belum lagi, akhir-akhir ini banyak petani mengeluh karena sawahnya kekeringan atau kurang air, di sinilah peranan dan kebijakan pemerintah sangat segera dibutuhkan. Bukan malah masih saja bertengkar soal rebut-merebut kursi kekuasaan, saling adu mulut hingga merobohkan meja di gedung terhormat itu.

Jika sektor pertanian Indonesia tak juga dapat dibenahi atau justru sama sekali tak tersentuh kebijakan pemerintah. Saya meyakini, ndak perlu menunggu 50 tahun kok sawah bakal lenyap dari Pulau Jawa, dari bumi Indonesia pun, lahan produksi sektor pertanian akan lebih cepat lagi jika pemerintah salah fokus pada upaya rebutan kekuasaan di kursi empuk. Belum lagi nanti akan ada serangan investor-investor asing yang bakal bebas keluar masuk pada waktu MEA 2015 diresmikan. Malah kecepatan konversi lahan sawah dan alam lebih cepat lagi ndak sampai 50 tahun. Oleh karena itu, tolonglah yang mengerti nasib petani. Tanpa jasa petani, saya yakin Indonesia akan menjadi negara pengimpor pangan terbesar di dunia, jangankan tanpa petani, wong masih ada petani saja, desakan impor pun masih besar menyelimuti kebutuhan pangan negara ini. Dengan kondisi tersebut, niscaya ketahanan pangan nasional pun kini patut dipertanyakan kualitasnya.

*********************************************************************************************

Indonesia sebenarnya tidak harus ngotot menjadi negara industri. Cukup memaksimalkan daya dan upaya mengelola dan memajukan potensi maritim dan agraris, Indonesia mampu kok mengukir kejayaan Majapahit yang dulu terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun